Friday, March 21, 2008

Film Indonesia Bangkit dari "Kubur"

FILM INDONESIA : BOMBARDIR SEKS, HANTU, DAN KEKERASAN PADA PEREMPUAN

Saya terbakar! J Yes, I do love Indonesian Movie, tapi siapa sangka banyak yang mencerca film Indonesia, salah satunya dua orang sahabat saya. Halah, sayang-sayangin aja buang duit nonton film Indo, film Indo kan basi konyol jayus, paling setan-setanan doang. OK. Ya sudahlah, teuteup saya cinta film Indonesia, kecuali film bertema hantu, saya takut hantu, saya tidak percaya adanya hantu, dan kalaupun memang ada hantu saya tidak berminat untuk mengetahuinya lebih jauh.

Back to topic : ”Saya terbakar! Emosi saya terbakar waktu nonton dua film terbaru di bioskop : dua film Indonesia yang sengaja saya bela-belain untuk nonton, tapi saya kecewa” Film Indonesia apa iya hanya begini saja? Penurunan kualitas pesan yang mau disampaikan. Dan film masih terjebak pada polemik permintaan pasar lah, minat penonton pada tema tertentu lah, atau trend yang lagi ”in” di para penonton.

Nggak jauh-jauh, pasti :

Seputar Seks. XL, Quickie Express, DO...(dan adegan seks menjadi adegan yang “menjual” dan membuat penonton akan terkesan, oh gosh, apa iya Cuma seks yang bikin orang memaknai hidup)

Seputar Hantu. Segala jenis pocong, kuntilanak, rumah hantu, halah! Yang lain kek! (gila aja semakin banyak anak-anak suka paranoid tiap kali mau ke kamar mandi dan semakin banyak orang dewasa jadi percaya hal-hal mistis, ke dukun biar cepet kaya lah, atau nyalahin kondisi mistis tiap kali lagi alamin apes).
Seputar Pergerakan dan Kebangkitan Perempuan. Berbagi Suami, Perempuan Punya Cerita.

Seputar Kisah percintaan. Love (it`s nice, ini baru OK), Ayat-ayat Cinta (ini juga ok, tapi kok jadi melegalkan poligami dan kekerasan pada perempuan?), AADC (saya suka Nicholas Saputra, sosok lelaki muda berkarisma tenang tapi berisi dan memaknai cintanya pada perempuan muda bernama Cinta), Butterfly (soundtrack keren, tapi film garing dan gersang makna), Otomatis Romantis (biasa banget sebenernya, tapi cukup fresh dan nggak jayus), 3 Hari Untuk Selamanya (karena ada Nicholas Saputra, maka sukalah saya dengan film ini, though, adegan seks menjadi adegan yang lagi-lagi melegalkan seks itu...)

Seputar Komedi Cinta. Ini jagonya Hanung soal film beginian : Jomblo, Get Married memang lucu dan segar lucuannya dan tanpa harus bergantung pada adegan seks, tapi film-filmnya bisa menghibur.

Film Indonesia Kehilangan Jati Diri? Itu terbukti dari caranya memasang adegan seks. Tontonlah 100 dvd bajakan film Barat dan pastinya akan selalu ada adegan seks/ ranjang di dalam film itu. Sedih sekali, kalau ternyata sineas Indonesia mengacu pada film-film Barat seperti “American Pie” (yang terbukti sukses berat) atau segala jenis romantic comedy ala Barat yang identik dengan “One Night Stand”, “Sex Is a Game”, “Divorce is Normal”, atau “Affair is OK for a relationship”. Iya. Nggak munafik, adegan seks memang fun to see and fun to watch. Bikin berimajinasi macam-macam, secara, kan kalau belum menikah, belum boleh melakukan lebih dari sekedar berimajinasi soal seks. Apa buktinya adegan seks menjadi adegan yang selalu menghiasi film-film? Mari kita bongkar.

Quickie Express (kerjaannya Joko Anwar) menampilkan adegan horney dan adegan ketika tiga gigolo muda memberikan pelayanan seks bagi para tante girang. Waktu saya nonton ini, kontan, tertawa terpingkal-pingkal, apalagi kalau liat tingkah Aming waktu beradegan dengan Ria Irawan. Tapi apa solusi buat tokoh yang dimainkan oleh Tora Sudiro? Masalah awalnya : nggak ada duit, so jadi gigolo, tapi dia sadar kalau hidupnya bisa lebih berarti tanpa harus jadi gigolo, lalu apa solusinya supaya bisa punya duit? Solusinya : jadilah seorang hunter gigolo. Tokoh Tora pun nggak jadi gigolo lagi, tapi jadi tukang germo gigolo. Halah.

DO. Ups film India banget nih. Dr.Boyke, please deh ah, pertama : Dr.Boyke mencorengkan image seorang dekan fakultas Psikologi (hm…dan saya harus menceritakan ini kepada almamater saya), ada beberapa scene yang bagi saya memberikan pesan menyesatkan. “Hah, elo belum pernah ML?” “Hah, elo masih perjaka…..(dan si pemain utama wanita berteriak) Woi....ada yang masih perjaka ternyata...” Kedua: pemain di film ini dianggap aneh, kuno, dan payah banget, karena...dia belum pernah melakukan hubungan Seks.

XL. memang nggak banyak adegan seks, tapi dialog andalannya adalah “emang ITU elo sepanjang apa...” dan di usia menjelang dewasa, seks seolah menjadi sesuatu yang WAJIB harus dialami sebagai bukti identitas diri yang mantap. Nggak dibahas banyak soal faktor lain yang bisa membuat kaum dewasa muda bisa lebih percaya diri, selain : punya “ITU” gede dan ngerti “TEKNIK GITUAN” dengan berbagai gaya.

3 Hari Untuk Selamanya. Pun, ada adegan seks, ketika Nicholas dan pasangan mainnya berhubungan badan, padahal mereka masih sepupuan, dan baru 3 hari bersama. Lagi-lagi, ini terbawa pengaruh dari film mana yah? Adegan seks seolah menjadi puncak klimaks dari cerita perjalanan selama 3 hari itu. Pesan penting yang “kena” banget buat saya waktu Nicholas menceritakan kalau umur 27 tahun itu umur yang menentukan hidup seseorang, Kurt Cobain meninggal di usia 27 tahun, Sukarno mulai berpolitik di usia 27 tahun, dan ada lagi yang lain (saya lupa...).

Ayat-Ayat Cinta. Bagus, keren, settingnya bagus, dan pesannya kena. Iya, kena banget : kalau ternyata si Fahri begitu “sempurna” karena dia begitu baik, dan dia bisa menyelamatkan seorang perempuan dengan menjadikannya sebagai istri kedua. Terhenyak saya, waktu melihat ada headline di surat kabar, seorang mentri menonton film AAC dan merasa begitu terharu. Oh, terharu di bagian mananya, Pak? “Saya terharu dengan istri pertama Fahri yang bisa ikhlas menerima kehadiran istri kedua dan bisa ikhlas menjalani poligami”, jawab si tokoh negara itu. Oh, terharunya di bagian itunya, saya kira terharu melihat perubahan kualitas dan teknik pengambilan gambar atau editing dari film AAC itu.

From Bandung With Love. My favorite scriptwriter : Titien Wattimena, dan saya berani yakin ini pasti bagusss sebagus film LOVE yang bisa menghibur tanpa harus mengandalkan adegan atau dialog yang mengarah pada “seks”! FBWL harusnya belum selesai, karena membuat rancu pesan dari film itu. Awalnya dibahas kalau hampir semua lelaki pasti selingkuh, dan tokoh VEGA kemakan omongannya sendiri, akhirnya dia nggak tahan untuk selingkuh dengan lelaki. Akhirnya VEGA diputusin pacarnya, dan ya udah katanya, Life must go On, VEGA belajar dari kesalahan. Dan pesan akhir dari film itu : hehehehe terbukti kan, nggak Cuma cowok aja kok yang selingkuh, cewe juga selingkuh tuh! Ya, jadi, boleh kalau selingkuh dalam satu hubungan? Karena toh udah pernah diangkat juga ke layar lebar? Plus, lagu-lagu pun laris manis ketika bahas soal “selingkuh” : Selingkuh Sekali Saja, Selingkuh Itu Indah, Tak Selamanya Selingkuh Itu Indah, Kekasih Gelapku....bla bla bla..

Bukan Bintang Biasa. Yang nulis : Titien Wattimena juga. Menurut saya bagus, dan enak untuk ditonton, tapi orang film jebolan IKJ, ada yang baru 10 menit, langsung keluar dan nggak lanjut nonton lagi. Hehehe. Namanya juga selera, tapi saya tetap suka. Mengangkat permasalahan remaja dari sisi yang positif dan nggak terlalu muluk-muluk. Dan ada Raffi Ahmad!

Perempuan Punya Cerita & Berbagi Suami. Nia Dinata jagonya soal topik begini. Mengangkat wacana yang hampir semua sudah tahu, sebenarnya, but masih terjebak pada lingkaran itu-itu saja, iya ok perempuan itu jadi korban kekerasan, dan iya perempuan itu hanya jadi obyek saja dan iya perempuan selalu diinjak-injak dan nggak dihargai. Lalu apa solusinya? Apa solusi supaya tidak ada lagi tindakan kekerasan pada perempuan? Sedangkan film yang beredar dan diproduksi selalu menjadikan perempuan sebagai obyek dan diperkuat banget dengan adanya adegan ”seks” atau dialog yang mengarah ke ”seks”.

Anyway, jadi tukang kritik memang kerjaan paling enak, tapi cobain aja luh kalau elu yang dapet tugas untuk bikin film yang bisa meraup banyak penonton, dengan budget misalkan 2 M, tapi bisa menjamin akan datang beribu-ribu penonton, dan at least bisa bertahan di bioskop sampe 2 bulan, gitu. Iya, but still, kalau ada kesempatan memegang budget 2 M untuk bikin 1 film, kenapa nggak bikin film yang bisa menjawab permasalahan hidup dan sekaligus bisa menghibur? Contoh film yang menjawab permasalahan hidup saya, contoh misalnya : Pursuit of Happiness nya Will Smith atau Devil Wears Prada J ya ini opini subyektif saya, itu dua contoh saja, ada dua film yang bisa jadi reference untuk membangkitkan semangat orang selesai menonton film itu.

Apa yang saya secara pribadi alami setelah menonton deretan film Indonesia? Saya berspekulasi akan efek – efek berikut ini setelah menonton film-film ini adalah :

1. Seks Bebas menjadi hal biasa dan nggak tabu lagi, nggak peduli di negara agama kek, di negara komunis kek, karena adegan seks membuat penonton jadi ”horney” secara nggak langsung (eh, iya saya sih iya banget waktu liat adegannya Nicholas Saputra di 3 Hari Untuk Selamanya), dan pola berpikir masyarakat akan bener-bener berubah 180 derajat, soal seks. Seks nggak lagi dianggap tabu! Kenapa sih harus anggap seks itu tabu. Ye, jelas-jelas, tauin aja remaja ABG SMP, SMA, Mahasiswa itu kalau lagi jatuh cinta, dunia milik berdua, jadi penasaran mau cobain ”seks”, nah emang udah ngerti cara pake kondom atau cegah kehamilan? Syukur-syukur ga hamil, kalau ampe hamil? Ya udah, ga usah sekolah lagi atau ya udah gugurin aja tuh kandungan, beres kan!

2. Perempuan akan bangkit dan nggak mau lagi jadi korban kekerasan rumah tangga. Perempuan akan menentang perkawinan poligami atau justru akan tutup mata pada kenyataan. Ya udah lah memang udah nasib, nggak usah dikutak kutik deh, kalau ternyata poligami itu suatu keharusan dan kewajaran alam semesta dan kan dianggap sah-sah aja kan dari beberapa sisi? Dan akan semakin banyak LSM perempuan untuk membela hak perempuan. Tapi kapan bisa terdengar ada LSM Lelaki untuk membela hak lelaki dan mengingatkan apa peranan lelaki di bumi ini?

3. Jumlah perjaka dan perawan ting-ting bisa semakin meningkat atau justru menurun? Dan jumlah pernikahan akibat hamil di luar nikah akan makin meningkat atau justru merosot? Lalu jumlah pengunjung Mak Erot/ Mak Siat akan makin meningkat atau menurun? Bagaimana dengan tingkat kepercayaan diri lelaki ketika ”itu”nya dianggap iii (imut imut impoten) (taken from film DO)? Bagaimana dengan tingkat poligami di Indonesia? Bagaimana dengan tingkat kasus perselingkuhan yang diikuti dengan kasus perceraian di Indonesia? Dan terakhir, bagaimana dengan tingkat kasus aborsi yang dilakukan para remaja usia sekolah yang terlanjur terlena untuk eksperimen langsung dengan keindahan adegan seks di film bioskop ataupun film blue yang beredar di emperan-emperan Glodok?

Saya terbakar! Karena hanya menjadi tokoh pasif yang melihat dari kejauhan kondisi film dan hanya bisa berkomentar saja, tapi kalau mendadak disodorkan budget 5 M untuk membuat sebuah film box office, apa iya saya bisa? Dan apa iya saya bisa membuktikan kalau film yang tidak berbau seks atau hantu, bisa juga menjadi film tersukses di negri ini?!!! Apa iya kalau film dengan tema lain yang bisa menjawab permasalahan hidup, tidak melulu soal seks, bisa juga menerobos kancah persaingan film yang masih didominasi para kapitalis-kapitalis perfilman?

Berangkat dari kisah-kisah nyata yang ada, banyak orang yang takut dan sebel kalau mengalami masalah hidup. Masalah penyakit. Masalah duit. Masalah keluarga. Atau masalah cinta. Adakah film yang bisa membangkitkan semangat hidup orang-orang yang di ambang kematian karena kanker rahim stadium 4? Karena kunci kesembuhan, salah satunya : nonton film komedi sesering-seringnya, supaya imunitas tubuh meningkat dan bisa sembuh dari kanker. Adakah film yang bisa menjawab permasalahan orang yang lagi stress karena nggak tau harus beli beras pakai apa lagi? Karena udah ga punya duit lagi! Dan adakah film yang bisa membangkitkan keyakinan orang-orang untuk selalu menghargai cinta, pasangan hidupnya, keluarga, dan perkawinannya, dan berjanji untuk selalu menjaga keutuhan cinta itu? Kalau selama ini film memberitahukan teknik melakukan gaya-gaya hubungan ”seks” yang ok, apakah ada film yang bisa menjawab pertanyaan ”gimana supaya pasangan setia seumur hidup dan gimana supaya perkawinan dan hubungan cinta itu bisa langgeng terus, apa tekniknya”? Semoga saja ada, saya menantikan 1 film adaptasi novel ”Laskar Pelangi”, apakah film ini bisa menjawab kegelisahan banyak umat manusia atau film ini hanya menjadi rintihan kesedihan saja tanpa solusi yang pasti?
Anyway, di bulan film nasional ini, selamat...selamat....selamat....film Indonesia sudah bangkit dari ”kubur” tapi jangan merosot lagi ke zaman-zaman film ”Ranjang Tak Bernoda” dong.

PS: dengan segala keterbatasan yang ada, sorry to say, kalau tulisan-tulisan ini masih terkesan ”dangkal” tapi sok ”dalam”, ingin berkoar tapi masih minim pengetahuan soal film, ya pokoke saya berbicara dari sudut penikmat film yang awam deh.

Regards,
Maeya
Maerose11@yahoo.com

No comments: