Selalu Ada Awal Dari Segala Hal Besar
Kemarin malam saya bertemu dengan teman lama. Dia datang bersama suaminya. Selama setahun ini telah bekerja di Jepang sebagai tenaga kerja illegal, dan baru dua minggu lalu tertangkap basah oleh polisi di Jepang. Dan mereka berdua pun harus kembali ke tanah air dan tidak bisa lagi tinggal di Jepang. Ada banyak alasan mengapa mereka memutuskan untuk kerja illegal disana : gaji yang tinggi walau hanya sebagai pelayan restoran atau sebagai buruh pabrik, dalam sehari bisa mendapatkan sekitar Rp 100-150 Ribu (untuk 8 jam pekerjaan) dan ditambah lagi Rp 100-150 ribu (untuk 8 jam selanjutnya). Berarti sehari bisa mendapatkan Rp 200-300 ribu per harinya. Dikali dengan 30 hari, dapat memperoleh Rp 9 juta per bulannya. Sedangkan di Indonesia, untuk bisa mendapatkan gaji sebesar Rp 9 juta per bulan, at least, sudah harus bekerja selama 3-4 tahun, dan itu pun kalau memang performance kerjanya melebihi dari standard biasa. Untuk standard fresh graduate biasanya per hari dikenakan sekitar Rp 50 – 70 ribu (berarti range sekitar 2-3 juta per bulannya). Tidak semua perusahaan memiliki standard gaji yang sama.
Dan most of Fresh Graduaters akan mengalami tahap kegelisahan yang sama :
“Mau sampe kapan gue begini, dengan gaji begini?”, tanya seorang karyawan yang baru sekitar 2-3 tahunan bekerja dan sudah mulai jenuh dengan pekerjaannya.
“Memangnya standard gaji berapa sih di Indonesia?”, tanya seorang lulusan sarjana yang baru saja wisuda.
“Gue bingung mau kerja apa, udah apply
“Gue mau buka usaha aja, daripada kerja sama orang dan dapet gaji kecil”, kata teman lama saya kemarin.
”Tapi, yakin udah siap untuk buka usaha dengan segala risiko kerugian yang ada?”, tanya seorang teman saya yang lain.
”Abisnya mau ngapain lagi di Indo, memang ya, gue juga nggak ngerti, di Indo itu mau buka usaha apa, mulainya dari mana, dan harus jualan apa, biar laku”, curhat teman saya.
”Lagi trend tuh jadi agen asuransi, katanya sih omzetnya not bad” , tandas seorang teman.
”Aduh, nggak ah, gue nggak jago ngomong dan jumlah agen asuransi jauh lebih banyak ketimbang jumlah kliennya”, balas teman saya.
Ya, mau gimana donk, jadinya? Kerja sama orang, nggak mau, karena pertimbangan gaji kecil, nggak ada bandingannya seperti waktu kerja kasar di Jepang. Mau jualan, tapi nggak tau mau jualan apa. Mau bisnis yang nggak bermodal gede, tapi merasa nggak bisa ngomong dan nggak pinter nawarin barang. Setelah panjang lebar ngobrol, akhirnya sampai pada kesimpulan, teman saya ini masih tetap menaruh harapan besar untuk bekerja ilegal saja dan mengeruk uang dari profesi ini. Jepang sudah diblacklist. Amerika sedang ketat-ketatnya. Pilihan selanjutnya?
“tapi, enakan illegal, kalau udah ga betah, bisa langsung berhenti”, kata suami teman saya.
”iya...kalau legal di Korea, kalau misalkan kerjanya berat dan bosnya nggak enak, nggak bisa sembarangan berhenti, bisa kena denda, nggak enak kan”, teman saya menambahkan.
Ini, mau gawe opo mau opo yo?, dalam hati saya bergumam. Saya selalu ingat dengan seorang sahabat saya, yang sering bilang : ”Kalau sudah mencoba sana sini pekerjaan, tapi tetap saja nggak betah, carilah bidang yang memang kita senangi, kalau masih nggak betah juga, mungkin yang jadi masalah, bukan pekerjaannya, tapi mungkin karakter kita yang nggak mau capek untuk mencoba dan berjuang dulu. Dan selalu ada harga yang harus dibayar, untuk mendapatkan satu impian menjadi nyata”. Memang menjadi karyawan harus selalu mulai dari nol, dengan gaji yang cukup minim dan pas-pasan, tapi selalu ada awal dari segalanya. Merasa gaji kok nggak cukup juga? Hidup irit, kurangi belanja dan jajan hura-hura yang nggak perlu-perlu amat, menabung walau hanya Rp 100 ribu per bulan. Cheers.
- with a good heart, everyday is a good day – maeya 20071206 #17
No comments:
Post a Comment