MENULIS MENYELAMATKAN HIDUP
Oleh: Udo Yamin Majdi
Pembahasan kita, masih sama dengan tema sebelumnya, yaitu
tentang kiat memotivasi diri. Dalam buku Quantum Learning, Bobbi DePorter dan
Mike Hernacki, menawarkan cara memotivasi diri dengan cara membuat latihan
mental yang mereka sebut AMBAK, singkatan dari “Apa Manfa’at BAgiKu?”
Tidak salahnya, kita coba AMBAK ini untuk memotivasi diri
kita agar semangat menulis. Dan salah satu manfaat menulis adalah untuk
menyelamatkan hidup.
Mari kita dengarkan cerita Caryn Mirriam-Golberg, Ph.D.,
berikut ini:
"Saya berusia empat belas tahun sewaktu duduk di tangga
beton di depan apartemen sahabat karib saya yang segera akan menjadi mantan
sahabat saya. Kami baru saja bertengkar hebat. Lomba berteriak ini akan
mengakhiri persahabatan pertama saya, dan sampai saat itu, itulah satu-satunya
persahabatan dalam hidup saya.
Di rumah, kedua orang tua saya menghadapi perceraian
terburuk abad ini, (begitulah pikir saya) telah membuat batas dengan membagi
dua rumah kami, dan saya tidak yakin harus berada di sisi mana. Saya pikir,
hidup saya hancur, dan saya tidak tahu harus berbuat apa.
Maka saya pun mulai menulis."
Puisi pertama saya, tidak mengherankan, yaitu tentang
bagaimana seseorang dapat berubah menjadi sangat kejam. Begitu pula dengan
puisi saya yang kedua dan yang ketiga. Namun, dalam proses memegang pena dan
menuntunnya maju mundur di atas setiap baris, saya mulai merasakan adanya suatu
harapan. Saya mulai merasa ketakutan saya berkurang, tidak terlalu merasa
sendiri. Saya menyukai perasaan ini, maka saya pun terus menulis.
Selama dua puluh lima tahun terakhir, saya terus menulis
-- kadang-kadang cepat dan tidak rapi, kadang selambat lalu lintas yang macet.
Kini, saya punya rak-rak yang dipenuhi catatan harian, dan laci-laci yang
dipenuhi puisi, esai, cerita, dan surat-surat. Menulis telah menjadi pusat
hidup saya melebihi segala yang saya ketahui tentang diri saya sendiri dan
dunia, bagaikan debar jantung di seluruh tubuh, membawa saya berulang-ulang
pada kekosongan halaman dan kebutuhan untuk mengisinya.
Menulis telah menyelamatkan hidup saya. Saya percaya,
dengan menuangkan pikiran, puisi, dan cerita kadang berjam-jam setiap harinya,
mencegah saya terlalu banyak berpikir untuk bunuh diri di saat-saat sulit dan
sedih. Sebagai seorang remaja, saya bertanya-tanya, apakah saya layak hidup,
dan menulis membantu saya memahami luka hati saya.
Saat menulis, saya dapat mengumpulkan ketakutan dan emosi
saya yang meluap-luap di atas kertas, menciptakan semacam cermin. Cermin ini menunjukkan
mengapa saya merasa seperti yang saya rasakan, di mana saya sebelumnya berada,
di mana saya pernah berada, dan bahkan ke mana saya mungkin pergi selanjutnya.
Saya adalah salah satu siswa yang menerima catatan dalam
rapor, "Dapat meraih prestasi lebih baik, seandainya lebih berkonsentrasi
dan tidak terlalu banyak melamun." Meskipun saya tidak pernah belajar
berkonsentrasi tanpa melamun, namun menulis membantu saya untuk berkonsentrasi
dengan menunjukkan kepada saya mengenai cara melamun yang lebih baik --dan di
atas kertas. Cerita-cerita dan puisi-puisi saya menunjukkan bahwa saya
benar-benar dapat memercayai diri sendiri dan mimpi-mimpi saya. Menulis juga
membantu saya dalam memahami banyak mata pelajaran di sekolah, memungkinkan
saya menyuarakan perasaan saya, tentang apa yang saya pelajari dalam pelajaran
filsafat, sejarah, dan lainnya.
Dalam kehidupan keluarga, menulis menunjukkan saya,
sekilas, bahwa saya baik-baik saja. Saya banyak menulis tentang keluarga saya,
bagaimana mereka berperilaku dan bagaimana saya menanggapinya. Sering saya
tidak mengetahui apa yang sesungguhnya saya rasakan sampai saya mulai menulis.
Kata-kata yang saya coretkan mencegah saya untuk merasa tidak berdaya, mencegah
saya menutup diri dari dunia. Menulis, ketika itu dan sekarang, membantu saya
merasakan- kadang-kadang sakit, sering kebingungan, selalu bimbang, dan sekali-
sekali benar-benar gembira.
Menulis membuka hati saya, dan dalam prosesnya, saya
mulai menemukan diri saya sendiri Menulis juga menyelamatkan hidup saya dalam
hal ... kesempatan untuk terus menulis. Ia memberi saya cara membuat sesuatu
yang terasa kreatif dan hidup --sesuatu dengan daging dan tulang dan darah yang
mungkin hidup dengan sendirinya, seperti monster Dr. Frankenstein. Yang
terpenting, menulis membawa saya pulang. Saat mengisi catatan harian, saya
merasa hidup ini berarti. Saya merasa menjadi bagian dari halaman-halaman
kertas itu dan merasa diterima di sana. Tak seorang pun dapat merebut perasaan
ini dari saya.”
Setelah membaca cerita yang ada dalam buku “Daripada Bete
Nulis Aja” (Kaifa, Bandung) —karya Caryn Mirriam-Golberg, Ph.D.— tersebut, apa
yang Anda rasakan? Apakah tidak tergerak untuk mengurangi beban hidup Anda
selama ini dengan menulis? Selamat mencoba!
Atau, mungkin Anda pernah mengalami hal yang terjadi pada
Caryn Mirriam-Golberg, maka cobalah Anda ceritakan kepada saya. Jika menulis telah menyelamatkan hidup Caryn, maka
apa manfaat menulis bagi Anda? Silahkan Anda bercerita!
========================Udo Yamin Majdi adalah Penulis, Trainer, dan Direktur Eksekutif Word Smart Center. Kegiatan Word Smart Center, antara lain: Sekolah Menulis SMART Ofline setiap Musim Libur (Februari-Maret & Juli-November), Sekolah Menulis SMART On-Air di Radio Community Jerman studio 2 Cairo setiap hari Ahad ,ba'da Maghrib Waktu Cairo dan Sekolah Menulis SMART Online lewat milis wordsmartcenter@yahoogroups.com setiap hari Kamis, dan lewat YM: wordsmartcenter setiap hari Jum'at, ba'da sholat Jum'at Waktu Cairo
No comments:
Post a Comment