Tuesday, June 13, 2006

Hari Ketiga

Jakarta, 13 Juni 2006

Hari ini hari ketiga diri menangis tiada henti, kejer, deras, seperti aliran lautan samudra, mulai perih rasanya, bengkak euy. Tapi ada makna yang diri ini dapat. Makna kebenaran, makna penghargaan bagi diri ini. Selama ini terlalu cuek pada diri, terlalu sibuk dengan diri lain, dan akhirnya lelah menjadi diri berbadan dua, berwajah dua, dan berjiwa dua (mungkin). Siapapun sumber kederasan air mata ini, itu tidak penting. Maknanya ada dari dalam diri ini. Bahwa ternyata diri harus lebih mengerti bagaimana cara menabur kasih dan merajut keadilan bagi diri sendiri, bukan keadilan demi yang lain. Persetan dengan rasa empati. Enyah saja kebodohan untuk menjadi simpati pada ketidakberdayaan. Kadangkala, itu semua palsu. Topeng belaka.

Walah, mulai sinis lagi nih.
Terima kasih, air mata.
Diri percaya that there must always be bless in disguise.
Seperti deraian air hari ketiga ini.
Terima kasih untuk seorang sahabat yang sangat senang bercerita, mendongeng mengenai perjalanan hidupnya, anak laki-laki kecilnya yang lucu dan menggemaskan yang mulai bertingkah aneh-aneh menjelang kehadiran adiknya yang masih ada di dalam rahim sahabatku ini.

Tadi sore, aku dan dia duduk berdampingan. Dia yang memberikan ketenangan dan keceriaan, dan syukurlah dia pun merasa tenang berada di dekatku. Ada hubungan menyenangkan di antara kami. I need her and she also does. It`s so amazing. Tidak sering aku bisa mengekspresikan deraian, selain kepada bantal setia dan wajah-wajah orang lama yang sudah bertahun-tahun mendampingiku. Selamat, dialah sahabatku selanjutnya. Sahabat adalah seseorang yang bisa membuatku tiba-tiba ingin menangis di hadapannya. Tidak menyesal dan tidak merasa bodoh sudah menangis di depannya. Terlalu indah malah bisa ditemani si wanita buncit ini. Hitungan hari menjelang cuti melahirkan dia. Bakal sepi deh. Ya, life must go on.

Kemarin kejer dengan seseorang, dengan kemampuan terapi kognitifnya, membuat kejer minta ampun. Hari ini kejer dengan seseorang yang tadinya hanya sekedar menyeletuk-nyeletuk saja, tapi ternyata dia juga ahli dengan terapi perilaku dan terapi psikologis bagi si penangis ini. Hehehehe. Asli, diri tidak menyesal tadi udah menangis dan mampir ke kostnya untuk sekedar cuci muka. Dengan foam lembut Dove, mencoba menghilangkan lebamnya mata ini.

Kalau mau blame the hormone, bisa saja, yeah, tidak disangka-sangka, air mata muncul lagi karena datangnya si M, ini sepertinya sebuah alasan dibuat-buat saja. Tetap saja, ada sesuatu yang mengaduk-aduk kondisi emosi ini, ada deraian dan derasnya segelempuk cairan, gelora, yang tidak bisa terbendung lagi. Ingin meledak, tapi tak kuasa, ingin menampung, tapi tak cukup, alhasil keluarlah segala gejolak-gejolak ini.
Selamat berjumpa lagi, hormonku, sudah hari ketiga, dan diri seperti learned helplessness dengan kondisi fisik sendiri, lucu memang, tapi this is the fact, tidak gampang ternyata untuk bisa memahami diri sendiri. Apa jadinya jika jalan terlalu berliku-liku dan diri tidak kunjung menemukan ujung jalan yang akan ditempuh dan dipijaki.

********
Benar juga apa kata Mundzir, “setiap orang sebenarnya mengalami pengulangan yang sama dalam perjalanan hidupnya, ada pola yang terus berulang terjadi dalam dirinya, entah dari masalahnya, pola pikirnya, atau bentuk kesulitan yang menyita pikiran dan energinya..” walah, bener buanget! Bukan hanya hipotesa kelas teri yang bisa diabaikan. It`s so true in my case. Kalau mau review ulang, most of my problem will end up with tears, then I will be laughing to my past tears, and vice versa.

