Jakarta, 12 Juni 2006
Setiap orang berhak menentukan arah hidupnya sendiri dan tidak ada seorangpun selain dirinya yang bisa mengatur-atur atau menentukan apa yang bisa membahagiakan dirinya. Setiap orang haus akan kebebasan, kebebasan untuk menentukan pilihan yang selamanya ini dibatasi oleh norma-norma dan aturan yang tidak pernah bisa ditelusuri siapa yang sudah menentukan dan membuatnya.
Jika kita sering mendengar adanya hukum alam, hukum yang sudah ada sedemikian adanya dan bukan siapa-siapa yang menciptakannya. Ya, kita harus mengakui memang sudah ada hukum alam semesta yang menyatu dalam diri kita dan tidak dapat dipungkiri, hukum ini berjalan sebagaimana adanya. Mulai dari hukum sebab akibat, lingkaran masa, dan juga serentetan jodoh yang saling tarik menarik.
Di tulisan ini, saya tidak ingin mencoba menentang adanya hukum alam yang membuat hidup terkekang dengan aturan dan hidup seperti sudah terencana dengan begitu adanya. Saya percaya bahwa setiap orang bisa merencanakan hidupnya sendiri dan bisa
menentukan ingin dibawa kemana arah hidupnya dimana. Jika manusia dikatakan sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, suatu pandangan yang sebenarnya bertolak belakang sekali. Ketika menjadi individual, seseorang dituntut untuk bisa menentukan dirinya sesuai dengan nilai yang dipegang. Namun ketika menjadi mahluk sosial, seseorang dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada. Alhasil, kehidupan seseorang menjadi lebih condong sebagai mahluk sosial yang segalanya menjadi tergantung pada norma sosial dan aturan sosial yang ada. Apa yang akan dipilih, tidak bisa terlepas dari tuntutan sosial yang ada di luar dirinya. Apa yang terjadi, seringkali dikatakan sebagai efek dari kehidupan sosial. Dan ketika ada fenomena sosial terjadi, sisi individual kembali dungkit dan dikatakan bahwa semua masalah sosial yang ada terjadi karena tidak terlepas dari sisi individual masing-masing.
Jengah juga bukan jika segala hal ditentukan oleh orang-orang maupun situasi di luar diri kita.
*******
Sosok Bung Hatta
Tidak pernah mengeluh.
Tabah dan tegar.
Disiplin.
Kecintaan pada buku. Bahwa buku ada sumber dari segala pengetahuan dan sebuah Negara tidak bisa menjadi lebih maju tanpa sebuah buku.
********
Jika air mata menetes terlalu mudah, apa jadinya yah?
Ini adalah yang kurasakan.
Setiap malam setiap kali aku mendengar sebuah lagu, beberapa lagu lain yang sangat sedih. Alunan melodi yang sendu mampu membuatku menangis.
Jika segalanya menjadi begitu sepi dan aku mulai berlari dalam kesenduan di hati ini.
Air mata hadir menemani diriku.
Ia mencoba untuk menghapus segala kepedihan yang pernah tertoreh di dalam kulit lembut yang mulai tergores-gores irisan halus sebuah perasaan sakit.
Sulit sekali pikiran ini lepas dari segala kegalauan hati, apa iya, segalanya akan baik-baik saja?
Masih suka ragu dengan kepastian itu.
Saat ini ada lagi senandung lagu. Ada memori di balik-balik not-not sederhana yang merdu ini.
Bulan-bulan itu, kami duduk berdua di dalam dinginnya ruangan remang.
Kata per kata mengalur dari bibir kami. Tentang impian kami. Tentang harapan kami. Tentang masa lalu kami. Aku dan dia, semuanya melebur jadi satu. Saat itu.
Memori indah jadi tergambar kembali di dalam awang-awang kepeningan ini. Rindu aku dengan dia. Dia yang lucu. Dia yang selalu menciptakan kesegaran. Dia yang selalu percaya kalau segalanya akan baik-baik saja. Dia yang mencoba menyembunyikan kepiluan dan kesepiannya di balik hembusan asap tembakau yang menyengat.
Dia yang mencoba bangkit dari segala luka masa lalu. Dia yang ingin menjadi dia yang sesungguhnya, dan dia yang sepertinya masih sering terlelap dalam ketidaknyamanan dirinya sendiri dan juga ketidakpastian hidupnya.
Aku rindu. Rindu setengah mati. Di kepala ini bisa kulukiskan jelas dengan segala rona warna tentang wajahnya. Di telinga ini, syaraf-syaraf bisa meresapkan jelas tentang memori ku tentang dia.
Di malam hari sebelum tidur, dia hadir temani aku. Dia ingin dengar suaraku, aku setengah mati menantikan bisa mendengar suaranya juga. Aku benar-benar meresapi kehadirannya. Aku bahagia bersamanya, aku tenang mendengar suaranya, aku bergejolak berada di dekatnya, dan aku sakit merana terpisah jauh darinya. Dan aku tak segan jika harus berhadapan dengan kenyataan. Dia bukan untukku dan dia akan selalu menjadi sisi lain dari hidupku saja. Begitu juga diriku, aku hanya akan menjadi kepingan sepi bagi kekosongannya.
Salam kangen. Gila gue kangen banget gila ama elo!!!
************
No comments:
Post a Comment