Hidup. Bicara soal hidup. Hidup tidak kekal. Ada pertemuan ada perpisahan. Ada kelahiran ada kematian. Cinta dan rasa pun tidak kekal.
Setelah melewati minggu-minggu perenungan ini, saya belajar ulang beberapa hal soal kehidupan.
1. Hidup tidak kekal, mati itu wajar. Sejak pertama kali waktu usia 8 tahun, kakek saya meninggal dunia di pagi hari sebelum saya berangkat sekolah. Bangun tidur saya melihat mama menangis dan saya pun tahu kalau kakek telah meninggal dunia. Waktu itu saya tidak berpikir terlalu banyak. Barulah di rumah duka, waktu itu kami pihak keluarga memakai baju putih dan mengikuti ritual kematian yang begitu panjang. Tante dan om dan termasuk mama sudah menangis histeris. Saya masih terpaku diam. Tapi akhirnya saya melihat ke arah jenazah. Iya kakek sudah tidak berkutik. Saya menangis juga hingga sepupu yang lain pun akhirnya menangis. Hingga tahap pembakaran jenazah, tangisan lebih histeris lagi, saya pun tidak bisa tahan untuk tidak menangis. Tahun demi tahun berlalu, barulah di usia saya ke – 19 saya menghadapi kasus kematian, seorang teman meninggal dunia setelah melahirkan putra pertamanya. Saya syok apalagi ketika melihat bibirnya hitam bekas gigitan waktu mengeden ketika melahirkan. Saat itu syok saya rasakan, ternyata hidup itu begitu singkat, dan saya, kita, tidak pernah tahu kapan hidup itu akan berakhir. Pertanyaan yang tidak pernah bisa dijawab, sekalipun orang bilang tukang ramal ada yang bisa meramal, tapi saya masih yakin, tidak. Kematian tidak bisa diramal oleh siapapun. Selalu ada kemungkinan umur bisa lebih panjang atau sebaliknya. Yang bisa saya lakukan saat ini, berjuang terus dengan sisa umur, dan melakukan yang terbaik, dan selama saya masih punya tugas besar dalam kehidupan ini, saya yakin, umur itu pun bisa berubah dan fleksibel, tapi ketika waktu itu tiba pun, saya belajar bahwa siapapun kita harus siap menerimanya.
2. Hidup terlalu singkat, hidup terlalu berharga. Jujur saja, hampir seperempat abad hidup saya habiskan untuk melakukan apa yang saya senangi dan apa yang saya inginkan. Termasuk apa yang saya pikirkan, saya lihat, dan saya dengar, semua itu saya pilih karena saya yakin itu bisa memberikan kesenangan bagi saya. Beberapa halnya, saya ingat sebagai seorang pecandu film serial, saya rela tidak tidur sampai jam 7 pagi, dan menghabiskan puluhan film drama itu, tak peduli badan rontok, mata sembab, di pikiran saya hanya satu : saya suka! Makanya saya jalani itu. Pernah juga di liburan semester kuliah, dari pagi sampai sore saya nonton semua berita infotainment, dengan tema yang sama, tapi saya lihat terus terus dan terus. Hingga kini kebiasaan itu masih sulit dihilangkan dan masih menjadi bagian dari minat saya. Namun saya sadar ketika di satu masa, saya menjadi sinis akan hidup, ketika melihat bad news yang menjadi good news, ketika ada artis terkenal melakukan perbuatan hina, but still dianggap cool dan glamour. Saya mulai jadi jago analisa hidup orang, khususnya artis, bener-bener nggak penting, dan puncaknya ketika mimpi ketemu artis sering terjadi tiap kali saya tidur malam. Alarm berbunyi. Saatnya hentikan kebiasaan konsumsi berita seperti ini. Ada hal yang harus saya pilih, harus saya sortir. Ceritanya begini, sejak sering mencandu infotainment, saya terus bergulat dengan topik itu-itu saja – topik yang bukan seharusnya saya urusi, tapi saya urusi juga – entah poligami, affair, divorce, drugs, free sex, dan seputar kehidupan glamour yang tiada hentinya. Apa iya hidup hanya seputar ini saja?
3. Kembali ke dunia nyata, bangkit dari imajinasi semu. Satu hari dalam perjalanan kereta menuju Bekasi, duduklah saya di sebelah seorang ibu dan tiga anaknya. Dua anaknya berusia 4 dan 7 tahun, dan adik kecilnya digendong oleh si ibu. Dan si anak sulung membuka kotak makanan : nasi putih yang cukup padat. Dan si ibu memberikan sekantong ikan teri goreng dan menuangkannya sedikit untuk si anak. Hanya sekitar 5-6 keping teri saja, kira-kira. Dan mereka makan dengan nasi putih yang cukup padat, si ibu yang tidak sabaran terus memarahi anaknya yang makan dikemut. Waktu itu saya melirik sedikit, dalam hati saya bergumam, pasti itu seret dan tidak enak sekali, dia butuh air. Tapi tidak ada air. Boro-boro anak kecil, orang dewasa disuruh makan seperti itu pun pasti seret. Tak lama kemudian si anak sulung bangkit dari duduk, bajunya dekil, tangannya penuh dengan borok luka basah, dan si ibu menggeplak kepala anaknya untuk segera bergegas. Ayo cepetan, GOBLOK!!! Dan si anak dengan langkah kecilnya mulai memunguti gelas-gelas bekas di sepanjang gerbong kereta, dan kembali dengan senyuman tiap kali berhasil mendapatkan gelas bekas itu. Waktu itu saya tersadar, tidak ada yang saya bisa lakukan. Itu hanya satu kasus dari jutaan kondisi kemiskinan di Jakarta. Moment ini pula yang membuka pikiran saya dan saya sadar, selama ini saya sudah wasting begitu banyak energi untuk hal yang sepertinya tidak penting! Seperti apa misalnya?
4. Soal ketidaksetiaan dalam hubungan. Mendengar berbagai kisah, melihat berbagai contoh nyata, soal ketidaksetiaan, membuat saya berpikir kalau di dunia ini sulit sekali untuk bisa percaya kalau kesetiaan itu masih ada. Kecuali kesetiaan seorang ibu ke anaknya yang terbukti paling hebat. Kesetiaan antara pasangan, masih terus diragukan. Tadi pagi seorang rekan gelisah karena mantan kekasih suaminya masih sering menelpon suaminya untuk curhat. Rekan saya yang sedang hamil 4 bulan tidak tenang, dia takut jika suaminya digoda dan akhirnya tidak setia. Woof. Bukan kasus pertama yang seperti ini kan. Dalam mimpi saya, saya sering berharap andai saja semua orang jiwanya bersih dan semua orang bisa setia. Dan semoga saja perempuan-perempuan yang berniat untuk menggoda suami orang bisa sadar kalau itu tidak boleh dilakukan. Dan semoga saja lelaki-lelaki pun mampu tahan banting walau digoda seperti apapun juga. Minggu lalu ada percakapan konyol bersama teman-teman saya, ada 6 orang lelaki, waktu itu heboh berita Dewi Persik yang memang bohai itu. Lalu saya iseng tanya, misalkan nih elo udah punya cewe yang sangat elo sayangggg banget, lalu suatu hari ada seorang cewe lain sebohai Dewi Persik mau mencium mesra, apa yang elo lakukan? Teman-teman lelaki saya tertawa mesum J dan kesimpulannya : mereka tidak nolak kalau dapat rezeki. Tapi elo sayang banget loh sama cewe elo, tanya saya lagi. Ya, tapi gimana yah, namanya juga rezeki. OK, arah topik saya sebenernya soal GODAAN. Kalau godaan itu ada dimana-mana, sama seperti virus dan kuman yang beredar dimanapun kita berada. Nggak mungkin kita membasmi semua virus di bumi ini, mulai dari virus pilek, batok, bahkan virus HIV AIDS saja belum bisa ditemukan gimana cara menghadapinya. Nah virus penyakit kan makin hari makin banyak, dan tim kedokteran bukannya sibuk membasmi virus itu, tapi sebaliknya mencari cara gimana supaya nggak terkena virus itu. Sama halnya seperti godaan – godaan untuk tidak setia, dalam hal ini bukan ditujukan untuk cowok saja, tapi juga untuk cewek, godaan itu akan selalu ada, dan tidak bisa dihilangkan, mau jungkir balik atau salto kek, tapi yang bisa kita lakukan adalah mencegah supaya virus itu tidak masuk dalam hidup kita. Maksud loe?
5. Ya, maksudnya begini, daripada buang energi untuk menghujat dan mengecam, lebih baik energi itu dialihkan untuk hal yang lebih bermanfaat dan tentunya positif. Segala hal yang didasari oleh kemarahan atau benci, itu hanya menambah virus baru dalam kehidupan. Seorang teman yang sangat-sangat taat beragama, telah mengajarkan saya banyak hal. Termasuk soal menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, menghadapi kasus-kasus yang menyebalkan. OK, siapa sih yang nggak kesel melihat tingkah artis MS yang berseliweran di layar kaca karena keberhasilannya mendapatkan seorang lelaki turunan keluarga besar, tak sedikit ibu-ibu kesel sumpah serapah – ups, termasuk saya dan pembantu saya J - dan menghujat artis MS itu. Tapi hidup itu memang pilihan kan. Dan teman saya bilang satu hal yang mungkin agak aneh. Dia bilang. Tau nggak sih MS itu tuh kasian banget lagi, dia harus jalani kondisi seperti ini, dan kenapa nggak kita doain aja dia. Hah doain orang seperti itu? Dan siapalah dia, kenal aja kagak. Pointnya, kenapa selama ini lidah dipakai hanya untuk menghujat dan menggosip negatif, gimana kalau setelah melihat rumor negatif itu, kita pakai lidah ini untuk mendoakan pelaku negatif itu, dan berdoa supaya mereka kembali ke jalan yang benar, dan bersyukur karena dia udah menunjukkan apa yang tidak boleh kita lakukan, dengan kisah nyatanya itu. Begitu juga soal ketidaksetiaan, tidak bisa kita ingkari, segala hal itu dinamis, perasaan pun bisa berubah, dulu saya suka dan maniak boneka barbie, tapi saya pun berubah, boneka barbie bukan lagi hal menarik lagi bagi saya. Dalam hubungan pun, bisa jadi seperti itu, banyak ahli psikolog perkawinan mengatakan realita, perasaan cinta bisa berubah, seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan hidup. Dan begitu banyak godaan di luar sana, tubuh kita saja bisa mengalami serangan flu atau batuk ketika kita lengah, begitu juga perasaan hati kita. Dan kalau ternyata ada orang yang tidak mampu tahan dengan godaan yang ada, dan memutuskan untuk berselingkuh, ya ada satu cara untuk mengikhlaskannya, anggap saja orang itu memang sedang tidak fit dan akhirnya terserang virus itu, dan ”sakit” deh istilahnya. Doain biar tuh orang cepet sembuh. Titik.
6. Yang terakhir, yang semakin menyadarkan saya. Seorang teman lama, sudah 1 tahun tidak bertemu, tiba-tiba muncul lagi, dengan berita mengejutkan. Kanker payudara stadium 3. Saya kira dia cuti panjang untuk program hamil, ternyata saya salah, teman saya ini sibuk sana sini untuk kemoterapi. Kondisinya sehat, wajahnya ceria, tidak ada tanda-tanda aneh apapun selama 36 tahun usianya. Dan faktanya, teman saya harus menerima kenyataan kalau kanker payudara menyerangnya. Waktu dengar berita ini, saya kaget, dan semakin belajar satu hal penting : hidup tidak kekal, tubuh ini tidak kekal, rasa tidak kekal, apalagi materi, materi pun tidak kekal. Mau tidak mau, saya – kita – harus menerima itu. Hidup tidak kekal. And, pertanyaan pun muncul dalam diri saya, apa yang sudah saya lakukan yah dalam hidup ini?
Final words, tulisan kali ini ibarat masakan, masih belum sempurna bumbu-bumbu penyedapnya, tapi harus saya olah sebelum lupa dan sebelum layu. Anyway, terimakasih selalu buat segala hal yang membuat saya pingin nulis seperti ini dan special thanks buat kehadiran seorang teman lama saya dengan ketegaran hatinya mau membagikan pengalamannya dan perjuangannya hingga saat ini.
<
Regards,
Maeya
maerose11@yahoo.com