I sense it, I feel it, and I see it... Life can be sense, Life can be non sense... I`m learning to sense the life
Friday, October 31, 2008
artikel bagus dari mas budi
R.Budi Hartono
Hasil penelitian bidang biologi dan ilmu-ilmu social terahir ini sangat membantu kita memahami berbagai penyebab timbulnya perilaku abnormal manusia. Penyebab perilaku abnormal terutama disebabkan oleh kesalahan dalam perkembangan perilaku, stress yang hebat atau kombinasi keduanya.
Kalau seorang anak menyerap nilai-nilai kriminal, ia bias menjadi kriminal karena perkembangan yang salah. Perkembangan yang salah inilah yang merupakan penyebab utama timbulnya tanda-tanda keabnormal tingkah laku pada manusia. Penyesuaian diri yang kita kembangkan bersama dengan orang-orang disekeliling kita senatiasa dipengaruhi oleh dua hal, yaitu perkembangan kepribadian kita dan oleh berbagai tingkat stress yang kita hadapi. Setiap hal yang membawa kita pada perkembangan kepribadian yang salah atau meningkatkan stress, bias menciptakan masalah.
Bila seorang mampu menangulangi secara efektif berbagai situasi yang menekannya, maka kecemasan akan hilang. Namun bila kecemasan dan stress berlanjut, tindakan yang akan diambil individu itu biasanya mengarah keberbagai mekanisme untuk mempertahankan ego, seperti menyangkal dan pembenaran diri. Ini bisa berakibat berkurangnya intergrasi dan timbulnya perilaku tidak bisa menyesuaikan diri. Proses bela diri menimbulkan ketimpangan antara realitas dan kemampuan individu itu. Ingalah pelajaran yang salah merupakan penyebab utama perilaku yang salah*
*H.Datt Sharma "Peace of Mind Mission"New Delhi
Trauma Psikis dimasa Kanak-kanak
Oleh. R.Budi Hartono
Trauma yang terjadi di usia dini akan memiliki dampak bersar di usia dewasa. Banyak orang yang pernah mengalami pengalaman traumatis yang untuk sementara waktu sempat menghancurkan rasa aman, rasa percaya diri serta harga diri mereka.
Berbagai pengalaman traumatis itu dikemudian hari akan mempengaruhi penilaian anak terhadap diri mereka sendiri maupun lingkingan mereka. Trauma-trauma ini meninggalkan luka psikologis yang tidak pernah sembuh sepenuhnya. Karena itulah ada orang-orang tertentu yanag bias merasakan sangat tertekan menghadapi suatu masalah tertentu, sementara masalah tersebut tidak terlalu menekan bagi orang lain.
Trauma yang terjadi diusia dini memiliki banyak dampak yang lebih besar dari pada yang terjadi di usia yang lebih besar(dewasa), karena evaluasi kritis, refleksi dan pertahanan diri belum berkembang dengan baik pada masa kanak-kanak.
SEPULUH PEDOMAN PENGEMBANGAN PRILAKU ANAK*
1. Anak yang selalu mendapat dukungan, akan mengembangkan rasa percaya diri.
2. Anak yang diajar bertolenransi, akan belajar bersabar.
3. Anak yang selalu menerima kritikan, akan belajar untuk selalu menyalahkan.
4. Anak yang hidup ditengah ejekan,akan menjadi pemalau.
5. Anak yang hidup dilingkungan yang penuh rasa permusuhan, akan belajar berkelahi.
6. Anak yang sering menerima pujian, akan belajar untuk menghargai.
7. Anak yang hidup dalam rasa malu/aib, belajar merasa bersalah.
8. Anak yang hidup dengan rasa aman, belajar untuk mempercayai.
9. Anak yang memperoleh pengakuan, belajar menyukai diri mereka sendiri.
10. Anak yang merasa diterima dalam hidupnya, belajar mendapatkan cinta.
*Psikologi anak Your kids better
Mengapa Pria Begitu Asyik dengan Pekerjaan
Oleh. R.Budi Hartono
Apabila seorang pria mengalami stress karena memikirkan bahwa keluarganya tidak bahagia, secara naluriah dia lebih memusatkan perhatian untuk berhasil di tempat kerja. Dia memusatkan perhatian pada tempat kerja sebegitu rupa sehingga tidak menyadari beberapa lama dia meinggalkan rumah. Baginya waktu barangkali belalu sangat cepat, tetapi bagi istri yang menunggunya pulang kerumah waktu berjalan amat lambat. Suami tidak menyadari bahwa dizaman modern, kehadiran dirumah sekurang-kurangnya sama pentingnya bagi si-istri dengan keberhasilan di tempat kerja.
Semakin banyak tekanan kerja yang dialami seorang pria, semakin dia memutuskan perhatian untuk memecahkan masalah-masalah. Pada sat-saat macam itu, sangatlah sulit melepaskan diri dari masalah tersebut dan memberikan seluruh perhatiannya pada hubungan. Dia menjadi begitu terserap oleh pekerjaan dan masalah sehingga melupakan segala sesuatu yang lain dan secara tidak sadar mengabaikan istri dan keluarganya.
Seolah-olah dia melihat melalui sebuah terowongan dan melihat apa yang relevan atau bermanfaat untuk mencapai sasarannya. Dia tidak menyadari bahwa dirinya tidak lagi mendengarkan dan menanggapi orang yang di cintainya karena dia begitu terpusat pada penyelesaian masalah. Pada saat-saat semacam itu, untuk sementara dia melupakan apa yang sungguh-sungguh penting baginya. Dia tidak menyadari bahwa dirinya tengah menyingkirkan orang yang paling dia cintai(anak dan istri).
Apakah saudara begitu……………………. kita dapat merenungkan sendiri-sendiri.
Cinta,Keromantisan dan Monogami
Oleh. R.Budi Hartono
Dengan memikul tangung jawab atas reaksi-reaksi dan tindakan-tindakan kita dalam suatu hubungan, kita dapat sungguh-sungguh memberi dan menerima cinta dengan berhasil. Tampa suatu kesadaran tentang bagaimana secara khusus pasangan kita membutuhkan cinta, barangkali kita melewatkan peluang-peluang yang amat berharga.
Kaum wanita merasa disayangi terutama bila mereka menerima dukungan emosional dan fisik yang mereka butuhkan dari suami mereka. Tidak terlalu masalah apa yang diberikan suaminya asal dia melakukan terus menerus. Seorang wanita merasa disayangi bila dia merasa cinta seorang pria itu konsisten.
Ketika seorang pria tidak memahami wanita, dia cederung memusatkan perhatiannya pada upaya-upaya besar untuk memuaskan si wanita sesaat tetapi kemudian akan mengabaikannya selama berminggu-minggu/berbulan-bulan. Sementara komunikasi yang baik memberikan landasan yang sehat untuk komunikasi hubungan penuh kasih saying, keromatisan/percintaan merupakan hidangan penutupnya. Jalan menuju hati seorang wanita adalah melakukan sejumlah besar hal kecil baginya secara terus-menerus.
Berikut ini daftar pendek saya* tentang dua puluh hal yang telah teruji yang dapat dilakukan oleh seorang suami untuk menciptakan keromantisan, yakni;
1. Belilah kartu-kartu ucapan untuknya atau tulislah sebuah pesan.
2. Bawakan bunga untuknya.
3. Belikan coklat untuknya.
4. Bawalah pulang kejutan-kejutan kecil yang mengatakan bahwa anda memikirkan sewaktu anda tidak dirumah.
5. Peluklah dia kadang-kadang.
6. Bersikaplah penuh kasih saying di saat anda tidak ingin melakukan sek.
7. Nyalakanlah sebatabg lilin pada saat makan malam atau di ruang tidur.
8. Putarkan musik kesukaannya.
9. Perhatikan apa yang dia kenakan dan berikanlah pujian.
10. Perhatikan makanan/masakan dan restoran yang dia sukainya.
11. Rencanakan kencan jauh-jauh hari.
12. Matikan suara TV pada saat iklan dan berbicaralah pada istri anda dari pada mencari saluran lain.
13. Pandanglah dia saat berbicara.
14. Jangan menyelanya atau melengkapi kalimat-kalimatnya.
15. Perhatikan kapan dia marah dan tawarkan pelukan anda untuknya.
16. Tolonglah dia bila lelah.
17. Bantulah dia membereskan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
18. Teleponlah dia bila anda pulang terlambat.
19. Teleponlah dia sekedar untuk mengatakan aku mncintaimu.
20. Rencanakan perayaan-perayaan kecil dan lakukanlah sesuatu yang berbeda.
Selamat mencoba…………………….
Pengaruh,Hati Nurani Terhadap Karakter dan Kepribadian
Oleh. R.Budi Hartono
Pada kehidupan sehari-hari kita sering memadukan kehendak yang cenderung di dorong karakter kepribadian kita sadar tidak sadar, pada integrasi itu terdapat pengaturan oleh hati nurani manusia, karena hati nurani ini berfungsi sebagai pengemudi dan hakim terhadap segala bentuk tingkah laku dan pikiran manusia. Hati nurani berfungsi pula sebagai pengontrol yang kritis, karenanya mausia selalu diperingatkan agar selalu bergerak dalam batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggarnya. Berdasarkan norma-norma konvensionil yang ada.
Hati nurani juga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap segala tingkah laku dan berani menanggung resikonya. Yaitu berani mengaku salah jika dirinya ada pihak tidak benar, berani minta maaf atau ampun dan sanggup memperbaikinya. Dengan demikian akan tercapai kepribadian yang matang, yang benar-benar terintegrasi dan mempunyai rasa tangung jawab yang tebal, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan dan sumber utama kehidupan ini.
Dalam kehidupan sosial ada norma-norma dan aturan-aturan tertentu yang memberikan arah bagi tingkah laku manusia. Peraturan-peraturan ini didasarkan atas nilai-nilai kesusilaan yang baik. Jika orang tidak mengikuti norma-norma tersebut, akan timbul padanya rasa penyesalan. Dengan demikian ada kesadaran pada nilai-nilai tersebut dan ada sikap yang membenarkan atau sikap mengadili dengan satu penolakan. Kesadaran bahwa dirinya telah berbuat salah, rasa penyesalan dan kecenderungan untuk mengadakan pembetulan secara susila itu menjadi tenaga pendorong yang amat kuat bagi realisasi diri dan transendensi diri.
Dengan demikian hati nurani manusia itu menjadi instansi yang menentukan norma-norma. Lalu timbul rasa berslah, timbul kepedihan hati dan tumbuh kecenderungan bereaksi untuk membetulkan diri oleh hati nurani ini orang bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran tadi, agar tercapai ketenangan jiwa. Sebab, melawan atau menetang secara khronis dan terus menerus kepada hati nurani itu menyebabkan perpecahan pribadi, lalu timbul banyak konflik-konflik bati dan ketegangan-ketegangan, dan pada ahirnya meletus menjadi ganguan jasmani dan rohani.
Justru pada saat penuh krisis yang amat menetukan bagi kehidupan manusia, hati nurani itu sangat besar peranannya, dan sangat menentukan sifatnya. Lingkungan memang memberikan syarat-syarat tertentu bagi kebebasan tingkah laku manusia. Tetapi lingkungan tidak bisa menguasai hati nurani yang murni dari manusia. Karena hati nurani berfungsi sebagai pengontrol dan sifatnya murni kreatif, serta bisa menimbang tingkah laku manusia pribadi sendiri, maka berlakulah proses pembentukan karakter. Dalam proses pembentukan watak atau karakter ini penting sekali peranan hati nurani disamping mekanisme regulasi dan integrasi.
Jujur Pada Diri Sendiri
Yang sulit, melihat sesuatu dari sisi kebenaran, salah katakan salah. Akuilah kesalahan dengan jujur, Setelah berada di titik nol, dengan ikhlas menerima kekurangan diri, maka begitu kita berani melakukan "kebenaran" itu, selesalah masalahnya.
Thursday, October 30, 2008
dream house _ a though
Dream House, Dream Place, Im coming home. how about placing this memory of a dream coming house in our mind, sehingga emosi jadi lebih excited, ada sensasi kesenangan tersendirinya. Saya suka rumah minimalis, nyaman, elegan, simple, tenang, dan kalem seperti ini. Di rumah ini tersimpan harapan baru soal hidup, cinta, bahagia, dan keceriaan hidup. Sebuah ruang cinta untuk kita semua.
Belajar Dari Keceriaan Anak-anak ..
Di sekolah juga ada ekstrakurikuler berenang dan saya paling senang belajar gaya bebas dan gaya katak. Paling senang kalau ada pertandingan dan namanya anak-anak merasa senang kalau bisa "lebih" dari yang lain. Dan saya ingat, selesai berenang, sudah ada my mum siap dengan handuk dan sekotak nasi dan ayam kentucky boongan, lalu dengan tubuh lelah dan lapar, saya makan dengan lahapnya.Yes, ada my mum dan ada my brother kita berenang bareng dan enjoy our time together. dan saya dan my brother sering adu tahan nafas di dalam kolam renang. Dan sesekali saya akan berenang di atas punggung my mum untuk menuju ke kolam sedalam 2 meter.
Pelampung menjadi teman awal belajar berenang dulu dan kalau liat pelampung ada kesenangan yang muncul, jadi ingat memori waktu dulu pertama kali belajar berenang. Betapa pelampung bebek-bebekan menjadi pelampung penuh kesan untuk diingat.
setelah lelah berenang, my mum will take me to KFC gajah Mada dan makan paket ayam dan nasi nyam nyam nyam...sebelum berenang, kita ke vihara dulu berdoa (terpaksa) my mum memaksa saya dan my bro untuk doa dulu, dijanjikan setelah doa bisa langsung berenang, lalu abis berenang makan KFC...dan itu berlangsung bertahun-tahun. saking sebel, karna harus naik bus kota, saya dan my bro sering beraksi memboikot kegiatan doa di vihara dan tempertantrum, ngambek, liat jam terus dan terus minta segera pergi dari vihara dan segera berenang dan terus menagih janji ke my mum.
Waktu zaman SD, permen ini ngetop banget dan di dalam bungkusannya ada tulisan atau hadiah tertentu, dulu harganya berapa yah, saya lupa, 100 rupiah dapet 3 buah. dan tiap jam istirahat langsung makan permen karet bikin balon dan yang bisa bikin balon besar, itulah yang jago.
di masa kecil, mainan ini pun jadi favorit saya. walau ga tau cara maininnya tapi liat mainan ini mengingatkan saya akan memori bahagia waktu masih anak-anak. waktu masih kecil ga ada beban, enjoy life, bermain dan bersenang-senang dan berusaha untuk selalu ceria setiap saat. Ini sesuai dengan hasil penelitian Joan Coggin, M.D., seorang kardiolog di University School of Medicine, Loma Linda, Amerika Serikat, anak-anak rata-rata tertawa 400 kali dalam sehari. Sedang orang dewasa rata-rata hanya tertawa 15 kali saja sehari.
Itu berarti manusia dewasa kehilangan 385 tawa seiring dengan bertambahnya umur.
Kalau mau dirangkum, keceriaan anak-anak adalah bermain, berenang, dan kalau saya adalah ketika bisa berenang dan makan KFC selesai berenang, denga badan serba lelah dan lapar, lalu my mum ajak saya dan my bro makan KFC dan window shopping di mall. a very nice memory to remember...
Thursday, October 23, 2008
menang dan kalah
Saya berhasil melawan keinginan untuk nangis, karena berhasil memenangkan ketakutan untuk malu.
Saya memenangkan keinginan untuk menangis karena mau mengalahkan keinginan untuk marah, kepada orang yang menurut saya tidak boleh dicaci maki.
Wednesday, October 22, 2008
Resilience
Resilience: Build skills to endure hardship
Resilience means being able to adapt to life's misfortunes and setbacks. Test your resilience level and get tips to build your own resilience.
When something goes wrong, do you tend to bounce back or fall apart? People with resilience harness inner strengths and rebound more quickly from a setback or challenge, whether it's a job loss, an illness or the death of a loved one.
In contrast, people who are less resilient may dwell on problems, feel victimized, become overwhelmed and turn to unhealthy coping mechanisms, such as substance abuse. They may even be more inclined to develop mental health problems.
Resilience won't necessarily make your problems go away. But resilience can give you the ability to see past them, find some enjoyment in life and handle future stressors better. If you aren't as resilient as you'd like, you can work on skills to become more resilient.
Resilience means adapting to stress, adversity
Resilience is the ability to adapt well to stress, adversity, trauma or tragedy. It means that, overall, you remain stable and maintain healthy levels of psychological and physical functioning in the face of disruption or chaos.
If you have resilience, you may experience temporary disruptions in your life when faced with challenges. For instance, you may have a few weeks when you don't sleep as well as you typically do. But you're able to continue on with daily tasks, remain generally optimistic about life and rebound quickly.
Resilience isn't about toughing it out or living by old cliches, such as "making lemonade out of lemons." It doesn't mean you ignore feelings of sadness over a loss. Nor does it mean that you always have to be strong and that you can't ask others for support — in fact, being willing to reach out to others is a key component of being resilient. Resilience also doesn't mean that you're emotionally distant, cold or unfeeling.
Resilience does offer protection for you — and your family — against developing such conditions as depression, anxiety or post-traumatic stress disorder. Actively working to promote your mental well-being is just as important as protecting yourself from such physical conditions as heart disease and diabetes. Resilience may help offset certain risk factors that make it more likely that you'll develop a mental illness, such as lack of social support, being bullied or previous trauma.
"People who are more resilient have the ability to say to themselves, "OK, this bad thing happened, and I can either dwell on it or I can learn from it," explains Edward Creagan, M.D., an oncologist at Mayo Clinic, Rochester, Minn.
Check your resilience quotient
Do you consider yourself resilient or not resilient? Or maybe you fall somewhere in between?
People with resilience tend to possess certain characteristics. Use this chart to help get a general idea of how resilient you are. The statements on the left are characteristics of people who are resilient. Put a check mark next to each characteristic you agree that you have.
Characteristics of resilient people | |
---|---|
Statement | Check if you agree |
I'm able to adapt to change easily. | |
I feel in control of my life. | |
I tend to bounce back after a hardship or illness. | |
I have close, dependable relationships. | |
I remain optimistic and don't give up, even if things seem hopeless. | |
I can think clearly and logically under pressure. | |
I see the humor in situations, even under stress. | |
I am self-confident and feel strong as a person. | |
I believe things happen for a reason. | |
I can handle uncertainty or unpleasant feelings. | |
I know where to turn for help. | |
I like challenges and feel comfortable taking the lead. |
Credits: Based on the Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC), Connor K.M., Davidson J.R. ©2003. Adapted by Mayo Foundation for Medical Education and Research with permission.
Do you have few check marks or many? Think about the ones that you left blank. You may want to focus on developing resilience skills in those areas.
Tips to improve your resilience
Don't worry if you didn't have as many check marks as you'd hoped or expected. It's not too late to nurture resilience in yourself.
Use these tips to help become more resilient:
- Get connected. Build strong, positive relationships with family and friends, who can listen to your concerns and offer support. Volunteer or get involved in your community. "A sense of connectedness can sustain you in dark times," Dr. Creagan notes.
- Use humor and laughter. Remaining positive or finding humor in distressing or stressful situations doesn't mean you're in denial. Humor is a helpful coping mechanism. If you simply can't find humor in your situation, turn to other sources for a laugh, such as a funny book or movie.
- Learn from your experiences. Recall how you've coped with hardships in the past, either in healthy or unhealthy ways. Build on what helped you through those rough times and don't repeat actions that didn't help.
- Remain hopeful and optimistic. While you can't change events, look toward the future, even if it's just a glimmer of how things might improve. Find something in each day that signals a change for the better. Expect good results.
- Take care of yourself. Tend to your own needs and feelings, both physically and emotionally. This includes participating in activities and hobbies you enjoy, exercising regularly, getting plenty of sleep, and eating well.
- Accept and anticipate change. Be flexible. Try not to be so rigid that even minor changes upset you or that you become anxious in the face of uncertainty. Expecting changes to occur makes it easier to adapt to them, tolerate them and even welcome them.
- Work toward goals. Do something every day that gives you a sense of accomplishment. Even small, everyday goals are important. Having goals helps direct you toward the future.
- Take action. Don't just wish your problems would go away or try to ignore them. Instead, figure out what needs to be done, make a plan to do it, and then take action.
- Learn new things about yourself. Review past experiences and think about how you've changed as a result. You may have gained a new appreciation for life. If you feel worse as a result of your experiences, think about what changes could help. Explore new interests, such as taking a cooking class or visiting a museum.
- Think better of yourself. Be proud of yourself. Trust yourself to solve problems and make sound decisions. Nurture your self-confidence and self-esteem so that you feel strong, capable and self-reliant. This will give you a sense of control over events and situations in your life.
- Maintain perspective. Don't compare your situation to that of somebody you think may be worse off. You'll probably feel guilty for being down about your own problems. Rather, look at your situation in the larger context of your own life, and of the world. Keep a long-term perspective and know that your situation can improve if you actively work at it.
Becoming resilient is an individual experience. Adapt these tips for your own situation, keeping in mind what has and has not worked for you in the past.
If you don't feel you're making the kind of progress you'd like or you just don't know where to start, consider talking to a mental health professional about developing resilience. You don't have to have a specific mental disorder to talk to a mental health professional. With their guidance, you can promote positive mental well-being.
Resilience can help you endure loss, chronic stress, traumatic events and other challenges. It'll enable you to develop a reservoir of internal resources that you can draw on, and it may protect you against developing some mental illnesses. Resilience will help you survive challenges and even thrive in the midst of chaos and hardship.
"In my experience," Dr. Creagan says, "resilient individuals have cultivated a sense of forgiveness, and regardless of the setback or slight, they're able to box it up, put it in a package and let go of it. Think of resiliency as emotional buoyancy."
Menikah (Topic of the Month)
Benarkah menikah didasari oleh kecocokan?
Kalau dua-duanya suka musik, berarti ada gejala bisa
langgeng.. Kalau sama-sama suka sop buntut berarti
masa depan cerah...(That simple?..... ...)
Berbeda dengan sepasang sandal yang hanya punya aspek
kiri dan kanan, menikah adalah persatuan dua manusia,
pria dan wanita.
Dari anatomi saja sudah tidak sebangun, apalagi urusan
jiwa dan hatinya.
Kecocokan, minat dan latar belakang keluarga bukan
jaminan segalanya akan lancar.. Lalu apa? MENIKAH
adalah proses pendewasaan.
Dan untuk memasukinya diperlukan pelaku yang kuat dan
berani. Berani
menghadapi masalah yang akan terjadi dan punya
kekuatan untuk menemukan jalan keluarnya.
Kedengarannya sih indah, tapi kenyataannya?
Harus ada 'Komunikasi Dua Arah', 'Ada kerelaan
mendengar kritik', 'Ada keikhlasan meminta maaf', 'Ada ketulusan melupakan
kesalahan,dan Keberanian untuk mengemukakan pendapat'.
Sekali lagi MENIKAH bukanlah upacara yang diramaikan
gending cinta, bukan rancangan gaun pengantin ala
cinderella, apalagi rangkaian mobil undangan yang
memacetkan jalan.
MENIKAH adalah berani memutuskan untuk berlabuh,
ketika ribuan kapal pesiar yang gemerlap
memanggil-manggil
MENIKAH adalah proses penggabungan dua orang berkepala
batu dalam satu ruangan dimana kemesraan, ciuman, dan
pelukan yang berkepanjangan hanyalah bunga.
Masalahnya bukanlah menikah dengan anak siapa, yang
hartanya berapa, bukanlah rangkaian bunga mawar yang
jumlahnya ratusan, bukanlah perencanaan berbulan-bulan
yang akhirnya membuat
keluarga saling tersinggung, apalagi kegemaran minum
kopi yang sama...
MENIKAH adalah proses pengenalan diri sendiri maupun
pasangan anda.
Tanpa mengenali diri sendiri, bagaimana anda bisa
memahami oranglain... ?? Tanpa bisa memperhatikan diri
sendiri, bagaimana anda bisa memperhatikan pasangan
hidup...??
MENIKAH sangat membutuhkan keberanian tingkat tinggi,
toleransi sedalam samudra,serta jiwa besar untuk
'Menerima' dan 'Memaafkan'.
* Kesalahan terbesar kita dalam memilih pasangan
adalah kita lebih mementingkan dengan siapa kita
menikah bukan seperti apa orang yang akan kita nikahi.
Kita lebih melihat dari fisik orang
tersebut bukan kualitas orang tersebut*
sumber : anonym
Menyembuhkan Luka Batin #2
"Ada sebuah kisah tentang sebuah rumah. yang kebetulan dihuni seekor monster yang menetap di ruang bawah tanah. Sang pemilik rumah tahu tentang kehadiran monster itu. Jika merasa terusik, monster itu akan keluar menjahati, mengganggu bahkan memangsa siapa pun yang ada di dalam rumah, kecuali pemilik rumah itu. Hal ini membuat si pemilik rumah menyatakan perang dengan si monster. Namun, monster itu tak pernah berhasil diusir keluar. Maka monster itu pun dikurung di ruang bawah tanah.
Tetapi, monster itu selalu mampu menemukan jalan keluar. Bertahun-tahun, monster itu selalu mengancam kehidupan pemilik rumah. Hingga akhirnya, pemilik rumah memutuskan untuk membiarkan monster itu naik, dan tinggal di ruang dalam. Ruang bawah tanah pun dihancurkannya. Monster itu, ternyata merasa tidak tahan terus-terusan tinggal di dalam rumah. Monster itu pun pergi....
Selamanya!"
Kisah di atas saya pakai untuk menggambarkan soal berbagai 'monster'
kepahitan, rasa sakit, luka ataupun kepedihan yang kita simpan terus-
menerus dalam diri kita.
Hikmahnya, selama tidak pernah diselesaikan, kepedihan itu akan terus-menerus menghantui dan mengganggu kehidupan kita. Itulah sebabnya, ada benarnya saat Milton Wrad, penulis buku The Brilliant Function of Pain (Fungsi Brilian dari Rasa Sakit), mengatakan, "Fearing pain, fighting pain, avoiding pain or ignoring pain, only increasing it. Flow with it". Artinya, ketakutan pada rasa sakit, melawan rasa sakit, menghindari rasa sakit dan mengelak dari rasa sakit hanya akan meningkatkan rasa sakit kita. Mengalirlah dengan rasa sakit itu. Hal ini terutama benar, khususnya kalau kita bicara soal rasa sakit emosional.
Setiap orang pastilah pernah memiliki luka emosional. Bagi segelintir orang, luka tersebut menjadi luka batin berkepanjangan. Namun, di pihak lain ada yang bisa memilih untuk tidak menjadi terhambat karena luka-luka tersebut.
Saya ingat, ada dua wanita yang pernah dilecehkan secara seksual oleh orangtuanya. Satunya hidup menderita dan mulai membenci semua laki-laki. Satunya lagi, bisa belajar memaafkan dan memulai lembaran hidup baru dengan lebih berhati-hati memilih pasangan.
Wanita yang kedua ini, bisa kembali menjalani hidupnya secara tegar. Saat ditanya, bagaimana filosofi hidupnya dan mengapa dia bisa bertahan, jawabnya sederhana, "Pain is inevitable. Suffering is optional." (mengalami rasa sakit itu lumrah, tidak akan terhindari. Tapi menderita itu adalah soal pilihan kita). Sebuah filosofi hidup
yang menarik.
6 Langkah
Secara psikologis, ada enam langkah proses penyembuhan luka batin yang bisa kita lakukan pada diri kita.
Pertama, identifikasi. Yakni mengidentifikasikan kembali isu-isu lama yang pernah membuat Anda terluka. Banyak orang enggan melakukannya, karena takut membangunkan 'monster' yang tertidur.
Namun, selama hanya ditimbun dan tidak diselesaikan secara tepat, maka monster ini akan terus-menerus mencari cara mengganggu kehidupan kita. Cara terbaik adalah menghadapinya dengan gagah berani dan sikap yang positif. Itulah sikap terbaik menghadapi luka-luka lama kita.
Kedua, kaitkan. Tanyakanlah pada diri Anda bagaimana luka-luka batin itu berpengaruh terhadap kehidupan Anda sekarang. Bagaimanakah hal itu mengganggu proses Anda sekarang. Kaitkan isu lama Anda dengan situasi yang Anda alami sekarang.
Biasanya luka batin serta pengalaman tak menyenangkan pada masa lampau memberikan pengaruh terhadap apa yang terjadi saat ini. Semakin banyak Anda terpengaruh, semakin Anda perlu membereskan.
Ketiga, pikirkan. Pikirkan apa yang mau diubah. Pikirkan pula, apa akibatnya bagi diri Anda jika hal tersebut dapat diubah dan diselesaikan. Pikirkan pula apa akibatnya jika ternyata Anda tidak mengubahnya sama sekali.
Keempat, afirmasi. Di langkah keempat ini, lakukanlah afirmasi terus-menerus kepada diri sendiri, bahwa Anda perlu, ingin serta memilih untuk berubah. Berlajarlah untuk mengatakan, "Luka ini menyiksaku, tetapi saya lebih kuat dan saya ingin menyelesaikan sehingga luka ini tidak lagi menghalangi hidupku", Ayo. Diriku lebih kuat dari luka ini." Saya tidak akan membiarkan luka ini mengganggu hidupku. Itulah pilihanku".
Kelima, ventilasi emosi. Di sinilah kita ditantang untuk memventilasikan emosi kita secara positif. Arti sederhananya, Anda perlu mencari cara untuk menyalurkan kemarahan tersebut secara sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas atau kegiatan seperti menulis diary, membagikan dengan orang lain, berbicara dengan seorang ahli, berolah raga, yoga, meditasi, dan masih banyak aktivitas lainnya.
Akhirnya, tahap keenam penyembuhan. Di sinilah kita mencoba melakukan proses penyembuhan baik secara mental maupun spiritual. Dalam tahapan ini, kita bisa membingkai ulang dengan memaknai secara berbeda apa yang terjadi ataupun mengganti kesan kita yang negatif soal luka itu, dengan pikiran positif.
Sebenarnya, hingga di langkah keenam ini, kita sudah menyelesaikan secara pribadi. Namun, jika diperlukan, langkah ini pun bisa dilanjutkan dengan menyelesaikan hal ini dengan penyebab luka batin Anda yang masih hidup.
Misalkan ada seorang anak dari istri pertama yang diusir keluar rumah oleh ayahnya, setelah ayahnya menikah dengan istri kedua. Hal ini menimbulkan luka batin cukup lama, tapi akhirnya setelah belajar proses di atas, dia bisa menelepon papa-nya dan mengatakan, "Papa, meskipun papa pernah usir saya dan saya terluka, saya mau bilang saya memaafkan papa hari ini." Bertahun-tahun kemudian, saat ditanya sahabatnya bagaimana dia mampu melakukannya, dia hanya berkata, "Saya menerima papa untuk menunjukkan bahwa diri saya lebih baik dari diri papa!"
Dalam kesempatan ini pula, mari kita belajar perlakukan luka batin kita dengan ramah. Lihat kembali luka itu, dan jangan ditolak. Belajarlah menerima kenyataaan dan perlakukan rasa sakit kita tersebut dengan ikhlas. Itu semua adalah pelajaran penting dalam hidup kita.
Hingga akhirnya, kita harus belajar mengatakan "Terima kasih luka batinku. Ini nggak nyaman tapi terima kasih. Kau sudah memberikan pelajaran penting bagi hidupku!". Pada akhirnya, semua luka batin yang tersembuhkan dalam hidup kita akan menjadi kebijaksanaan yang penting.
Itulah sebabnya orang mengatakan, "Wisdom is a healed pain". Begitulah. Rasa sakit dan luka batin yang telah disembuhkan, akan menjadi kebijaksanaan baru buat kita! Selamat menjalankan ibadah puasa dengan hati yang damai.
Sumber: Menyembuhkan Luka Batin oleh Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency
Tuesday, October 21, 2008
Menyembuhkan Luka Batin
Oleh : Kristi Poerwandari, Psikolog
Bayangkan Anda seorang anak kecil berusia delapan tahun, di panas terik berjalan kaki cukup jauh pulang sendiri dari sekolah. Anda kesepian, kelelahan, dan kehausan. Begitu sampai rumah Anda berlari masuk, menarik gelas dari meja makan, tanpa sengaja menjatuhkannya.
Ayah atau ibu kaget, menghampiri dengan tubuh tegang. Bukannya menunjukkan kekhawatiran, mereka mulai memaki-maki. Mengguncang dan memukul Anda: ”Dasar goblok. Anak tidak tahu diuntung! Selalu bikin masalah. Itu gelas bagus tahu?! Hari ini kamu dihukum tidak dapat makan siang!!” Mungkin Anda sangat ketakutan, tegang, dan bingung, sementara badan terasa sakit akibat pukulan.
Dengan gerakan kacau, Anda mulai memunguti pecahan gelas, mungkin begitu paniknya sehingga tangan tertusuk dan berdarah. Ayah atau ibu sama sekali tak peduli, tegak berdiri penuh kebencian.
Luka akibat tertusuk pecahan kaca mungkin sembuh dalam waktu singkat, tetapi luka batin? Bila mengalami hal di atas, mungkin kita akan menghayati begitu banyak perasaan negatif: takut, bingung, kesepian, sedih, marah, dan menyesali diri, merasa bodoh, tak berdaya, mungkin juga sangat marah dan benci kepada orangtua yang telah berlaku tidak adil. Kita juga akan merasa sangat malu karena orangtua melakukan hal begitu buruk dan karena kita diperlakukan demikian buruk.
Trauma psikologis adalah suatu kejadian yang menghadapkan kita pada ancaman genting yang overwhelming, berdampak pada tergoncangnya keseimbangan. Ketika itu terjadi, kapasitas menyelesaikan masalah dari otak kehilangan kemampuan mengendalikan situasi. Kekagetan dan ketakutannya dapat sangat melumpuhkan, apalagi bila dibarengi sakit fisik.
Luka batin akibat perlakuan orang terdekat sering lebih menghancurkan. Apalagi bila itu terjadi berulang.
Psikoanalisis mampu menjelaskan rinci betapa perlakuan buruk dari orang terdekat sejak masa awal kehidupan dapat menghantui hingga masa dewasa. Luka batin yang tak terobati mungkin menghancurkan kepercayaan kita kepada orang lain. Luka batin juga sering menghancurkan kepercayaan kita kepada diri sendiri (”Apakah aku cukup baik untuk dicintai?; ”Adakah yang sungguh-sungguh peduli kepadaku?”)
Luka batin mencerabut jangkar psikologis atau akar terdalam dari rasa aman manusia. Bagaimana orang merespons luka batinnya?
Tergantung karakteristik kepribadian, sosialisasi yang diterima, dan keseluruhan konteks hidupnya. Rasa marah mungkin terbawa hingga dewasa. Sikap menghukum dari orangtua diadopsi dalam bentuk mudahnya individu marah dan menghukum pasangan hidup atau anak. Atau rasa tidak aman yang kuat menyebabkan kita membentengi diri akibat takut dilukai.
Ada yang jadi sinis, punya kebutuhan berlebihan tak pernah terpuaskan akan seks, kekuasaan, prestise, dan lainnya. Intinya, hal-hal itu menjadi kompensasi ketidakyakinan kita sungguh-sungguh pribadi berharga dan patut dicintai.
Luka batin dalam komunitas juga berdampak bervariasi. Proses psikologis seperti generalisasi dan pembakuan stereotipe dapat menggulirkan ribuan masalah lebih lanjut.
Pengalaman buruk langsung maupun tak langsung (yang dilihat dan didengar) dengan kelompok tertentu (polisi, perempuan, guru, orang kaya, individu dengan karakteristik fisik tertentu) dapat mengental dalam ingatan dan berpengaruh terhadap perilaku kita.
Membangun kebahagiaan
Berikut cuplikan surat seorang gadis, sebut saja Cinta, di Jakarta, yang penuh luka batin akibat tindakan orangtua sejak masa kecil dia.
”Mbak, aku melakukan kesalahan lagi. Ibuku tadi marah-marah ke tukang yang sedang merenovasi rumah. Aku takut mereka dendam kepada Ibu dan malah kenapa-kenapa, jadi Ibu ku tenangkan. Eh, malah aku dimarahi habis-habisan. Katanya aku sok tahu, sok mengatur, durhaka. Mama teriak-teriak, lempar barang hampir kena ke kepalaku. Aku dituduh sengaja bikin Mama jadi stres supaya Mama masuk rumah sakit jiwa…. Aku tertekan banget, aku nangis berjam-jam. Kalau sudah begini, aku jadi ingin menghubungi lagi mantan pacarku. Tetapi, jangan khawatir Mbak, aku tahu itu bukan penyelesaian yang baik. Jadi, aku mau tidur dulu saja. Capekkkk.” (Dia baru putus pacaran dengan laki-laki beristri dan mulai menyadari hubungan tersebut tidak memberi manfaat apa pun bagi dia).
Dalam surat lain, dia menulis: ”Mbak, aku tidak mau jadi orang yang sama seperti ayah-ibuku yang penuh kepahitan dan menyakiti anak-anaknya. Aku sakit hati sekali kepada mamaku, sampai sekarang belum bisa ku hilangkan. Aku tahu sumber kekacauan emosi ibuku: ia bertahan hidup 32 tahun dengan suami kasar, sering menghina dan main tangan. Tadi ku dengar ayah maki-maki ibuku: ’Goblok kamu, anjing, mampus!’ Aku ingin menyayangi diriku sendiri. Pakai ukuranku sendiri dalam memahami diri sendiri, bukan ukuran orang lain, bukan ukuran mamaku atau papaku yang menganggap aku kurang pintar, kurang membanggakan, kurang cantik, kurang kaya, dan entah apa lagi.”
Ia akan terus bertahan di bidang kerjanya yang tidak disukai orangtua karena gajinya tidak sebanyak yang mereka harapkan. Ia juga akan melihat sisi-sisi positif dirinya, tidak dirontokkan komentar menyakitkan orangtua (”Kalau kamu gayanya begitu, enggak akan ada cowok mau. Paling yang datang orang-orang goblok, tukang porot, yang mau ambil duit kamu!”). Meski sulit, Cinta sedang berusaha keras membangun rasa cinta kepada diri sendiri dan tampaknya akan berhasil.
Bagaimanapun, mencegah jauh lebih mudah daripada mengobati. Bayangkan bila anak yang memecahkan gelas secara tak sengaja itu dihampiri orangtuanya yang khawatir, kemudian memeluknya, menenangkan, dan membantu membersihkan pecahan kaca. Ketakutan dan kekagetan anak akan berganti dengan kelegaan, perasaan terlindungi, terbasuh kasih sayang.
Percaya Cinta
Percaya pada pacar semata wayang.
Belajar untuk mengikuti kata hati.
Berani ambil keputusan hidup.
Percaya cinta sungguh ada.
Yuu..
Healthy Life
1. Kesehatan mata. Sering berhadapan di layar komputer, layar Tv,membaca sambil tiduran, sempat membuat mata lelah, otot mata nyut-nyutan, dan mata merah, padahal mata itu jendela dunia, hanya dengan mata kita bisa melihat dunia nyata, segala warna warni dunia.
2. Sariawan. Bukan sekedar kurang vitamin C saja, tapi bisa disebabkan karena masalah pencernaan dan stress berat. Bisa diatasi dengan selalu standby stok vitamin C dosis tinggi (rekomendasi : Zevit Grow, vitamin C dosis tinggi dan ada kandungan kalsium juga). Stress ternyata menyebabkan sariawan juga. Sariawan terlalu sering bisa menjadi awal muasal kanker mulut, sehingga ada baiknya selalu jaga kebersihan mulut, obat kumur (Betadine well recomended), dan juga banyak konsumsi buah dan sayur, sikat gigi teratur, dan selalu menjaga keseimbangan hidup.
3. Tekanan Darah kurang normal. Terlalu lelah, kurang tidur, pola makan kacau, bisa bikin tekanan darah kacau. Tekanan darah rendah katanya lebih baik daripada tekanan darah tinggi, tapi tetap saja dua dua nya penyebab stroke. Gejala tekanan darah rendah : sesak nafas, diare, dan juga mudah letih dan gampang pingsan. Bisa makan daging kambing, makanan kadar garam tinggi, dan juga olahraga. Bertolak belakang dengan tekanan darah tinggi, justru nggak boleh banyak konsumsi makanan bergaram.
4. Kesehatan ginjal. Sekarang walau masih usia belasan bisa terserang sakit ginjal. Bisa karna sering makan makanan padang 3 kali sehari, yang santennya sangat kental. Dan juga minum coca cola dan minuman soda terlalu banyak, dan juga jika terlalu sering konsumsi obat-obat sejenis aspirrin, bisa merusak ginjal. Ada dua jenis ginjal. Ada yang disebut batu ginjal, karena jarang minum air putih. Dan ada juga kerusakan ginjal atau gagal ginjal karena sering konsumsi makanan kurang sehat, sehingga ginjal jadi rusak. Di kasus ini justru tidak boleh terlalu banyak minum air putih.
Stress menjadi sumber munculnya berbagai penyakit. Stress pun muncul karena nggak puas dengan hidup, kaget dengan perubahan hidup, nggak tau gimana menghadapi stressnya. Stress pun dikarenakan jarang bersyukur, padahal sudah punya organ tubuh utuh itu udah bener-bener beruntung banget...
Note : buah delima bagus untuk kesehatan tubuh. Madu juga bagus dikonsumsi (Sebaiknya sebelum tidur minum madu, supaya bisa perbaikan sel-sel tubuh dengan efektif).
Monday, October 20, 2008
3 Faktor Pertimbangan
- Kesiapan psikologis. Di sini yang dilihat adalah apakah emosinya sudah stabil. Baik Anda dan pasangan sama-sama menyadari bahwa pernikahan adalah peperangan. Ketika berhasil selamat dalam peperangan itulah, pernikahan bahagia akan tercipta.
- Faktor ekonomi. Maklum, tuntutan gaya hidup makin tinggi, orang sekarang lebih materialistis. Sebelum memutuskan menikah, lihat lagi apakah pasangan Anda bisa menunjang atau tidak secara ekonomi.
renungan cinta
Sebuah hubungan cinta yang terlalu banyak mengorbankan dan merugikan kehidupan pribadi maka itu sesuatu hal yang tidak menyehatkan kelangsungan hidup anda.
Boleh jadi mereka tidak suka dengan kekasih anda, tapi suatu hari nanti mereka pasti akan bisa menerima hubungan cinta anda, bila anda mampu membuktikan bahwa apa yang anda lakukan bisa membuat kehidupan anda lebih baik dan lebih indah untuk dijalani.
Monday, October 13, 2008
Mars Venus by : John Gray
"...what he wants to do with his life. there is something else going on that inspired his behavior.what caused him to feel the need to leave. he felt he was unable to share his feelings with you. because he wants to be alone with only his problems. he does want his time right now by himself. he took his feelings and emotions into his workplace. he cannot fix you. giving him some space. You both need some distance to get back on track. reestablish your life goals. can help you take care of your own needs while respecting your husbands space and distance. being the person you were meant to be to put some emotional distance between the two of you. give yourself the gift of time, away from her and other relationships. taken the time you need to heal. to help work out your feelings. to heal your wounds..." (by : John Gray, on divorcemag.com)
Sunday, October 12, 2008
7 Alasan Buruk Untuk Menikah
1. "Teman-teman saya banyak yang telah menikah."
2. "Jika tidak menikah dengannya, saya tidak dapat kesempatan lain."
3. "Ah, dia tidak seburuk itu, kok. Hanya doyan perempuan."
4. "Saya sudah terlalu dekat dengannya, jadi saya harus menikah dengannya."
5. "Kami sudah menyewa gedung, menyiapkan gaun, masak sih harus dibatalkan?"
6. "Kalau saya meninggalkannya, katanya dia akan bunuh diri."
7. "Saya tahu dia punya masalah. Tapi saya mencintai dia dan ingin membantunya. Mungkin pernikahan bisa membuatnya berubah."
Friday, October 10, 2008
Kado Perceraian _ Riset
http://www.surya.co.id/web/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=50263
Thursday, 17 July 2008
Harta, tahta, dan wanita, tiga kata saling bertaut yang tuahnya membetot bagai magnet, setidaknya bagi para adam. Sama yakinnya dengan mengugemi pameo bahwa di belakang sukses seorang pria pasti ada seorang wanita.Namun, ketika wanita berani mengajukan gugatan cerai lantaran berbagai alasan -salah satunya perbedaan pandangan politik- untuk meninggalkan pria, fenomena apa yang sejatinya tengah terjadi?
Berangkat dari data yang dibeber Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, suhu politik yang memanas seiring pemilihan kepala daerah dituding ikut menyumbang andil pada tingginya angka perceraian di Indonesia. Data yang dihimpun dari enam kota besar di Indonesia itu (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar) cukup mencengangkan.
Surabaya mendominasi dengan angka perceraian tertinggi. Sebanyak 48.374 kasus perceraian, 27.805 kasus di antaranya atau 80 persen adalah kasus perceraian yang diajukan sang istri.
Sementara 17.728 kasus di antaranya adalah gugatan cerai yang diajukan suami kepada istrinya.
Berkaca dari kasus-kasus yang ditangani Kebijakan, Pendidikan dan Pendampingan Masyarakat Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) Samitra Abhaya Surabaya, Yulianti Ratnaningsih SH, staf divisi KPPD tak menampik jika di Surabaya pihak istri yang terbanyak mengajukan gugatan cerai.
Beberapa sumber masalahnya tak sedikit yang disebabkan peningkatan karier atau jabatan suami sehingga memicu sang suami berbuat sewenang-wenang, berselingkuh, dan penelantaran ekonomi.
Tahun 2007, sodor Yanti -begitu ia biasa disapa- mengutip data KPPD, lembaga ini menerima 220 kasus pengaduan dan pendampingan di mana sebanyak 10 kasus pengajuan gugatan cerai oleh istri disebabkan karena peningkatan jabatan suami sebagai pejabat publik. Kemudian ada lima kasus gugatan cerai istri dari istri politisi yang mengalami penelantaran ekonomi dan KDRT. ”Sifat feminin yang dituntut pada perempuan (istri) diartikan sebagai kepatuhan
dan kepasrahan. Perempuan yang kritis dipandang tidak pantas,” tegas Yanti.
Wanita dan tahta, kenapa selalu dikaitkan? Yanti mensinyalir, fenomena itu lebih kepada cara pandang dalam masyarakat bersistem patriarki di Indonesia. Perempuan masih sebagai objek atau alat untuk mencapai tujuan sedangkan posisi pria di atas perempuan (superior). Ini mengondisikan prialah yang lebih banyak memiliki akses kekuasaan, ekonomi, dan sarana publik.
”Sementara perempuan adalah konco wingking alias pelengkap dan bukan mitra. Pada akhirnya perempuan bisa menjadi sosok pelanggeng kekuasaan atau malah korban kesewenang-wenangan pria (dalam hal ini istri oleh suaminya),” papar Yanti.
Inilah yang kemudian membuka pintu lebar-lebar bagi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT itu sendiri bukan hanya berupa melukai secara fisik, tapi juga termasuk kekerasan psikis (penghinaan, mencaci maki, pemaksaan kehendak), penelantaran ekonomi, hingga pemerkosaan.
Kompromi dan Toleransi
Saat memutuskan untuk menikah, suami atau istri harus siap menghadapi perbedaan-perbedaan di antara mereka. Di antaranya beda budaya, pola asuh, karakter hingga perbedaan pandangan politik. Apakah si suami atau istri merupakan
Surya Online
http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e1s0e Orvcetdober, 2008, 16:09
aktivis politik atau bukan, tentu ada kondisi yang berseberangan.
“Kalau sudah menjadi prinsip biasanya sulit untuk dirubah karena masing-masing pihak memiliki alasan tersendiri. Mereka mempertahankan hal yang diyakininya. Mengingat itu merupakan hak individu,” tutur Fenny Listiana, SPsi
MM, konsultan di Sparta Education Surabaya, Rabu (16/7).
Mungkin banyak orang yang menilai hal tersebut sebenarnya sederhana, namun menurut Fenny, bila perbedaan tersebut dibuat menjadi rumit oleh pasangan suami istri, akan menjadi bom waktu yang berujung pada perceraian.
“Misalnya si suami menghina atau mengejek istrinya karena mengikuti partai A. Dan sebaliknya, si istri mengejek suami karena ikut partai B. Kekerasan psikis seperti ini jika diakumulasi bisa berujung pada perceraian,” tegas Fenny.
Perceraian sebenarnya akumulasi dari berbagai macam persoalan. Bila seseorang sudah terbentur kasus tertentu dan dibiarkan tumbuh subur akan meledak sewaktu-waktu. Salah satunya bisa terjadi jelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah (pilkada).
Belum lagi masalah penghargaan yang tidak didapatkan dari pasangan, namun hanya bisa didapatkan saat ia bergabung di sebuah partai. Di sinilah kebutuhan aktualisasi diri justru didapatkannya di tempat lain.
“Masalah dalam perkawinan sebenarnya ada tiga hal, ego yang sama-sama kuat, kebiasaan yang berbeda dan karakter yang bertolak belakang. Sehingga penyebab perceraian harus ditelusuri lebih jauh. Seperti berapa tahun perkawinan atau apakah ada konflik sebelumnya,” tutur Fenny.
Untuk menyikapi perbedaan yang ada di antara suami istri, Fenny menyarankan untuk mengenal karakter masingmasing, agar mendapat pemahaman satu sama lain. Ditambah, saat menyampaikan pendapat, pasangan lainnya harus legawa menyikapi perbedaan yang disampaikan. “Kuncinya ada tiga, komunikasi, toleransi, dan kompromi.
Artinya saat menyampaikan pendapat, meski beda pendapat, si penerima dan penyampai pesan harus menoleransinya. Setelah itu, barulah hal tersebut dikompromikan,” pungkas Fenny. dta/tis
Didukung Suami 100 Persen
Dukungan terus diberikan sang suami, saat Pungky Sukmawati, 34, memutuskan aktif berkegiatan di Partai Bintang Reformasi (PBR). Bahkan saat ini Pungky telah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBR.
“Niat saya untuk bergabung di partai ini didukung suami seratus persen. Ia juga mengijinkan dan memberi restu saya untuk aktif di sini,” terang Pungky. Di sisi lain, suami Pungky, Haykel Al Djufri, 33, bukanlah aktivis politik seperti dirinya. Pria berusia 33 tahun ini seorang pengusaha properti yang juga tengah disibukkan dengan kegiatan bisnisnya. Toh meski bukan aktivis politik, Pungky menyebut suaminya masih mengikuti perkembangan politik yang berlangsung saat ini.
“Sah-sah saja bila suami memilih partai lain. Saya sih berpikir demokratis aja. Ia memang sempat bercanda mengatakan hal tersebut. Saya sendiri tidak memaksa ia harus memilih partai yang diikuti istrinya,” tegas mantan model Surabaya era 2000-an itu.
Meski disibukkan dengan seabreg kegiatan partainya, Pungky mengaku tak meninggalkan kewajibannya di dalam keluarga. Disinggung mengenai latar belakangnya sebagai model dan sempat mengikuti pemilihan kontes kecantikan Putri Indonesia, ditegaskan Pungky hal tersebut tidak menjadi masalah. Keputusannya untuk aktif di bidang politik tidak melenceng jauh dari kontes-kontes yang pernah diikuti sebelumnya.
Surya Online
http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e1s0e Orvcetdober, 2008, 16:09
“Dari dulu saya aktif melakukan kegiatan sosial dan pengabdian pada masyarakat. Dan visi dan misi ini ada di partai yang saya ikuti saat ini. Alasan inilah yang membuat saya bergabung. Yaitu visi dan misi yang sejalan dengan prinsip hidup saya, beramal untuk masyarakat,” pungkasnya. tis
TABEL Perceraian dan Pilkada
KOTA KASUS Diajukan Istri Diajukan Suami
1. Surabaya 48.374 27.805 (80 %) 17.728
2. Semarang 39.082 23.653 (70 %) 12.69
3. Bandung 30.900 15.139 (60 %) 13.415
4. Jakarta 5.193 3.105 (60 %) 1.462
5. Makassar 4.723 3.081 (75 %) 1.093
6. Medan 3.244 1.967 (70 %) 811
Sumber: Dirjen Bimas Islam (2008)
Pemicu perceraian:
1. Ketidakharmonisan rumah tangga (46.723 kasus)
2. Faktor ekonomi (24.252 kasus)
3. Krisis keluarga (4.916 kasus)
4. Cemburu (4.708 kasus)
5. Poligami (879 kasus)
6. Kawin paksa (1.692 kasus)
7. Kawin di bawah umur (284 kasus)
8. Penganiyaan dan KDRT (916 kasus)
9. Kawin lagi (153 kasus)
10. Cacat biologis (581 kasus)
11. Perbedaan politik (157 kasus)
12. Gangguan pihak keluarga (9.071)
13. Selingkuh (54.138 kasus)
Sumber: Dirjen Bimas Islam (2008)
Surya Online
http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e1s0e Orvcetdober, 2008, 16:09
Thursday, October 09, 2008
Lepas Dari Ko-Dependensi
Oleh : Kristi Poerwandari, Psikolog
APAKAH Anda terus memikirkan dan berusaha keras memperbaiki hidup seseorang yang sering menyakiti Anda, merasa bertanggung jawab atas kesejahteraannya dan terobsesi untuk membuatnya ’menjadi lebih baik’? Apakah Anda mencari berbagai alasan untuk membela dan terus mencintainya hingga menomorduakan kebahagiaan dan kepentingan diri sendiri?
Bila demikian halnya, tampaknya Anda mengalami ko-dependensi. Istilah ini jarang dibahas dalam teks ilmiah psikologi meski psikolog yang banyak menangani kasus relasional akan sepakat betapa ko-dependensi banyak terjadi.
