Wednesday, February 20, 2008

Kuliah Cinta

Belajar Tuk Lebih Sabar Setiap Harinya…

Hidup terus berubah, Hidup tak pernah tetap…
Kadang pembelajaran terberat dalam cinta adalah belajar untuk melepaskan dan merelakan cinta itu...
Belajar untuk ikhlas dan berjiwa besar untuk membebaskan sekeping rasa cinta itu...
Memang sulit..
Namun kedalaman rasa itu kan terbukti di saat kita harus berpisah jauh dari cinta itu sendiri…
Dan terus bangkit melanjutkan langkah-langkah selanjutnya, tanpa harus hancur dan merusak diri sendiri...
Teori cinta terlalu naif..
Tapi bukankah begitu banyak orang naif yang justru mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya...
Dan bukankah tak sedikit orang yang merasa memahami cinta justru terlalu naif dan kadang bodoh...
Cinta. Sayang. Rindu. Cemburu. Takut. Gelisah. Mimpi buruk. Mimpi indah. Indah. Gemuruh rasa.
Dan setiap hari kita belajar untuk menjadi orang yang sabar dan semakin penuh dengan rasa sayang dan syukur. Dimanapun berada, dengan siapapun kita berada, disana tersimpan pelajaran baru tentang cinta dan harapan dan hidup. Ketika belajar di sekolah, kita belajar untuk sabar mendengarkan apa yang diajarkan guru, dan sabar mengerjakan PR, sabar belajar untuk ulangan, dan sabar ketika nilai rapor kita kok jelek-jelek dan jeblok melulu. Kesabaran diuji. Waktu nggak bisa aljabar, tapi karena latihan soal terus dan konsultasi ke guru les berpengalaman, lama-lama jadi ngerti langkah apa yang harus dilakukan. Tapi untuk bisa ngerti, harus sabar dulu melewati tahap-tahap sulitnya.
Ketika pertama kali masuk dunia kerja, harus bersabar untuk kenalan dengan lingkungan kerja, harus bersabar untuk adaptasi dengan lingkungan baru, untuk bisa gaul .....******
Ketika memutuskan untuk mencintai seseorang, kesabaran diuji berlipat-lipat lagi lebih besar. Yang sabar, yang bertahan. Yang sabar, yang langgeng. Yang sabar, yang bisa membuktikan kekuatan cinta.
”Memangnya apa bukti dan ukuran dari kekuatan cinta?”
”Ketika seseorang semakin mampu menjadi sosok yang sabar dan penuh cinta kasih, bukan sebaliknya, penuh dengan rasa amarah, terbakar rasa cemburu, dan juga terikat dengan perasaan cinta itu”
Sama seperti segala ilmu, segala hal yang pernah kita pelajari. Kesabaran pun harus kita pelajari, kita latih, dan kita kuasai dalam perjalanan seumur hidup kita. Hingga ajal nantinya.
Masih ingat pertama kali dulu belajar duduk, merangkak, berdiri, berjalan, berbicara, makan sendiri...hingga akhirnya tahun demi tahun berlalu dan mampu kita kuasai semua itu. Itu nggak terjadi hanya dalam satu dua hari saja, tapi bertahun-tahun. Ya. Bertahun-tahun. Tapi semuanya pun berjalan dengan mulus, karena motivasi mendasar manusia yang tidak bisa dipungkiri. Kalau mau merasakan hidup, harus bisa melakukan semua aktivitas itu semua.
Beranjak ke masa sekolah, kita mulai belajar abjad a b c d, masih ingat kan guru TK setiap hari mengharuskan kita mengulang-ulang a sampai z, b a ba bu bu, terus dan terus, non stop. Lalu belajar menulis, yang membutuhkan kesabaran. Beberapa kali salah, tapi disuruh ulang lagi, beberapa kali berantakan, ulang lagi. Tangan pegal, hati kesal. Buat apa sih ngulang-ngulang terus seperti ini.
Lalu mulai belajar berhitung, angka, menghafalkan perkalian, ada mencongkak, dan serentet rumus matematika yang dulu terasa begitu mengerikan. Ujian demi ujian, soal demi soal, lewat juga. Bisa kita buktikan, matematika yang tadinya begitu rumit, ternyata hanyalah sekumpulan pola sederhana yang bisa kita kuasai karena kita sudah terbiasa.
Bahasa. Musik. Olahraga. Semuanya bisa kita kuasai karena berkali-kali kita melakukan latihan, belajar pola yang berbeda dari sebelumnya. Terus dan terus. Tiada henti. Ada guru yang terus memberikan penilaian. Masih jelek. Ulang lagi. Latihan lagi. Lalu ketika sudah bagus, kita dipuji. Good, begini terus yah dipertahankan.