Ada kumpulan tears yang heboh-heboh dan kalau diingat-ingat lagi kok jadi nggak peting dan nggak banget deh untuk situasi saat ini.
Pas zaman kuliah, dan jadi coordinator seksi acara, acara games lempar-lemparan telor berakhir dengan rusuh dan chaos, peserta yang sebagian besar adalah alumni, komlain habis-habisan. Di kegelapan taman, tanpa lampu (bayangkan), dan my team prepared a games oper-operan telor untuk melatih keseimbangan dan kekompakan. Huehehehe….itu games yang rada riskan dan kalau salah mengoper, telor akan pecah dan melumuri pakaian dan tangan, targetnya : supaya bau amis bagi si penceroboh. Chaos pun terjadi. Gelisah mulai datang dan panic euy. Coba untuk tenang. Tenang, tenang, ayo tenang. Dan alhasil, ngibrit juga ke balik semak-semak, dan ada tears karena kesal kenapa acaranya jadi chaos. Tears, tears, blame alumni kenapa sih nggak menghargai karya adik kelasnya sendiri, dan blame kenapa sih nggak berani tampil di depan umum untuk menjadi seorang presenter dan membawakan suasana acara menjadi lebih asoy. Nah itu tears pertama yang bisa dibahas.
Tears selanjutnya, sama juga, waktu jadi wakil ketua panitia di organisasi gue aktif. Tiap kali rapat, semua berisik nggak ketulungan, ketua pun bingung. Dan hasil tidak maju-maju. Hasil rapat stuck di satu titik dan tidak mengalami kemajuan. Di satu malam, kutelpon seorang senior, curhat abis-abisan. At that time, berpikir negatif, idih kok gitu sih bukan saling membantu malah ngegerecokkin, emang enak apa. Kalau apa suatu hari elo ngerasain di posisi gue, mateng lah yao. Ini tears kedua yang agak berlebihan juga.
Tears ketiga, pas masih bareng dua orang cowok nyebelin, satu gendut pendek belagu tapi tajir dan nggak sombong, satu lagi jangkung childish ngokar melulu tapi ternyata gue pun bisa selama 4,5 jam ngobrol sama dia di telpon. Waktu itu gue diisengin melulu dan dikata-katain, istilahnya di”bullying”, just because ada 1 lagu mengisahkan tentang seorang anak yang sayang mamanya, emosi gue meledak, tears pun muncul. Mereka berdua bengong melihat betapa hebat efek lagu kisah anak dan mama itu membuat gue berlari ke taman sekolah dan melihat papan pengumuman. Dan mohon maaf, again, gue nangis J . Lucu euy. Ini tears yang kalau diinget rasanya mau ketawa dan setiap kali nostalgia pasti ngakak gila-gilaan ampe keluar air mata.
Next is tears ketika berantem dengan seorang dosen senior yang menjadi pembimbing skripsi. Ceritanya begini, saking menggebu-gebu ingin cepet wisuda dan pergi ke negri Panda, rajin-rajin-rajin nulis skripsi, tiap malam nanya kapan dia bisa ada waktu baca skripsi itu tuh. Suatu hari, jam 3 pagi, subuh, I sent her a short message yang meminta dia untuk baca skripsi gue. Ga dibales juga. Besokannya gue nekad, gue telpon dia. Then gue dibentak-bentak ampe dia teriak-teriak, ngamuk siap cakar gue kali dan mau nerkam. Haumm….dan all night long, nangis! Gue terancam nggak lulus karena dia udah marah dan ngamuk dengan sms gue di jam 3 subuh itu. Iya sih gila juga yah. Beberapa hari kemudian, gue temui dia dan say sorry glek…nggak ketinggalan tentunya tears kesayangan gue. Dan kami pun berdamai dan sampai saat ini, she is so caring to me.
Last tears, adalah kisah 3 hari ini. Nggak nyangka oi, setiap fase kehidupan ada tears yang menemani dan melengkapi alur cerita supaya menjadi lebih perfect atau lebih greget lagi buat perjalanan hidup ini.
Ada tears lain yang seperti menjadi santapan rutin : konflik dengan orang rumah, abis itu baean, konflik dengan temen sekolah abis itu jadi sahabatan deket ampe kayak amplop dan tempelan lemnya. Lalu tears pas tau kalau cowo yang gue tunggu ampe ampir 4 tahun, udah mau nikah bo, then tears waktu ketemu macem-macem kejadian simple tapi dibuat jadi complicated, saking terinspirasi dengan kisah-kisah sedih di serial drama yang pernah gue tonton.

**********
Inspirasi, membuatku bernafas.
Nafas terengah-engah tapi pasti.
Di saat kepastian tidak kunjung datang, ada sedikit harapan.
Kali aja harapan bisa menjadi kenyataan?
Nyata sekali sekarang kalau ada keganjilan dari semua ini.
Ganjil rasanya jika belum memahami semua alur kisah yang ada di sukma dan pikiran dan logika dan juga memori ini.
Kisah akan bergulir sampai mati nantinya.
Sampai mati dan lahir kembali di kehidupan selanjutnya.
Asoy, bisa hidup lagi nanti di kalpa yang baru.
Asik, bisa menikmati gadget (mungkin?).
Dan amin, karena bisa berdetak jantung ini berkat inspirasi.
Kekuatan yang tidak ada batasnya pun akan terbatasi oleh lorong-lorong kekeruhan.
Keruhnya hati membuahkan keruhnya hidup.
Hidup tanpa alunan damai seperti makan nasi hambar tapi penuh daging.
Janjiku pada inspirasi.
Satu, kuingin mengesakan dirimu.
Dua, kuharap bisa mengadili keadaan dan menentukan keberadaban yang sesungguhnya.
Tiga, menyatukan semua sinergi ide dan kisah yang tergabung menjadi satu paket.
Empat, mana yang terbanyak dan akan dipilih untuk diputuskan?
Lima, kembali menjadi adil bagi diri sendiri.
Semboyan indah, tapi sulit terjalani.
Banyak inspirasi, banyak rezeki.
Banyak rezeki, banyak kesempatan.
Banyak kesempatan, banyak sela.
Banyak mikir, banyak mabok.
Banyak mesensi, banyak nangis.
Banyak ngeluh, banyak bocor jiwa.
Sudah malam, dewi inspirasi, ini karya di halaman ke tiga kurang, di hari ketiga tears berkumpul menjadi satu.
Siapapun sumber tears, atau apapun sumber tears, ya nggak rugi jugalah, sudah sempat mengenal ….. à (ada telpon masuk) dari sahabat terbaiknya.
- satu sahabat gue, baru aja telp, mamanya masuk ICU, ada pembuluh otak yang pecah-
**********

No comments: