Monday, March 17, 2008

Ujian Kesabaran - Semester Ganjil

UJIAN “KESABARAN” Semester Ganjil

Objective : Setelah mengikuti program ini maka siswa diharapkan dapat semakin sabar dan meningkatkan pengendalian diri dan siswa mampu mengenali tingkatan kesabaran masing-masing.

Kurikulum : praktek menunggu giliran, praktek menghadapi berbagai karakter orang, praktek menahan keinginan dan ego diri sendiri, dan praktek menjaga emosi supaya tetap stabil walaupun situasi sudah sangat panas dan memancing emosi.

Bahwa hidup adalah proses. Semua ada waktunya. Tidak mungkin hari ini menanam pohon, besok langsung berbuah. Dan kenyataannya, segala hal dalam hidup ini bener-bener membutuhkan proses. Cinta baru tumbuh dengan subur ketika melewati proses-proses yang berkesinambungan. Kekuatan hati dan jiwa terbentuk setelah melalui proses-proses jatuh bangun berkali-kali. Begitu juga kesabaran, perlu dilatih, dan perlu proses untuk membentuk kualitas sabar yang sempurna dan mantap.

Ceritanya begini, bulan ini menjadi bulan saya menjalani banyak sekali latihan, ujian, pr dengan tema utama : kesabaran. Hanya karena ada latihan dan ujian ini, barulah saya bisa mengetahui sampai sejauh mana skor dan nilai kesabaran saya. Kalau ada guru yang bisa mengajarkan mata pelajaran “kesabaran”, saya percaya, itu mata pelajaran yang bakal menguras emosi dan bakal membentuk karakter banget. Berikut ini adalah beberapa latihan dan soal-soal kesabaran yang saya sudah selesaikan dan sudah ada skornya juga :

1. Setting : Sebuah toko elektronik. Kondisinya begini : ada penawaran untuk membeli barang elektronik dengan cicilan 3 bulan, boleh dicicil tapi harga lebih mahal totalnya nanti. Lalu saya putuskan, ok, saya mau cicilan aja yah Mas. Oow. Waktu saya tinggal 5 menit dan saya sudah ada janji lagi. Jantung mulai ga sabar menunggu. Mas, cepetan nih aku ada janji, kata saya pada penjaga toko itu. Lalu penjaga toko mulai stress, ternyata error dengan mesin kartu kreditnya dan sudah 15 menit waktu berlalu. Saya mulai spanning. Duh, ga bisa yah mas, nggak bisa? Gimana sih, aku buru-buru nih, desak saya. Dan penjaga toko mulai panik, tapi bon sudah diprint out, bisa saja saya batalkan pembelian itu, tapi kok nggak pingin juga seperti itu. Dengan santainya, penjaga toko itu pun bilang : bayar biasa aja deh yah Mbak, nggak usah cicilan? Hah, dalam hati saya. Ya udah deh, cepet cepet, cepet cepet, aku telat nih!!! Dan bergegaslah saya tinggalkan toko itu. Hasilnya : saya tidak jadi beli dengan sistem cicilan, saya sudah marah-marah karena tidak sabaran, dan saya terlambat dengan janji saya selanjutnya. Kesal? Ya iyalah! Skor kesabaran saya : masih C minus. Wah bisa bikin IP drop nih kalau ada mata kuliah yang nilainya C minus. Ya sudah, belajar dari pengalaman : lain kali, kalau ada janji, saya lebih baik tidak melakukan hal lain yang bisa menyita waktu, dan sepertinya patut dimaklumi teknologi banking tidak gampang juga untuk dikuasai. Waktu mengerjakan soal-soal ”kesabaran’ ini, sebenernya point-point yang harus dilewati sudah jelas : menunggu, sabar menunggu, dan tenang aja mustinya. Masalahnya karena ada janji mepet aja makanya jadi nggak sabar. Dan kenapa kita nggak sabaran? Karena kita selalu ingin apa yang kita harapkan tuh terjadi. Sebelum ke toko itu, saya menargetkan hanya 5 menit saja sudah harus selesai transaksi, dan itu versi saya, tapi kenyataannya dibutuhkan proses 20 menit untuk selesaikan transaksi itu.

2. Setting : Bengkel Otomotif. Kondisinya begini : dengan waktu yang terbatas, hanya 1 jam saja, saya harus bereskan semua urusan klaim kendaraan dengan pihak bengkel dan asuransi. Dan again, saya harus menunggu lagi, dan melihat gerak-gerik penjaga bengkel yang pelan dan lambat, duh caranya menekan tombol telpon begitu pelan, ya ampun, iya sih itu bapak sekitar 40 tahunan. Awalnya, saya bertahan saja untuk sabar, sambil sesekali melihat ke arah jam dinding. Masih ada 30 menit lagi. Tik tak tik tuk...waktu berlalu, sudah hampir 40 menit saya menunggu, tapi bukti klaim masih belum jadi juga. Waktu ujian ”kesabaran” pun dimulai. Saya bangkit dari duduk, menghampiri petugas bengkel. Udahan belum pak? (dan ini 4 kali saya bertanya seperti ini). Bentar bentar bentar... Ok..saya tunggu. Belum juga. Dan waktu sudah molor 30 menit dari perkiraan saya dan sudahlah, rencana berantakan. Respon terakhir : kok lama sih, Pak, biasanya kalau sama bapak yang ”itu” cepett...! Ups. Bablas juga deh, dan skor kesabaran saya kali ini, lagi-lagi : C, tapi C polos. Owalah. Sumber masalahnya pun sama, apa yang membuat saya kewalahan menyelesaikan ujian kesabaran adalah waktu. Ketika kepepet waktu, ketika memasang dateline, tanpa sadar, sulit untuk tenang dan sabar. Padahal semuanya kan butuh proses. Selamat. Saya dapat C untuk soal nomor 2 ini.

3. Setting : Mobil, dalam perjalanan tol panjang. Sabtu lalu pertama kalinya saya ke daerah Pamulang, butuh hampir 2,5 jam untuk kesana, dari arah Mangga Dua. Karena sedikit buta jalan, dari Mangga Dua, saya menuju ke arah Senen, eh tembusnya ke Kelapa Gading, dan masuk pintu tol, lalu lewati lagi Mangga Dua (Woof...sumpeh deh, insting memilih arah jalan mendadak jadi tumpul banget). Lalu hujan deras di Slipi, lurus terus menuju arah BSD City. Cukup lancar, dengan tanya beberapa orang di jalan, akhirnya sampai juga di lokasi yang saya tuju, Villa Dago Pamulang. Dan waktu itu sudah Pk 13.30. Di hari itu saya memperkirakan Pk 15.00 sudah bisa pulang ke rumah, tapi molor. Dan Pk 16.00 baru bisa ke arah balik. Teman saya sudah menelpon saya kapan siap pergi untuk hangout... dan saya belum kabari. Perjalanan pulang pun dimulai. Dari Pamulang menuju arah Mangga Dua. Kiri atau kanan? Ok Kiri. Eh ternyata macet!! Puter balik ke kanan. Lalu saya masuk pintu tol, dan keluar di Fatmawati untuk drop satu rekan. Macet banget menuju pintu tol selanjutnya, tapi tenang, bisa sambil nelpon. Saya pun nelpon dengan santai dan kejadian lagi, mustinya ke arah Bogor Ciawi dan saya kebablasan ke arah Bandung. Saat itu bawaannya sih mau nyalahkan suasana, coba gue nggak nelpon! Tapi sudahlah udah kejadian. Dan keluarlah saya di pintu tol Tanjung Priok. Hm...tenang, ga jauh lagi sampai Mangga Dua. Kok kanan kiri semuanya truk tenker yang besar-besar. Dan udah bisa tebak : saya salah arah dan itu menuju pelabuhan barang Tanjung Priok dan menuju arah Cilincing. Duh puter lagi, macet banget. Puter sana sini tibalah di satu jalan namanya Jl. TIPAR CAKUNG. Macet sekali, nggak berkutik. Saya telpon kawan saya yang rumahnya dekat situ, dan dia bilang, harusnya saya puter balik. Ya udah lurus terus dan cari jalan dan ketemulah Kelapa Gading yang macet padat. Dari situ langsung masuk tol lagi menuju Mangga Dua. Hmm tenang lah saya. Dikit lagi sampai. Tapi belum sampai disitu, ketika sudah menuju pintu gerbang, ternyata pintunya ditutup dan harus puter balik lagi sekitar 1 km, puter lagi. Dan emosi sudah bergejolak. Saat itu sudah Pk 19.30. Dan bubarlah semua rencana awal saya untuk bisa pergi dengan teman saya Pk 18.00. Saya baru sampai di rumah Pk 20 kurang. Walah walah, ujian kesabaran kali ini, paling ngaco, karena belum belajar sungguh-sungguh, karena kurang tidur, kurang konsentrasi, dan karena asal-asalan aja mencari jawaban dan solusi. Bisa dibilang skor untuk ujian di setting ini adalah D. Dan ini harus ngulang lagi, supaya bisa lebih menguasai.