Berlanjut ke kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Bergaul dengan orang lain. Bukanlah hal yang gampang, dan tidak ada rumus yang pasti seperti ilmu matematika, karena setiap individu berbeda dan memiliki rumusan yang tidak akan pernah sama. Bagaimana mengatasi perasaan marah ataupun kesal pada orang lain. Tidak pernah ada guru yang mengajarkan kita. Kita pun merasa seperti seorang gagal ketika tidak mampu menghadapi jutaan karakter orang yang berbeda-beda, dengan keinginan yang tidak pernah sama.
Dua hal lain yang menjadi tugas besar kita dalam perjalanan hidup bermasyarakat adalah bagaimana menjadi orang yang sabar dan mampu memberikan kasih sayang kepada orang lain. Menjadi sabar? Bagaimana melatih kesabaran? Sama seperti matematika, untuk memiliki kemampuan berhitung, harus ada serentetan soal-soal cerita untuk mengetahui sampai sebatas mana kemampuan berhitung dan matematika kita.
Kesabaran, pun sama, harus ada serentetan ujian kesabaran, agar kita bisa semakin meningkatkan kemampuan kesabaran kita. Ujian kesabaran mewujudkan diri dalam segala masalah kehidupan, ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan yang ada, dan ketika apa yang kita inginkan tidak selalu bisa kita miliki. Masalah demi masalah silih berganti ada, perlahan tapi pasti, karena sudah terbiasa menghadapi dan mendapatkan latihan dan tes kesabaran, siapapun akan bisa menjadi orang yang sabar dan tak lagi terkejut jika mendapatkan ujian kesabaran, sesulit apapun itu, karena sudah mampu memahami pola-pola dan rumus untuk menyelesaikan ujian kesabaran. Memang, tidak ada lagi guru yang membimbing kita dalam melatih kesabaran, tidak seperti waktu belajar Matematika, ada guru yang dengan tekun mempersiapkan latihan-latihan Matematika bagi kita dan memberikan skor benar dan salah. Kini, beranjak dewasa, dalam sekolah kehidupan, kita, diri kita sendiri adalah guru yang membimbing kita sendiri. Dan masalah hidup menjadi latihan kesabaran yang nyata, dan hasil kualitas kesabaran itu akan terlihat dari tingkat kekebalan kita setiap kali menghadapi masalah dan perubahan. Memang tidak pernah ada yang namanya kursus Kesabaran, yang ada hanyalah kursus bahasa dan kursus pelajaran sekolah. Tapi untunglah, hidup itu tidak pernah kehabisan soal-soal dan ujian-ujian. Setiap detik, setiap abad, akan selalu ada masalah yang bisa kita jadikan sebagai latihan dan ujian untuk menjadi juara dalam jurusan kesabaran hidup.
Dalam proses melatih kesabaran, kita pun juga belajar untuk melatih kemampuan memberikan kasih sayang dan cinta dalam diri ini. Sudah ada rasa cinta dalam diri kita, tinggal diasah dan dilatih supaya lebih peka saja. Sama seperti kaki dan tangan kita. Sudah ada sejak lahir, bagi siapapun yang normal, dan akan berfungsi ketika sering digunakan dan dilatih. Jika jarang digunakan, kaki dan tangan akan kaku.
Sama seperti perasaan cinta dalam diri kita, jika jarang digunakan, lama-kelamaan akan kaku dan kehilangan fungsinya. Tapi bagaimana melatihnya, itu harus ada keahliannya. Lagi-lagi, tidak pernah ada kursus ”mencintai”, yang ada hanyalah kursus ”memasak” atau kursus ”membuat kue”. Dan guru yang bisa mengajarkan kita bagaimana cara mencintai, jarang ada, kalaupun ada, itu pun guru informal yang tanpa disengaja, mampu memberikan pelajaran-pelajaran praktis bagaimana mencintai seseorang dan mencintai diri sendiri. Namun, bersyukurlah, ada satu guru yang akan dengan setia mengajarkan kita bagaimana mencintai dalam hidup ini. Dia adalah diri kita sendiri. Kita yang akan menjadi orang pertama yang merasakan cinta dan mengenali cinta. Mana cinta dan mana yang bukan cinta. Dengan perasaan cinta yang terpendam dalam diri kita, kita pun mampu memahami seberapa dalam perasaan cinta dan seberapa besar perasaan cinta dalam diri ini.

Untuk semakin mengasah kualitas cinta dan kemampuan mencintai, dibutuhkan latihan dan ujian cinta. Latihan mencintai diri sendiri dimulai dengan memahami apa yang kita butuhkan dan apa yang membuat kita bahagia. Berawal dari latihan mencintai diri sendiri, melewati berbagai ujian untuk semakin menumbuhkan rasa cinta, kita pun mengerti pola-pola dan rumus untuk mencintai dan menumbuhkan rasa cinta. Seumur hidup, perasaan cinta terus kita latih hingga berkembang dan akhirnya kita mampu secara maksimal menyelesaikan segala macam ujian cinta, ujian untuk mengukur kualitas cinta kita. Dan ketika kita sudah lulus dan melewati tahapan-tahapan ujian cinta, kita pun ahli mengatasi segala ujian cinta yang akan menghadang di hadapan kita. Lama kelamaan kita pun akan mengerti bagaimana mencintai orang lain dengan baik. Tapi awal mulanya dengan berlatih mencintai diri sendiri dulu, secara otomatis, kita akan paham bagaimana mencintai orang lain, karena pada dasarnya setiap orang tidak jauh berbeda dengan diri kita. Setiap orang memiliki cinta dalam dirinya dan juga membutuhkan stimulus-stimulus untuk menumbuhkan rasa cinta itu. Kegagalan pun tak jarang muncul, dan membuat kita tidak yakin, apa iya ada cinta dalam diri kita itu.

Seperti otot yang perlu dilatih supaya tidak kaku, maka otot harus diberikan stimulus untuk bisa kenyal dan kuat lagi. Perasaan cinta pun demikian, cinta perlu distimulus, kadang dengan hal-hal yang menyakitkan dan menyayat hati, bertolak belakang memang, tapi inilah kenyataannya. Otot baru bisa terbentuk jika diberikan beban besi yang agak berat dan menyakitkan. Cinta pun seperti itu. Cinta hanya baru bisa terbentuk dengan sempurna ketika cinta diberikan stimulus yang menyakitkan yang kadang diluar dugaan dan rasanya seperti di luar batas kemampuan kita. Tenang. Walau kegagalan dan sakit karena cinta itu kita alami, itu akan menjadi pembelajaran untuk ujian cinta selanjutnya, dan prinsip yang selalu sama dalam pembelajaran apa saja dalam hidup ini. Awalnya memang membutuhkan proses untuk mempelajari cinta dan rumus-rumus cinta, menjalani latihan berkali-kali, salah, ulang lagi, salah ulang lagi, belajar dari kesalahan, lalu menjalani ujian cinta, lalu akan ada hasil nyata seberapa besar kualitas cinta dapat kita asah dalam hidup ini. Hingga ajal nanti, ketika nafas berhembus, barulah kita bisa mendapatkan nilai dari kelas cinta yang sudah kita jalani sepanjang hidup.

So, apakah sudah siap mengikuti kelas cinta dan menyelesaikan latihan-latihan soal cinta? Kalau sudah siap, jangan lupa, bawa perlengkapan yang diperlukan : sebidang hati dan perasaan, setumpuk kesabaran, dan sebundel keberaniaan untuk terus berusaha dan berusaha. Gagal itu hal yang wajar, yang terpenting adalah tahap selanjutnya, untuk selesaikan dengan tuntas ujian-ujian cinta dengan level yang semakin hari akan semakin meningkat derajat kesulitannya.

Anyway, selamat hari kasih sayang, walau sudah lewat beberapa hari. Budaya hari kasih sayang, patut dihormati, karena mengingatkan kita untuk selalu belajar dan tidak madol dalam kelas atau kuliah ”cinta” yang memang rasanya sulit dan ngejelimet, tapi mau dong dapet cum laude setelah lulus dari fakultas ”cinta” dan ”kehidupan” ini. Masa sesulit apapun akan menjadi masa terindah ketika kita bisa melewatinya nanti. So, ayo dong, bercinta, eh mencinta maksudnya teh.
Saat ini kudatang menghampiri belahan jiwa
Entah mengapa rasa hatiku kau dan aku ada sesuatu
Di saat engkau bicara sangat dekat di wajahku harum nafasmu bagaikan bunga senyum di hatiku
Aku datang untuk engkau. Karna engkau ku jatuh cinta. Bila sang cinta tumbuh di hati kita. Mengapa tak kau ucap sekarang. (Melly .G)

No comments: