Thursday, March 27, 2008

Cinta Lokasi

CINTA LOKASI

”...Cinta Lokasi Bisa Terjadi Dimana Saja...”

Bukan hanya selebriti saja yang identik dengan cinta lokasi, orang biasa pun bisa mengalami cinta lokasi.
Karena sering bersama, cinta bisa tumbuh. Karena sering kerja bareng, rasa bisa tumbuh. Karena sering susah senang bersama, rasa senasib pun tumbuh. Karena sering bertemu dan bercanda, rasa butuh itu tumbuh. Dan karena sering tertawa bersama, rasa ingin terus dekat tumbuh menguat.
Mengapa sering terdengar ada kasus cinta lokasi dan cinta yang sudah dibina selama bertahun-tahun kandas begitu saja karena kehadiran orang baru yang tidak disangka-sangka. Seperti yang dialami Fika, sudah berpacaran selama 12 tahun dengan pacarnya, tapi mana sangka, ketika pacarnya sudah berbeda kota, pacarnya bertemu dengan teman lama di salah satu resepsi pernikahan. Meski hanya sekali ketemu, tapi itu menjadi awal perubahan. Pacar Fika jatuh cinta pada seorang perempuan dan nggak bisa tahan untuk mendekati perempuan itu. Entah mungkin karena sudah bosan kali, 12 tahun pacaran, sejak SMP, les bareng, di kelas duduk bareng, dan kuliah pun bareng dan tinggal bareng di apartemennya.
Kasus dialami juga oleh Mita, sudah pacaran 6 tahun dengan cowonya, dan backstreet karena dilarang orang tua tapi akhirnya direstui juga, lalu Mita pergi ke luar negri untuk studi dan ketemu dengan seorang cowok baru, dan langsung Mita jatuh cinta dengan cowok baru itu. Dan hubungan 6 tahun itu kandas begitu saja, walaupun sudah diperjuangkan.
Cinta lokasi terjadi biasanya di kalangan para pemain film atau sinetron : Lydia Kandau – Jamal Mirdad, Marissa Haque – Ikang Fawzi, Widyawati – Sophan Sophian, Nicholas Saputra – Mariana Renata, Dewi Sandra – Glenn Fredly, Raffi Ahmad – Velove, Glen Alinsky – Chelsea Olivia, ada juga Ariel – Luna Maya. Sesama artis. Berawal dari pertemuan di ruang artis, dandan bareng, lalu reading script bareng, becanda bareng ala selebritis, dan tebar-tebar pesona siap dimulai. Karena 1 scene diulang sampai 20 kali, misalkan ada adegan berpelukan yang diulang-ulang, dari perasaan yang biasa saja, lama-lama bisa kerasa juga sensasi kedekatannya. Itu di kalangan artis. Ada lagi kisah cinta lokasi yang sering kejadian, yaitu di kantor. Berawal dari meeting bareng, diskusi bareng, dan lembur bareng, makan siang dan makan malam bareng, pulang kerja bareng, rasa cinta pun muncul tak bisa ditahan. Di tempat kerja, kemungkinan untuk cinta lokasi sangat tinggi. Gimana nggak, dari jam 9 sampai jam 6 sore bareng, dan frekwensi ketemu begitu tinggi, toh. Perasaan dekat pun muncul.
Tapi, nggak mungkin kan kalau kita terus ngintil dan mantau pasangan supaya nggak lari dari kita. Dan mana mungkin kita telponin pasangan kita untuk selalu tau apa yang sedang dikerjakannya. Dan apa iya kita akan menghambat karir pasangan, hanya karena takut pasangan kita terlibat dengan cinta lokasi dengan seseorang yang nggak pernah bisa kita duga.
Di tempat ibadah, cinta lokasi pun bisa kejadian. Prosesnya sama : karena sering bertemu sapa, sering bareng, ketawa bareng, melakukan kegiatan bareng-bareng, dan yang paling memicu cinta lokasi adalah ketika ada ”klik” dan moment yang ”nyambung” dan ada rasa nyaman yang muncul ketika lagi berbicara. Curhat itu berbahaya, karena curhat itu mendekatkan emosional dan curhat pula yang menjadi awal dari cinta lokasi. Ketika sudah bertanya soal hal-hal yang mendalam dan sensitif, perhatian terfokus pada orang di hadapan kita itu. Lalu tukeran nomer handphone dan mulai menjalin kedekatan yang lebih dalam lagi. Itulah cinta lokasi. Dimanapun bisa terjadi.
Waktu masa sekolah, kita pun sudah biasa menemukan cinta lokasi. Karena duduk sebangku, les bareng, sering kerja kelompok bareng, sering bertemu tak disengaja, sering tubrukan tak disengaja mungkin, atau sering ribut bareng, lama-lama rasa suka itu muncul dan rasa penasaran mulai ada dan makin dekat saja jadinya. Rasa suka dan sayang itu muncul karena kesamaan dan perasaan senasib. Perasaan senasib mendekatkan manusia-manusia. Di saat sulit, biasanya kehadiran seseorang menambah semangat hidup dan membangkitkan lagi gairah kehidupan.
Ikhlas merelakan. Kalau belakangan ini saya berkali-kali kampanye soal anti poligami dan terus riset soal perselingkuhan ataupun kisah-kisah cinta yang kandas.
Dan seorang teman (cowok) tanya : ”pasti elo bakal takut nikah ya...” Pertanyaan yang lumayan membuat saya berpikir dan mundur satu langkah sejenak. Apa iya yah saya jadi takut? Takut karena udah nulis eh nanti kemakan omongan sendiri? Syukurlah, saya malah termotivasi untuk bisa menikah dan memotivasi sahabat-sahabat untuk menikah yang bisa langgeng sampe kakek nenek nanti, eh sampe ajal aja deh, ogah dong kayak Koes Hendratmo, memang sih harmonis tapi pas udah tua eh kawin lagi ama istri kedua J . Iya yah, apa yah sebab saya menulis semua seputar ini? Dan saya sudah tahu jawabannya (personally dan dari berbagai kisah nyata orang banyak), dan saya belajar bahwa segala hal itu akan selalu dipandang dari berbagai sisi, jadi saya sih asyik-asyik aja. Kalau ada yang mengira kalau terus-terusan bahas poligami, nanti beneran kejadian baru rasa loe! Tapi dalam pandangan saya, poligami itu mirip seperti satu penyakit yang harus dicari obatnya. Kalau dokter sibuk sana sini riset untuk menemukan obat yang bisa menyembuhkan sakit batuk atau sakit kepala, kenapa nggak menemukan obat yang bisa menyembuhkan penyakit jenis ini? Penyakit poligami adalah penyakit untuk memiliki pasangan lebih dari satu dan penyakit tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki – dalam hal ini soal pasangan hidup – Dan itulah alasan saya mengapa selama sebulan ini kerapkali menyuarakan masalah perempuan dan juga poligami. Bukan berniat untuk mengungkit kisah petuah berbau agama, sedikitpun tidak, tapi mencoba untuk melihat dari kacamata berbeda. Bahwa setiap orang memiliki pola pandang dan pola rasa yang berbeda-beda, tergantung dari pengalaman dan hasil-hasil pola asuh sejak kecil hingga kini. Dan saya pun belajar untuk tidak menyalahkan mereka yang sudah terlanjur berpoligami, karena selalu ada alasan dari pilihan itu, dan pengalaman masa lalu yang menyedihkan bisa menjadi salah satu penyebab mengapa ada orang yang sulit untuk bertahan dengan satu pasangan saja dan mudah tergoda dan jatuh cinta dengan orang baru yang ditemui. Tidak pernah ada kata puas dalam segala hal, tapi kita semua belajar untuk mengatur semua ketidakpuasan itu, bukannya mengikuti saja semua naluri ketidakpuasan dan memuaskannya atas nama cinta. Halah. Cinta itu ya cinta, tok! Cinta itu bener-bener cinta kalau tidak melukai dan menyakiti pihak lain. Kalau memiliki pasangan lebih dari satu dan mengatasnamakan itu sebagai cinta, coba diputar balikkan kalau kita yang berada di posisi pasangan kita. Apa yang bakal kita rasa kalau pasangan yang kita sayang banget itu memutuskan untuk punya pasangan lain yang kedua, ketiga, dan dengan dalih : ini cinta, ada yang butuh cinta juga, dan yang penting ikhlas dan adil kan. Cinta tidak pernah adil dan sama. Orang tua pun tanpa sadar memberikan cinta yang tidak pernah sama persis antara si bungsu dan si sulung. Dan itu pula yang menjadi alasan, bahwa cinta itu bukan soal adil atau nggak, soal ikhlas atau nggak, tapi cinta itu soal janji. Janji untuk selalu menjaga dan menghargai cinta. Dan cinta itu soal komitmen untuk selalu setia menjaga janji yang sudah diikatkan.
Dan pengaruh media sudah sedemikian hebatnya, karena berita yang jelek-jelek seputar selingkuh – cerai – poligami – lebih laris untuk naikkin rating, berita selebritis selalu seputar yang jelek-jelek saja. Berita keharmonisan pasangan artis, menjadi hal yang biasa dan nggak ada greget, untuk voice overnya saja sudah datar, tidak seperti voice over yang membahas berita jelek, bisa penuh dengan konflik dan nuansa yang dramatis. Akhirnya ini membuka pola berpikir soal hubungan juga, ada yang menganggap affair itu biasa, affair itu keren, apalagi buat sebagian anak-anak band yang mau promo album, dan affair itu membuat sebagai pubic figure makin laris order, dan affair menjadi salah satu strategi untuk mengangkat pamor beberapa artis baru. Dan semua ini kembali pada pilihan, apakah hanya sebatas itu saja makna dari hidup ataupun popularitas? Sengaja mengumbar gosip affair atau perceraian supaya makin dikenal audience dan supaya makin ngetop, meski dikenal dengan gosip yang miring dan kadang – maaf, kacangan - apa nggak pingin dikenal karena musiknya memang keren dan legendaris, bukan karena penyanyinya itu baru aja cerai? Kalau seorang public figure memiliki pandangan sempit soal hidupnya dan setiap hari wajah dan statementnya ditampilkan di media, bagaimana kira-kira pola pikir para audience dari kelas C,D,E yang begitu kagum dengan public figure yang wara wiri di media ketika melihat sidang-sidang perceraian idolanya di TV? Selesai sidang cerai, artis akan dikerubuti wartawan dan ditanya apa perasaannya, dan walau sebenarnya cerai itu sebenarnya sebuah aib, tapi dalam sekejap media merubahnya menjadi sebuah “prestasi” yang mengukir kisah perjalanan hidupnya. Bahkan ada juga seorang public figure yang dicerca karena merebut suami orang, menjadi kaya mendadak, tapi semakin seringnya berita itu, bukanlah hal yang membuat public figure ini hilang dari peredaran. Suatu hari saya melihat public figure di sebuah mal elite, dan masyarakat masih memandangnya dengan kagum “weow....artis tuh....” Saat itu terbersit sedikit saja : ok, karena dia public figure walau melakukan hal buruk, akan tetap dianggap mahluk terhormat. Bahkan seorang yang dikenal sudah berdosa besar pun bagi suatu bangsa, ketika meninggal dielu-elukan selayaknya mahluk paling suci di negri ini. Perubahan kondisi secara otomatis akan terjadi juga, kalau dulu, orang biasa tiba-tiba bercerai, para tetangga akan menganggapnya hina sekali, tapi karena sekarang public figure banyak yang bercerai, malah dianggap “wah mirip seperti artis”, alias keren juga lah walau cerai. Bahayanya, ketika public figure dengan bangga dan bertutur seperti orang paling benar dan paling mengerti ayat-ayat suci, bercerita kalau dia mengambil keputusan – maaf, poligami lagi nih – dan audience melihat dan mendengar statementnya itu, audience pun belajar “tuh, dia aja orang hebat, berpoligami, berarti nggak salah dong kalau saya juga sama seperti dia”. Hal-hal yang salah dianggap biasa, lalu dianggap tidak salah lagi, dan hal-hal yang benar mulai terlupakan dan kalah pamor. Hal-hal salah yang lebih menarik untuk digosipkan. Akibatnya : tak sedikit orang berbondong-bondong melakukan hal salah yang keren, supaya bisa ngetop dan terlihat makin “berimage” dong.
Oya, ternyata tidak sedikit pasangan yang berhasil membuktikan janji cinta dan kesetiaan, dan kasus kegagalan cinta itu tidak sebanyak kasus kesuksesan cinta. Seperti kalau di satu kelas zaman sekolah dulu, ada 40 siswa, dan biasanya akan ada 10 siswa yang gagal untuk naik ke tingkat lebih tinggi lagi, dan harus mengulang lagi karena nggak naik kelas dan nilainya kebanyakan merah, kisah cinta pun seperti itu, ada yang gagal dan itu ternyata tidak sebanyak yang berhasil. Kebetulan saja, yang gagal yang lebih sering diekspos di media, yang berhasil jarang diekspos, sehingga terasa kalau kegagalan kok banyak dan sering terjadi yah? Mau bukti? Coba aja ke badan statistik, tingkat perceraian ternyata tidak tinggi-tinggi amat kok, dan kalau ada rekan atau sahabat atau saudara yang harus menjalani itu, termasuk para public figure yang sukses karir tapi gagal dalam percintaan, ya itu karena belum mengerti dan belum lolos ujian cinta aja, jadi sedikit ketinggalan dibanding yang lain yang sudah berhasil lulus ujian cinta dan berhasil membuktikan kalau bisa meningkatkan kualitas hubungan cinta dengan pasangannya. Tapi bukan berarti itu prestasi cinta loh, itu tetap saja nggak naik kelas dan banyak merah di rapor cintanya.
Mau lulus ujian cinta? Belajar dan tahu dulu soal cinta sama yang udah berhasil membuktikan sebagai juara cinta, then kerjakan soal-soal nyatanya, kalau gagal dan skor masih rendah, introspeksi ulang, dimana yang masih kurang, latihan terus, sampai akhirnya mahir soal cinta-cintaan. Terima kasih buat semua teman-teman dan saudara dan public figure yang menjadi inspirasi saya selama sebulan ini untuk nulis banyak soal nikah, poligami, cerai. Especially buat Maia – Dhani, kisahnya terus jadi bahan analisa yang sayangnya belum ada endingnya nih. Karena kok ulur-ulur gitu dan saya curiga aja nih jangan-jangan itu salah satu strategi untuk ningkatin penjualan album aja nih, abisnya kok lagu Wonder Woman selalu diputar nggak jauh waktu setelah atau sebelum lagu EGP diputar hehehe. Kalau ternyata semua itu gosip, syukurlah, tapi kalau ternyata semua berita pasangan ini beneran, walah, gimana nasib Al, El, Dul nantinya yah kalau sudah beranjak besar nanti? Yah, tetap saja akan dianggap keren walau punya orang tua broken home, karena kan mereka anak public figure. Coba kalau anak biasa yang punya orang tua kacau balau perkawinannya, apa iya akan dipandang se”tinggi” seperti orang memandang anak-anak public figure?

Regards,
Maeya
Maerose11@yahoo.com

Friday, March 21, 2008

Film Indonesia Bangkit dari "Kubur"

FILM INDONESIA : BOMBARDIR SEKS, HANTU, DAN KEKERASAN PADA PEREMPUAN

Saya terbakar! J Yes, I do love Indonesian Movie, tapi siapa sangka banyak yang mencerca film Indonesia, salah satunya dua orang sahabat saya. Halah, sayang-sayangin aja buang duit nonton film Indo, film Indo kan basi konyol jayus, paling setan-setanan doang. OK. Ya sudahlah, teuteup saya cinta film Indonesia, kecuali film bertema hantu, saya takut hantu, saya tidak percaya adanya hantu, dan kalaupun memang ada hantu saya tidak berminat untuk mengetahuinya lebih jauh.

Back to topic : ”Saya terbakar! Emosi saya terbakar waktu nonton dua film terbaru di bioskop : dua film Indonesia yang sengaja saya bela-belain untuk nonton, tapi saya kecewa” Film Indonesia apa iya hanya begini saja? Penurunan kualitas pesan yang mau disampaikan. Dan film masih terjebak pada polemik permintaan pasar lah, minat penonton pada tema tertentu lah, atau trend yang lagi ”in” di para penonton.

Nggak jauh-jauh, pasti :

Seputar Seks. XL, Quickie Express, DO...(dan adegan seks menjadi adegan yang “menjual” dan membuat penonton akan terkesan, oh gosh, apa iya Cuma seks yang bikin orang memaknai hidup)

Seputar Hantu. Segala jenis pocong, kuntilanak, rumah hantu, halah! Yang lain kek! (gila aja semakin banyak anak-anak suka paranoid tiap kali mau ke kamar mandi dan semakin banyak orang dewasa jadi percaya hal-hal mistis, ke dukun biar cepet kaya lah, atau nyalahin kondisi mistis tiap kali lagi alamin apes).
Seputar Pergerakan dan Kebangkitan Perempuan. Berbagi Suami, Perempuan Punya Cerita.

Seputar Kisah percintaan. Love (it`s nice, ini baru OK), Ayat-ayat Cinta (ini juga ok, tapi kok jadi melegalkan poligami dan kekerasan pada perempuan?), AADC (saya suka Nicholas Saputra, sosok lelaki muda berkarisma tenang tapi berisi dan memaknai cintanya pada perempuan muda bernama Cinta), Butterfly (soundtrack keren, tapi film garing dan gersang makna), Otomatis Romantis (biasa banget sebenernya, tapi cukup fresh dan nggak jayus), 3 Hari Untuk Selamanya (karena ada Nicholas Saputra, maka sukalah saya dengan film ini, though, adegan seks menjadi adegan yang lagi-lagi melegalkan seks itu...)

Seputar Komedi Cinta. Ini jagonya Hanung soal film beginian : Jomblo, Get Married memang lucu dan segar lucuannya dan tanpa harus bergantung pada adegan seks, tapi film-filmnya bisa menghibur.

Film Indonesia Kehilangan Jati Diri? Itu terbukti dari caranya memasang adegan seks. Tontonlah 100 dvd bajakan film Barat dan pastinya akan selalu ada adegan seks/ ranjang di dalam film itu. Sedih sekali, kalau ternyata sineas Indonesia mengacu pada film-film Barat seperti “American Pie” (yang terbukti sukses berat) atau segala jenis romantic comedy ala Barat yang identik dengan “One Night Stand”, “Sex Is a Game”, “Divorce is Normal”, atau “Affair is OK for a relationship”. Iya. Nggak munafik, adegan seks memang fun to see and fun to watch. Bikin berimajinasi macam-macam, secara, kan kalau belum menikah, belum boleh melakukan lebih dari sekedar berimajinasi soal seks. Apa buktinya adegan seks menjadi adegan yang selalu menghiasi film-film? Mari kita bongkar.

Quickie Express (kerjaannya Joko Anwar) menampilkan adegan horney dan adegan ketika tiga gigolo muda memberikan pelayanan seks bagi para tante girang. Waktu saya nonton ini, kontan, tertawa terpingkal-pingkal, apalagi kalau liat tingkah Aming waktu beradegan dengan Ria Irawan. Tapi apa solusi buat tokoh yang dimainkan oleh Tora Sudiro? Masalah awalnya : nggak ada duit, so jadi gigolo, tapi dia sadar kalau hidupnya bisa lebih berarti tanpa harus jadi gigolo, lalu apa solusinya supaya bisa punya duit? Solusinya : jadilah seorang hunter gigolo. Tokoh Tora pun nggak jadi gigolo lagi, tapi jadi tukang germo gigolo. Halah.

DO. Ups film India banget nih. Dr.Boyke, please deh ah, pertama : Dr.Boyke mencorengkan image seorang dekan fakultas Psikologi (hm…dan saya harus menceritakan ini kepada almamater saya), ada beberapa scene yang bagi saya memberikan pesan menyesatkan. “Hah, elo belum pernah ML?” “Hah, elo masih perjaka…..(dan si pemain utama wanita berteriak) Woi....ada yang masih perjaka ternyata...” Kedua: pemain di film ini dianggap aneh, kuno, dan payah banget, karena...dia belum pernah melakukan hubungan Seks.

XL. memang nggak banyak adegan seks, tapi dialog andalannya adalah “emang ITU elo sepanjang apa...” dan di usia menjelang dewasa, seks seolah menjadi sesuatu yang WAJIB harus dialami sebagai bukti identitas diri yang mantap. Nggak dibahas banyak soal faktor lain yang bisa membuat kaum dewasa muda bisa lebih percaya diri, selain : punya “ITU” gede dan ngerti “TEKNIK GITUAN” dengan berbagai gaya.

3 Hari Untuk Selamanya. Pun, ada adegan seks, ketika Nicholas dan pasangan mainnya berhubungan badan, padahal mereka masih sepupuan, dan baru 3 hari bersama. Lagi-lagi, ini terbawa pengaruh dari film mana yah? Adegan seks seolah menjadi puncak klimaks dari cerita perjalanan selama 3 hari itu. Pesan penting yang “kena” banget buat saya waktu Nicholas menceritakan kalau umur 27 tahun itu umur yang menentukan hidup seseorang, Kurt Cobain meninggal di usia 27 tahun, Sukarno mulai berpolitik di usia 27 tahun, dan ada lagi yang lain (saya lupa...).

Ayat-Ayat Cinta. Bagus, keren, settingnya bagus, dan pesannya kena. Iya, kena banget : kalau ternyata si Fahri begitu “sempurna” karena dia begitu baik, dan dia bisa menyelamatkan seorang perempuan dengan menjadikannya sebagai istri kedua. Terhenyak saya, waktu melihat ada headline di surat kabar, seorang mentri menonton film AAC dan merasa begitu terharu. Oh, terharu di bagian mananya, Pak? “Saya terharu dengan istri pertama Fahri yang bisa ikhlas menerima kehadiran istri kedua dan bisa ikhlas menjalani poligami”, jawab si tokoh negara itu. Oh, terharunya di bagian itunya, saya kira terharu melihat perubahan kualitas dan teknik pengambilan gambar atau editing dari film AAC itu.

From Bandung With Love. My favorite scriptwriter : Titien Wattimena, dan saya berani yakin ini pasti bagusss sebagus film LOVE yang bisa menghibur tanpa harus mengandalkan adegan atau dialog yang mengarah pada “seks”! FBWL harusnya belum selesai, karena membuat rancu pesan dari film itu. Awalnya dibahas kalau hampir semua lelaki pasti selingkuh, dan tokoh VEGA kemakan omongannya sendiri, akhirnya dia nggak tahan untuk selingkuh dengan lelaki. Akhirnya VEGA diputusin pacarnya, dan ya udah katanya, Life must go On, VEGA belajar dari kesalahan. Dan pesan akhir dari film itu : hehehehe terbukti kan, nggak Cuma cowok aja kok yang selingkuh, cewe juga selingkuh tuh! Ya, jadi, boleh kalau selingkuh dalam satu hubungan? Karena toh udah pernah diangkat juga ke layar lebar? Plus, lagu-lagu pun laris manis ketika bahas soal “selingkuh” : Selingkuh Sekali Saja, Selingkuh Itu Indah, Tak Selamanya Selingkuh Itu Indah, Kekasih Gelapku....bla bla bla..

Bukan Bintang Biasa. Yang nulis : Titien Wattimena juga. Menurut saya bagus, dan enak untuk ditonton, tapi orang film jebolan IKJ, ada yang baru 10 menit, langsung keluar dan nggak lanjut nonton lagi. Hehehe. Namanya juga selera, tapi saya tetap suka. Mengangkat permasalahan remaja dari sisi yang positif dan nggak terlalu muluk-muluk. Dan ada Raffi Ahmad!

Perempuan Punya Cerita & Berbagi Suami. Nia Dinata jagonya soal topik begini. Mengangkat wacana yang hampir semua sudah tahu, sebenarnya, but masih terjebak pada lingkaran itu-itu saja, iya ok perempuan itu jadi korban kekerasan, dan iya perempuan itu hanya jadi obyek saja dan iya perempuan selalu diinjak-injak dan nggak dihargai. Lalu apa solusinya? Apa solusi supaya tidak ada lagi tindakan kekerasan pada perempuan? Sedangkan film yang beredar dan diproduksi selalu menjadikan perempuan sebagai obyek dan diperkuat banget dengan adanya adegan ”seks” atau dialog yang mengarah ke ”seks”.

Anyway, jadi tukang kritik memang kerjaan paling enak, tapi cobain aja luh kalau elu yang dapet tugas untuk bikin film yang bisa meraup banyak penonton, dengan budget misalkan 2 M, tapi bisa menjamin akan datang beribu-ribu penonton, dan at least bisa bertahan di bioskop sampe 2 bulan, gitu. Iya, but still, kalau ada kesempatan memegang budget 2 M untuk bikin 1 film, kenapa nggak bikin film yang bisa menjawab permasalahan hidup dan sekaligus bisa menghibur? Contoh film yang menjawab permasalahan hidup saya, contoh misalnya : Pursuit of Happiness nya Will Smith atau Devil Wears Prada J ya ini opini subyektif saya, itu dua contoh saja, ada dua film yang bisa jadi reference untuk membangkitkan semangat orang selesai menonton film itu.

Apa yang saya secara pribadi alami setelah menonton deretan film Indonesia? Saya berspekulasi akan efek – efek berikut ini setelah menonton film-film ini adalah :

1. Seks Bebas menjadi hal biasa dan nggak tabu lagi, nggak peduli di negara agama kek, di negara komunis kek, karena adegan seks membuat penonton jadi ”horney” secara nggak langsung (eh, iya saya sih iya banget waktu liat adegannya Nicholas Saputra di 3 Hari Untuk Selamanya), dan pola berpikir masyarakat akan bener-bener berubah 180 derajat, soal seks. Seks nggak lagi dianggap tabu! Kenapa sih harus anggap seks itu tabu. Ye, jelas-jelas, tauin aja remaja ABG SMP, SMA, Mahasiswa itu kalau lagi jatuh cinta, dunia milik berdua, jadi penasaran mau cobain ”seks”, nah emang udah ngerti cara pake kondom atau cegah kehamilan? Syukur-syukur ga hamil, kalau ampe hamil? Ya udah, ga usah sekolah lagi atau ya udah gugurin aja tuh kandungan, beres kan!

2. Perempuan akan bangkit dan nggak mau lagi jadi korban kekerasan rumah tangga. Perempuan akan menentang perkawinan poligami atau justru akan tutup mata pada kenyataan. Ya udah lah memang udah nasib, nggak usah dikutak kutik deh, kalau ternyata poligami itu suatu keharusan dan kewajaran alam semesta dan kan dianggap sah-sah aja kan dari beberapa sisi? Dan akan semakin banyak LSM perempuan untuk membela hak perempuan. Tapi kapan bisa terdengar ada LSM Lelaki untuk membela hak lelaki dan mengingatkan apa peranan lelaki di bumi ini?

3. Jumlah perjaka dan perawan ting-ting bisa semakin meningkat atau justru menurun? Dan jumlah pernikahan akibat hamil di luar nikah akan makin meningkat atau justru merosot? Lalu jumlah pengunjung Mak Erot/ Mak Siat akan makin meningkat atau menurun? Bagaimana dengan tingkat kepercayaan diri lelaki ketika ”itu”nya dianggap iii (imut imut impoten) (taken from film DO)? Bagaimana dengan tingkat poligami di Indonesia? Bagaimana dengan tingkat kasus perselingkuhan yang diikuti dengan kasus perceraian di Indonesia? Dan terakhir, bagaimana dengan tingkat kasus aborsi yang dilakukan para remaja usia sekolah yang terlanjur terlena untuk eksperimen langsung dengan keindahan adegan seks di film bioskop ataupun film blue yang beredar di emperan-emperan Glodok?

Saya terbakar! Karena hanya menjadi tokoh pasif yang melihat dari kejauhan kondisi film dan hanya bisa berkomentar saja, tapi kalau mendadak disodorkan budget 5 M untuk membuat sebuah film box office, apa iya saya bisa? Dan apa iya saya bisa membuktikan kalau film yang tidak berbau seks atau hantu, bisa juga menjadi film tersukses di negri ini?!!! Apa iya kalau film dengan tema lain yang bisa menjawab permasalahan hidup, tidak melulu soal seks, bisa juga menerobos kancah persaingan film yang masih didominasi para kapitalis-kapitalis perfilman?

Berangkat dari kisah-kisah nyata yang ada, banyak orang yang takut dan sebel kalau mengalami masalah hidup. Masalah penyakit. Masalah duit. Masalah keluarga. Atau masalah cinta. Adakah film yang bisa membangkitkan semangat hidup orang-orang yang di ambang kematian karena kanker rahim stadium 4? Karena kunci kesembuhan, salah satunya : nonton film komedi sesering-seringnya, supaya imunitas tubuh meningkat dan bisa sembuh dari kanker. Adakah film yang bisa menjawab permasalahan orang yang lagi stress karena nggak tau harus beli beras pakai apa lagi? Karena udah ga punya duit lagi! Dan adakah film yang bisa membangkitkan keyakinan orang-orang untuk selalu menghargai cinta, pasangan hidupnya, keluarga, dan perkawinannya, dan berjanji untuk selalu menjaga keutuhan cinta itu? Kalau selama ini film memberitahukan teknik melakukan gaya-gaya hubungan ”seks” yang ok, apakah ada film yang bisa menjawab pertanyaan ”gimana supaya pasangan setia seumur hidup dan gimana supaya perkawinan dan hubungan cinta itu bisa langgeng terus, apa tekniknya”? Semoga saja ada, saya menantikan 1 film adaptasi novel ”Laskar Pelangi”, apakah film ini bisa menjawab kegelisahan banyak umat manusia atau film ini hanya menjadi rintihan kesedihan saja tanpa solusi yang pasti?
Anyway, di bulan film nasional ini, selamat...selamat....selamat....film Indonesia sudah bangkit dari ”kubur” tapi jangan merosot lagi ke zaman-zaman film ”Ranjang Tak Bernoda” dong.