Ketiga soal ini masih soal ringan dalam mata kuliah ”kesabaran” sebelum menuju semester yang lebih tinggi lagi, untuk bisa lulus jadi sarjana ”sabar”.

Conclusion : Mata kuliah ”kesabaran” ini melatih siswa untuk terbiasa menunggu, dan terbiasa melewati proses-proses kehidupan. Dari bayi hingga dewasa, butuh proses bertahun-tahun. Lalu dalam hal karir, untuk bisa sukses, ada proses-proses yang harus dilewati, nggak mungkin hanya dalam hitungan jentikkan jari langsung jadi orang besar, nggak mungkin hanya dengan berdoa lalu langsung jadi raja. Dalam hal cinta, juga sama, nggak mungkin, hanya dalam hitungan singkat, langsung bisa menghasilkan kualitas cinta yang tinggi dan dewasa. Banyak proses yang harus dilewati untuk bisa membentuk cinta yang berkualitas, cinta itu harus diuji, Bung! Ungkap seorang pujangga cinta. Yang terakhir, tak kalah pentingnya, kualitas iman beragama pun membutuhkan proses yang harus terus berkesinambungan. Dibutuhkan latihan dan soal-soal dan ujian nyata untuk makin meningkatkan kualitas keyakinan dan iman kita, dalam segala ajaran agama, selalu diingatkan, nggak mungkin kalau hidup itu bebas dari kesulitan dan masalah. Banyak yang berbondong-bondong jadi rajin beragama karena satu alasan : mau bebas dari masalah hidup. Yang terjadi, bukan begitu! Karena beragama bukan itu tujuan utamanya. Kalau semua yang beragama, dengan hanya berdoa terus lalu langsung bebas dari masalah dan hidupnya langsung sempurna tanpa sedikitpun kesulitan hidup, saya yakin, berani yakin, tempat ibadah sepi! Tapi, bukan berarti kalau kita berdoa, masalah hidup nggak selesai yah. Kita sering berdoa : semoga saya menjadi orang yang lebih tegar dan kuat menghadapi hidup ini, dan menjadi orang yang sabar dan semakin berkualitas baik. Jawabannya : tiba-tiba muncul masalah bertubi-tubi. Refleks kita bertanya : kok doa saya malah seperti ini, kenapa malah banyak masalah setelah berdoa. Loh, inilah jawabannya, kalau mau jadi manusia yang makin tegar dan kuat, harus mengalami masalah dan kesulitan hidup dulu, supaya iman bisa terlatih dan supaya jiwa bisa makin tahan banting. Dulu, saya berdoa : semoga saya bebas dari masalah, donk.... Dan yang terjadi : masalah masih tetap ada dan nggak mungkin saya lari dari masalah. Lalu saya pun diajarkan untuk mengganti isi doa saya menjadi : semoga saya mampu tegar dan kuat menghadapi masalah hidup saya dan semoga saya bisa lebih bahagia lagi dan bisa membagikan kebahagiaan saya pada orang banyak nantinya. Doa itu bukan hanya untuk diri sendiri saja, ternyata! Tapi juga untuk orang lain. Related to topik ”kesabaran”, untuk bisa menjadi orang yang makin sabar, memang harus dan musti berhadapan dengan banyak rintangan dulu, supaya bisa teruji sampai di mana kesabaran itu. Di hidup keseharian ini, begitu banyak orang yang tidak sabaran dan tidak menikmati proses, dan setiap hari ada ladang untuk melatih kesabaran. Mau jadi orang yang lebih sabar? Nikmatilah kemacetan kota Jakarta dan ruwetnya lalu lintas yang makin menggila saja. Kalau bisa sabar menghadapi kondisi macet dan tetap tenang walaupun sudah 2 jam terjebak di jalan tol yang tidak bergerak, pastinya skor kesabaran meningkat. Tapi kalau masih keluar makian-makian dari kasar sampai lembut, berarti masih harus belajar ulang dan latihan lebih banyak lagi, supaya bisa makin meningkat kualitas kesabarannya. Ok, untuk pembahasan kali ini, kira-kira ini dulu yah, saya udah nggak ”sabar” nih mau isi perut yang kelaparan (kalau soal kebutuhan primer makan seperti ini, bukan ujian kesabaran lagi, kan?)

Regards,
Maeya
Maerose11@yahoo.com

No comments: