Masa kecil. Ketika TK, ada seorang anak perempuan yang sangat cengeng dan ia pun diganggu terus oleh teman-teman di sekitarnya. Ia juga tidak dijemput dan sendirian setiap kali bel bubar sekolah berbunyi. Ibunya adalah seorang janda yang bekerja sebagai penjahit dengan penghasilan pas-pasan. Ayahnya pergi meninggalkannya begitu saja. Ia punya seorang kakak yang harus diserahkan ke orang lain karena ibunya tidak bisa membiayainya lagi. Chika, nama anak perempuan itu. Chika sering berdiri di depan sebuah rumah sangat megah, itu adalah rumah peninggalan ayahnya. Dari kejauhan, Chika melihat ayahnya bersama keluarga barunya. Chika berjalan di sisi jalan. Suatu hari ada seorang anak laki-laki yang sedang menangis karena jatuh dari sepeda. Chika menolongnya. Anak laki-laki itu malah memukulnya. Chika bengong. Chika langsung meninggalkannya. Keesokannya, Chika kembali ke rumah tua itu. Konon, diceritakan bahwa rumah tua itu menyimpan banyak kenangan. Kenangan ketika masih bersama ayahnya. Kakeknya yang juga sudah meninggal dunia. Chika tidak punya apa-apa lagi selain mamanya.
Chika senang bermain ayunan. Suatu saat ia kembali bertemu anak laki-laki yang dulu pernah terjatuh di selokan dan mencoba untuk minggat dari rumah. Anak laki-laki itu memberikan permen ke Chika.
Beranjak dewasa.
Diawali dengan masa ospek. Terus bersama, mulai di angkot, di pagar depan sekolah. Dihukum bareng. Serunya masa ospek. Minta tanda tangan dsb dsbnya. Perpisahan dengan teman kecilnya, tidak membuat Chika berpikir bahwa ia akan kembali bertemu lagi dengan
Konflik : ketika cinta Chika tidak bisa bersatu karena terbatasi oleh perbedaan kasta.
Chika percaya akan adanya cinta sejati, tetapi Chika pun harus belajar untuk melupakan keyakinannya itu.
INT. Ballroom sebuah hotel berbintang 5
Di pernikahan Ruby, Chika datang dengan Bastian. Ruby terlihat cukup puas dengan pernikahannya.
EXT. Kebun rerumputan yang sangat luas.
Chika dan Ruby tidur di atas rumput, menatap langit. Mengenang masa ketika mereka masih kecil Ruby kembali bertanya.
“Apa impian terbesar kamu?”
“Hanya ada satu…”
“Apa itu”
“Kamu…”
Perpisahan itu ternyata tidak enak yah. Regine. Orang yang akhirnya kupilih. Tapi Regine malah mengkhianatiku. Regine bilang, Regine ingin sekali menjadi sebuah ibu. Tapi aku? Aku tidak bisa memenuhi impian Regine. Aku mandul.
Ruby, jangan sedih. Ruby, aku selalu disini. Chika. Chika yang dari dulu selalu menunggumu.
Bagaimana dengan Rio yang sudah hampir 5 tahun menunggu kepastian dari kamu. Kamu yang selalu menghindar setiap kali Rio mengajak untuk menikah.
Aku capek, Rub. Rio terlalu baik dan setiap detik aku terus membohonginya dan membohongi diriku sendiri.
Hanya satu impianku.
Dan itu adalah kamu, Ruby.
Kita harus hentikan semua ini, Rub.
Kenapa sih, Chik? Kamu takut apa?
Kalo Regine tiba-tiba datang, kasihan dia.
Kamu masih bisa kasihan sama dia, Chik?
Ya, tentu saja, aku juga wanita, aku mengerti sakitnya dikhianati.
Aku pernah khianati kamu, Chik.
Iya…itu sakit banget.
Maafkan, Chik. Tapi kesalahan terbesar dalam hidupku adalah aku tidak memilih kamu.
Sudahlah, Rub. Itu nggak usah dibahas lagi.
Aku akan segera pisah dengan Regine.
Jangan. Karir kamu sedang bagus-bagusnya.
Aku nggak peduli.
Kalau Regine tiba-tiba hamil?
Itu nggak mungkin. Sudah hampir 4 tahun, dan dokter sudah bilang, masalahnya ada di aku.
Aku nggak mau, Rub. Sudah cukup aku mempermainkan diriku sendiri. Aku sudah lelah dengan permainanmu.
Chika, kamu bener-bener sudah benci padaku yah.
Aku nggak benci.
Lalu kenapa?
Aku merasa hal ini tidak pantas.
Jadi…kamu benci aku?
Rub…ini bukan masalah benci atau tidak.
Lalu apa….aku bener2 nggak ngerti…
Sudah deh. Aku sudah harus pulang.
Chik…tunggu.
Udah deh, lepasin…
Chik, tolong pikirkan. Kali ini aku bener-bener serius dan nggak main-main.
Rub, kamu sudah pernah bilang seperti itu juga.
Chik, kamu sudah nggak percaya aku lagi?
Tolong…lepasin…
INT. Bandara Airport.
Jangan pergi sebelum aku datang. Aku ingin kasih liat kamu sesuatu.
Oh…
Kali ini aku bener-bener serius. Jika dada ini bisa dibelah, orang pertama yang akan menyentuh adalah kamu.
Idih..serem banget.
Aku serius..
Aku takut darah
Aku nggak mau bercanda.
Hahaha tapi aku beneran takut darah.
Ya sudahlah, jangan dibahas lagi, ga penting!
No comments:
Post a Comment