Jumat, 23 Desember 2005 23:46 PM
Hari ini ada kekecewaan. Sangat besar sekali.
Ketika kedewasaan harus bertubrukan dengan sebuah idealisme. Ketika sifat kekanak-kanakan harus bertubrukan dengan profesionalisme.
Banyak cara untuk menunjukkan ketidaksukaan ataupun kekecewaan jika berusaha untuk mencarinya. Tidak selalu dengan frontal atau sebaliknya escapism. Jika semua selalu berharap segalanya sempurna, itu tidak mungkin.
Hari ini gue melihat sebuah pembunuhan mental yang sangat kejam dan sadis. Ini menyangkut nyawa dan soul seorang wanita yang juga merupakan korban di masa lalunya.
Gue menjadi saksi hampir 30 orang mencoba untuk menyingkirkan 1 orang. Bayangkan?! Hanya 1 orang wanita saja. 30 orang ini memang tidak suka dengan 1 orang ini. Bisa dimaklumi, jika pernah ada konflik atau ketidaksepahaman yang terjadi di masa lalu, tetapi memang ini yang terjadi, apakah perlu sampai membunuh dan menggoreskan luka yang akan terus dibawa seumur hidup oleh seorang wanita yang belum mencapai umur 30 tahun. Bayangkan?! Jalan masih begitu panjang tetapi dia harus terus membawa luka itu at least sampai dia berusia 60 tahun.
Melihat kejadian hari ini, gue malu, kecewa, dan sangat menyayangkan sekali. Betapa pikiran sempit dan dipenuhi dengan gerut-gerut pandangan yang picik.
Okelah, ada yang bilang, si dia tukang selingkuh, si dia tidak bisa bergaul, si dia aneh, si dia menyebalkan, dan mungkin si dia sangat angkuh, si dia sering menyakitkan hati, dan si dia juga sering membuat suasana jadi aneh. Si dia juga sering menghasut si boss sampai akhirnya si boss terhasut. Si dia juga sering mengatakan hal yang miring dan si dia sering membuat orang-orang di sekitarnya merasa benci dan benci selamanya.
Semua berharap dia segera enyah dari ruangan itu. Apakah benar semua orang? Mungkin hanya 2-3 orang saja yang pernah merasa kecewa dan benci dengan dia. Virus benci pun disebarkan dengan harapan bisa menyingkirkan 1 manusia ini. Si dia manusia juga bukan? Apakah perlu sampai sekejam itu? Apakah karena ada program Kejamnya Dunia? Apakah harus ada korban dulu baru ada penyesalan di kemudian hari? Apakah ketika korban sudah melayang, yaitu si dia, maka semua akan menyesal dan berharap waktu bisa kembali lagi, berharap bisa memberikan kesempatan bagi si dia untuk berubah? Apakah harus seperti itu?
Ada yang bilang…”elo nggak tau sih apa yang sudah terjadi…!”…
“elo harus tau dulu aslinya dia, elu baru bisa ngerti…”
“elo belum tau apa-apa, makanya elu bisa bilang seperti itu…” dan berbagai statement lainnya.
Hati ini meringis luar biasa sakit sekali. Melihatnya saja tidak tega, apalagi membayangkan menjadi dia. Luka akan terus dibawa sampai kapanpun juga, seumur hidupnya.
“biar aja dia rasa..siapa suruh dia seperti itu….’ à apakah statement seperti ini menyelesaikan masalah? Gue nggak mengerti apakah ini budaya di Indonesia untuk melakukan tindakan bullying seperti ini? Apakah ini budaya di perusahaan gue saat ini untuk memberikan hukuman yang seberat apapun untuk orang yang pantas mendapatkannya?
Sampai saat ini, gue belum tau apa yang sebenarnya pernah terjadi, sedang terjadi, sampai virus kebencian tumbuh sedemikian hebatnya. Gue tidak terlalu berminat juga untuk mengetahuinya, biar saja gue yang merasakan sendiri, tidak perlu ada orang lain yang memberikan surat teguran atau sekedar peringatan untuk menjaga jarak atau berhati-hati. Apa yang akan terjadi nantinya akan menjadi tanggungan gue sendiri, gue yang berhak menentukan perlu nggak gue membenci dia atau perlukah gue bergabung dalam sebuah kekompakan untuk menyingkirkan dia.
Ada masalah yang lebih penting untuk dipikirkan dan diatasi, ada yang lebih urgen untuk disingkirkan, yaitu rasa benci itu sendiri. Bukan orang yang kita benci. Bagaimana, jika berimajinasi, si dia (orang yang sangat sangat dibenci) dalam beberapa detik akan datang mati, entah ketabrak atau terjun dari lantai 30 atas….apakah rasa benci itu akan hilang? Atau justru yang muncul adalah rasa penyesalan luar biasa? Atau justru perasaan puas karena dia lenyap juga dari bumi ini?
Ini hanya sebuah tulisan, ungkapan kekecewaan dan kerinduan akan cinta kasih yang sepertinya mulai pudar. Setiap jam, orang sibuk mengambil air wudhu, membersihkan diri, ada juga yang sibuk memperbaiki penampilan di wajah, make up yang sudah mulai luntur, tapi ada yang terlupakan, kebersihan dari hati itu sendiri. Sudah lupakah akan hal yang jauh lebih penting ini?
Semoga semua mahluk di dunia ini berbahagia dan bisa menyingkirkan rasa benci, bukan menyingkirkan orang yang dibenci.
No comments:
Post a Comment