Wednesday, December 12, 2007

Chocolate Soup For The Soul #24 - a Dozen of Hatreds

A Dozen of Hatreds

Di sebuah rumah sakit spesialis kanker, terdiam duduk 10 perempuan, menanti jawaban dan diagnosa dari dokter yang merawatnya. Terdengar dari depan ruangan praktek :

“Ibu, ada benjolan di sebelah kiri payudara Ibu, dan bisa makin membesar kalau tidak segera diobati”
“Mbak, setiap pagi tolong diperiksa bagian samping payudara Mbak, moga-moga obat yang saya kasih ini, bisa mengurangi benjolan yang di kanan”
“Maaf, Bu, tapi sepertinya kista di dalam rahim putri Ibu akan sulit sekali disembuhkan, kecuali keajaiban yang bisa menolong Putri Ibu”

Kemarin malam beberapa ibu senior membahas satu topik : hubungan antara perasaan benci dengan munculnya benjolan-benjolan – maaf, di payudara – atau kista di dalam rahim. Terlepas dari konteks medis dan kedokteran, kami membahas masalah kesehatan ini.

”Pernahkah Anda membenci seseorang selama bertahun-tahun lamanya dan ada kemarahan terpendam dalam hati Anda?”, tanya seorang ibu yang menjadi pembicara sebuah forum.

Kebencian mempengaruhi kondisi kesehatan kita. Kenapa semakin hari semakin banyak bermunculan penyakit, khususnya kanker, untuk perempuan : kanker payudara dan rahim? Banyak orang mencoba berhipotesa untuk mencari jawaban paling akurat. Dari sisi medis, dikatakan, bahwa setiap orang memiliki sel kanker dan bisa dipicu dengan cepat melalui perasaan stress dan depresi berlebihan. Dari sisi lain, ada yang mengatakan, polusi dan pencemaran semakin menggila, nggak heran bisa muncul penyakit aneh-aneh. Dari sisi psikologi, munculnya penyakit 90% disebabkan dari kondisi psikologis yang tidak sehat dan tidak stabil. Dari sisi spiritual, penyakit tubuh muncul karena ada kekotoran batin dan penyakit di hati yang sering kali terabaikan dan dianggap tidak ada, salah satunya : rasa benci bercampur marah. Repotnya, apa yang terlihat nyata lebih mudah dianalisa, ketimbang yang sunyata.

”Serem juga yah, karena perasaan benci dan marah, bisa muncul benjolan, ancrut!”, kilah seorang mahasiswi, 20 tahun, yang hobi makan junk food di mal.

”Duh, emangnya gampang, kalau tuh orang udah jahatin kita dan bikin hidup susah, apa mungkin nggak benci! Udah deh, yang realistis aja!”, tambah seorang ibu, 45 tahun, yang selama 20 tahun, pernah membenci almarhum ayahnya yang berpoligami (4 istri saja!).

Mengapa bisa muncul rasa benci? Mengapa kemarahan bisa muncul dalam diri kita? Pada dasarnya setiap orang memiliki semua potensi itu : potensi baik dan potensi buruk. Rasa benci, marah, dan cinta ada dalam hati semua orang. Yang menjadi masalah adalah mana yang lebih dominan, yang baik atau yang buruk. Rasa benci dan marah pun menjadi rasa yang manusiawi dan tidak mungkin dimusnahkan begitu saja, karena manusia utuh adalah manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Siapa yang tidak pernah merasakan benci dalam sepanjang hidup ini? Saya yakin, siapapun pernah mengalami perasaan dan sensasi ”benci” dalam perkembangan kepribadiannya sebagai manusia yang utuh. Apa saja yang bisa memunculkan rasa benci? Ketika ada kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam diri sendiri dan ketika ada yang merampas kenyamanan dan kebahagiaan diri sendiri, secara detailnya, beberapa hal ini bisa merangsang munculnya rasa benci : ketika kita difitnah dan dituduh melakukan hal yang tidak kita lakukan, ketika dikritik di depan orang banyak, ketika kita dipermalukan di hadapan orang banyak, ketika kita dibanding-bandingkan dengan orang lain, ketika diremehkan, dihina, dianggap tidak ada apa-apa, ketika dicela dan diledek, ketika dibohongi dan dikhianati, dan ketika kebebasan untuk mengekspresikan diri dijajah dan dijerat. Ada lagi? Dan tanpa sadar, kita pun selama bertahun-tahun menyimpan rasa benci terpendam, yaitu : benci pada diri kita sendiri dan juga benci pada orang-orang terdekat kita. Seperti yang dialami oleh seorang perempuan, 40 tahun, 6 tahun lalu ada benjolan di payudaranya dan dia pun segera berobat ke dokter dan menyadari kalau ada kebiasaan membenci dalam dirinya. Dia berjuang keras untuk terapi fisik dan juga psikologis, dengan menghilangkan rasa benci itu. Benjolan pun hilang. Tak lama kemudian, benjolan muncul lagi karena rasa benci muncul lagi. Selama bertahun-tahun perempuan ini marah dan benci pada seseorang, yaitu kakak lelaki kandungnya yang menjadi penjudi kelas berat dan sering merongrong hidupnya. Walau ada hubungan darah namun bukanlah hal yang mudah untuk bisa melepaskan rasa benci itu. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa belajar memaafkan dan melepaskan rasa benci ataupun marah kepada kakaknya, hingga akhirnya beberapa bulan lalu kakaknya meninggal dunia. Penyesalan terjadi belakangan dan nasi sudah jadi bubur. Kini, rasa benci pada kakaknya sudah tidak ada lagi dalam perempuan ini, tapi tersisa rasa benci pada dirinya sendiri kenapa tidak mampu mengendalikan perasaan jiwanya sendiri. Ngomong-ngomong, apakah saya, Anda, kita, masih sedang membenci sesuatu, seseorang, ataupun diri sendiri? Gimana kalau kita bongkar apa saja yang masih memicu rasa benci dalam hati kita masing-masing?

- with a good heart, everyday is a good day – maeya 20071213 #24

No comments: