The Beauty of Wedding
Bulan November dan Desember 2007 ini undangan menikah berkeliaran, berkejar-kejaran, dan berlumuran. Iya. Banyak sekali yang menikah. Spekulasi pertama : banyak yang mengejar supaya bisa punya anak yang lahirnya di tanggal 8 bulan 8 tahun 2008. Spekulasi kedua : karena takut nggak kedapetan gedung resepsi dan takut biaya wedding tambah mahal kalau ditunda lagi sampai tahun depan. Informasi dari beberapa kenalan EO dan WO pun menyatakan kalau hampir 90% gedung pernikahan di
Balik lagi ngomongin soal wedding. Menikah adalah impian banyak orang, mulai dari yang muda (yang akan menikah) sampai yang tua (orang tua dan keluarga yang akan menikahkan). Wedding menjadi moment besar yang krusial untuk menunjukkan jati diri sebuah keluarga dan juga soliditas sebuah generasi. Kakek saya, salah satu contoh nyatanya, di usianya yang ke-75 tahun, impian terbesarnya saat ini adalah menyelenggarakan sebuah pernikahan megah bagi anak cucunya, dan mengundang seluruh kerabat keluarga dan sahabat. “
Beberapa kriteria pernikahan indah yang ada di benak sebagian besar orang, kira-kira seperti ini :
Pernikahan di sebuah hotel berbintang lima atau gedung pernikahan yang elite, catering dengan kualitas menu makanan yang teruji enak, gaun pengantin yang indah dan tidak terlihat murahan, undangan dengan desain yang elegan dan didalamnya bisa menuliskan gelar-gelar sarjana dari calon mempelai, ditambah lagi dengan kuantitas tamu yang diundang. Semakin banyak jumlah tamu yang diundang menandakan level dan kelas sosial pihak keluarga penyelenggara pernikahan. Semakin sedikit jumlah tamu yang diundang bukan berarti pihak keluarga tidak cukup mapan kondisi keuangannya, karena ada kemungkinan pihak keluarga mengadakan pesta pernikahan eksklusif RSVP yang jauh lebih mahal ketimbang pesta prasmanan. Untuk menikah, di zaman sekarang ini, untuk yang paling sederhana, minimal harus menyediakan budget Rp 100 juta, untuk undangan sebanyak 500-600 orang, dan di sebuah gedung resepsi non hotel. Dan para dewasa muda dan orang tua pun berjuang keras untuk bisa mewujudkan impian menikah. Yang paling sering terkena imbasnya adalah para kaum adam, yang selama ini, mendapatkan doktrin, kalau pesta pernikahan adalah tugas dan tanggung jawab pihak lelaki (syukur-syukur kalau turunan dari keluarga kaya, beban pun berkurang banget), pihak perempuan tinggal terima beres saja. Namun, kalau zaman sekarang sudah banyak perubahan, pihak perempuan pun turut terlibat banyak dalam proses pengadaan pesta pernikahan.
Untuk keluarga level sosial atas, biasanya, pihak perempuan tidak mau ketinggalan untuk mengeluarkan budget untuk pesta pernikahan, walaupun sebenarnya pihak lelaki sudah sepakat untuk menanggung seluruh biaya.
But, still, beauty of wedding is just for 2 hours, dan beauty of marriage is more than just 2 hours. Tanpa bermaksud untuk berpesimistik, tapi ada kisah nyata, seorang teman menikah dengan sangat mewah di sebuah hotel berbintang lima, biaya pernikahan bisa mencapai 1 M, sepertinya, tapi baru 1 tahun pernikahan, they decided to divorce, alasan klise : sudah tidak cocok lagi. Alamak! Sayang banget yah biaya pesta segitu mahalnya, mubazir, karena si mempelai nggak tahan dengan masalah-masalah yang muncul pada 1 tahun pernikahan. I do hope, kisah teman saya ini bisa jadi pelajaran berharga buat kita semua supaya nggak hanya siap dengan keindahan wedding selama 2 jam, tapi siap juga dengan warna warni pernikahan yang bakal berlanjut sepanjang komitmen hidup kita. Salah besar, kalau berpikir, dengan sudah pesta pernikahan dengan lancar, berarti tugas sudah selesai, sebaliknya, tugas baru saja dimulai, story just begins, crisis just begin, kapal baru mau melaju di antara ombak memabukkan dan terumbu indah dalam perjalanan.
- with a good heart, everyday is a good day – maeya 20071209 #20
No comments:
Post a Comment