Karakteristik ko-dependensi
Istilah ko-dependensi muncul tahun 1979 (Beattie, 1990) di negara Barat ketika praktisi kesehatan mental melihat adanya individu-individu yang hidupnya menjadi ’tak terkendali’ dan ’tidak sehat’ karena mengembangkan pola penyesuaian diri tertentu sebagai akibat kelekatan emosionalnya pada pencandu obat-obatan atau alkohol. Sering mereka adalah pasangan atau anak dari alkoholik. Dalam perkembangannya, istilah ini bermanfaat untuk menjelaskan konteks yang jauh lebih luas daripada itu. Mungkin sederhananya menunjuk pada individu-individu yang menampilkan penyesuaian diri yang tidak lagi sehat, akibat ketergantungan emosionalnya pada seseorang lain yang bermasalah karena ’tidak mampu atau menolak’ untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Orang lain itu bisa mengalami ketergantungan pada napza, alkohol, judi, seorang yang charming tetapi menolak menafkahi keluarga, pelaku KDRT, atau pasangan yang tidak pernah setia.
AM, 35 th, seorang istri yang sering dianiaya suami yang ternyata telah memiliki anak remaja di luar nikah menulis surat sbb:
”Bu, saya kesulitan melupakan dia. Saya ternyata benar-benar tergantung secara psikis pada dia. Padahal saya sudah menyibukkan diri, tetapi kalau ada kesempatan satu menit saja tidak melakukan apa-apa, saya pasti langsung ingat dia. Rasanya perih.
Apa ini cinta? Mengapa saya terus memikirkannya dan ingin ia mampu bertanggung jawab? Saya pikir ini bukan cinta. Karena setiap harinya saya selalu berusaha menekan kemarahan dan kekecewaan saya pada dia. Bahkan saya sering mengumpat agar ia mendapatkan azab dari Tuhan, tetapi saat itu pula saya berusaha menekan kemarahan tersebut karena mendoakan orang lain agar mendapatkan kesengsaraan adalah perbuatan dosa. Itulah yang sering menahan saya untuk tidak bersikap agresif pada keadaan ini. Sebenarnya saya kasihan pada anaknya yang pasti juga ditelantarkan olehnya. Nasibnya sama seperti saya dulu.
Bu, biasanya butuh waktu berapa lama untuk pulih dari kasus semacam ini? Saya butuh pertolongan….”
Siapa yang dapat mengembangkan ko-dependensi?
Siapa pun dapat mengembangkan ko-dependensi, apalagi ketika kita jatuh cinta, sangat terpukau dan kemudian mengidealisasi pasangan. Meski demikian, yang lebih rentan mengembangkan ko-dependensi adalah ia yang mungkin dibesarkan dalam keluarga atau lingkungan terdekat di mana orangtua tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman. Malahan keadaan menuntut yang bersangkutan untuk ’dewasa sebelum waktunya’, mengubur rapat-rapat kebutuhannya akan perlindungan, mengharuskannya mengambil alih tanggung jawab orangtua.
Seorang yang menampilkan ko-dependensi bisa saja seorang yang sangat berprestasi dan berhasil dalam karier. Bayangkan seorang anak yang sejak balita hingga remaja melihat kekacauan dalam keluarga: menyaksikan perilaku ayah yang mabuk dan main perempuan, ibu yang kemudian sakit-sakitan dan menjadi pemarah, dan ia mau tidak mau harus merawat adik-adiknya yang tak terurus. Individu demikian mungkin berkembang menjadi orang yang tidak mengenal kebutuhan-kebutuhannya sendiri, tidak pernah yakin bahwa ada yang sungguh-sungguh mencintai. Untuk memperoleh penerimaan, ia malah lebih sibuk mengurus orang lain, tetapi batinnya sendiri mungkin sangat kosong. Pembelajaran kompleks di masa kanak terbawa hingga dewasa, membuatnya mudah terjebak pada hubungan-hubungan yang tidak sehat. Ketika bertemu dengan seseorang yang tak mampu bertanggung jawab atau senang menyakiti, ia akan bernalar: ”pasanganku sebenarnya mencintaiku tetapi tidak mampu menunjukkannya”; ”ia sebenarnya baik hanya sinis”; atau ”kalau aku tinggalkan ia bisa bunuh diri”. Salah satu karakteristik ko-dependen adalah adanya dorongan untuk ’menjadi penyelamat’ atau ’mengambil alih tanggung jawab’. Dapat dimengerti bila umumnya pasangan bukannya menjadi lebih baik, malah semakin taking for granted dan seenaknya.
Keluar dari ko-dependensi
Untuk keluar dari ko-dependensi kita perlu meyakini beberapa butir berikut: (1) untuk dapat mencintai orang lain secara sehat, kita wajib mencintai dan mengurus diri sendiri dulu. Analogi paling baik adalah peringatan di atas pesawat terbang: saat ada gangguan dan masker udara turun, kita tidak boleh memakaikan masker itu kepada orang lain dulu, termasuk ke anak, melainkan harus memakaikannya ke diri sendiri dulu. Bila tidak, semua pihak dapat telanjur kehabisan oksigen dan tak tertolong. (2) Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang harus ada dan tidak boleh dilanggar dalam menjalin hubungan khusus. Misal, prinsip saling menghormati; prinsip keterbukaan; prinsip tanggung jawab yang setara. (3) Salah satu prinsip penting adalah: manusia dewasa akhirnya bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Kita tidak perlu mengambil alih untuk bertanggung jawab atas kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Kita juga tidak perlu terobsesi mengubahnya karena perubahan mendasar hanya dapat dilakukan atas kesadaran sendiri, bukan karena paksaan dari luar.
Jadi, meskipun cinta setengah mati pada seseorang, akhirnya kita perlu menetapkan waktu yang jelas dan sikap yang tegas agar tidak menghancurkan diri sendiri dengan terjerat ko-dependensi. Akan ada masa-masa sulit di mana Anda mungkin menangis setiap malam, tetapi itu menjadi proses penemuan diri dalam dunia yang membentang luas. Meski banyak kekacauan di dunia ini, masih ada orang-orang baik yang akan kita temui dan dengan mereka kita dapat menjalin hubungan saling menghormati.
Sumber : Kompas.com, September 2008
Wednesday, October 08, 2008
"Zee"
A Personal Journey Note
Siapapun membutuhkan curahan untuk mengungkapkan segala rasa, hasrat, gejolak jiwa...
Tidak selalu berwujud hidup, bisa juga dengan secarik kertas polos yang siap mendengar ...
Walau sekedar menulis, tapi bisa sangat membantu menenangkan, dan menjadi sebuah terapi sehat bagi jiwa...
Begitu personal, hanya antara si penulis dan si kertas saja dan si tinta yang menemani..
Sederhana, mudah dilakukan, melatih ketenangan dan konsentrasi...
Menulis curahan jiwa dan pikiran dengan bebas lepas tanpa harus dikritik siapapun
Tuesday, October 07, 2008
3 Hal Yang Perlu Dirubah...
"Kalau ada 3 hal yang bisa kamu rubah dari aku? apa itu?", tanya Dinda pada Nanda
"Pertama : cerewetnya, Kedua : cengengnya, Ketiga : ga bisa masaknya itu loh", jawab Nanda pada Dinda
"Kalau ada 3 hal yang bisa kamu rubah dari aku?", tanya Nanda balik pada Dinda
"Pertama : cueknya, Kedua : slenge-an nya, Ketiga: nyepeleinnya", jawab Dinda dengan lantang
"Maksud loe?"
"Iya itu maksud gue!"
Lagu Nammyohorengekyo
Ketika angin menerpa jiwa ini
Kumulai goyah rapuh bertahan
Namun kusadari kubisa hadapi
Karna kumiliki satu jalan pasti
Reff :
Nammyohorengekyo, doaku selalu
Nammyohorengekyo, tenaga jiwaku
Nammyohorengekyo, bahagia mutlakku
Kuingin bisa kuat menjalani hidupku
Meski berat kumampu melangkah bebas
Sucikan jiwa setiap saat
Hati tenang menghadapi kenyataan
Nammyohorengekyo, doaku selalu
Nammyohorengekyo, sumber tenagaku
Nammyohorengekyo, bahagia mutlakku
Nammyohorengekyo, selalu selamanya
Nammyohorengekyo, takkan habis zaman
Nammyohorengekyo, oohhhhh ....