PS: dengan segala keterbatasan yang ada, sorry to say, kalau tulisan-tulisan ini masih terkesan ”dangkal” tapi sok ”dalam”, ingin berkoar tapi masih minim pengetahuan soal film, ya pokoke saya berbicara dari sudut penikmat film yang awam deh.

Regards,
Maeya
Maerose11@yahoo.com

Monday, March 17, 2008

Ujian Kesabaran - Semester Ganjil

UJIAN “KESABARAN” Semester Ganjil

Objective : Setelah mengikuti program ini maka siswa diharapkan dapat semakin sabar dan meningkatkan pengendalian diri dan siswa mampu mengenali tingkatan kesabaran masing-masing.

Kurikulum : praktek menunggu giliran, praktek menghadapi berbagai karakter orang, praktek menahan keinginan dan ego diri sendiri, dan praktek menjaga emosi supaya tetap stabil walaupun situasi sudah sangat panas dan memancing emosi.

Bahwa hidup adalah proses. Semua ada waktunya. Tidak mungkin hari ini menanam pohon, besok langsung berbuah. Dan kenyataannya, segala hal dalam hidup ini bener-bener membutuhkan proses. Cinta baru tumbuh dengan subur ketika melewati proses-proses yang berkesinambungan. Kekuatan hati dan jiwa terbentuk setelah melalui proses-proses jatuh bangun berkali-kali. Begitu juga kesabaran, perlu dilatih, dan perlu proses untuk membentuk kualitas sabar yang sempurna dan mantap.

Ceritanya begini, bulan ini menjadi bulan saya menjalani banyak sekali latihan, ujian, pr dengan tema utama : kesabaran. Hanya karena ada latihan dan ujian ini, barulah saya bisa mengetahui sampai sejauh mana skor dan nilai kesabaran saya. Kalau ada guru yang bisa mengajarkan mata pelajaran “kesabaran”, saya percaya, itu mata pelajaran yang bakal menguras emosi dan bakal membentuk karakter banget. Berikut ini adalah beberapa latihan dan soal-soal kesabaran yang saya sudah selesaikan dan sudah ada skornya juga :

1. Setting : Sebuah toko elektronik. Kondisinya begini : ada penawaran untuk membeli barang elektronik dengan cicilan 3 bulan, boleh dicicil tapi harga lebih mahal totalnya nanti. Lalu saya putuskan, ok, saya mau cicilan aja yah Mas. Oow. Waktu saya tinggal 5 menit dan saya sudah ada janji lagi. Jantung mulai ga sabar menunggu. Mas, cepetan nih aku ada janji, kata saya pada penjaga toko itu. Lalu penjaga toko mulai stress, ternyata error dengan mesin kartu kreditnya dan sudah 15 menit waktu berlalu. Saya mulai spanning. Duh, ga bisa yah mas, nggak bisa? Gimana sih, aku buru-buru nih, desak saya. Dan penjaga toko mulai panik, tapi bon sudah diprint out, bisa saja saya batalkan pembelian itu, tapi kok nggak pingin juga seperti itu. Dengan santainya, penjaga toko itu pun bilang : bayar biasa aja deh yah Mbak, nggak usah cicilan? Hah, dalam hati saya. Ya udah deh, cepet cepet, cepet cepet, aku telat nih!!! Dan bergegaslah saya tinggalkan toko itu. Hasilnya : saya tidak jadi beli dengan sistem cicilan, saya sudah marah-marah karena tidak sabaran, dan saya terlambat dengan janji saya selanjutnya. Kesal? Ya iyalah! Skor kesabaran saya : masih C minus. Wah bisa bikin IP drop nih kalau ada mata kuliah yang nilainya C minus. Ya sudah, belajar dari pengalaman : lain kali, kalau ada janji, saya lebih baik tidak melakukan hal lain yang bisa menyita waktu, dan sepertinya patut dimaklumi teknologi banking tidak gampang juga untuk dikuasai. Waktu mengerjakan soal-soal ”kesabaran’ ini, sebenernya point-point yang harus dilewati sudah jelas : menunggu, sabar menunggu, dan tenang aja mustinya. Masalahnya karena ada janji mepet aja makanya jadi nggak sabar. Dan kenapa kita nggak sabaran? Karena kita selalu ingin apa yang kita harapkan tuh terjadi. Sebelum ke toko itu, saya menargetkan hanya 5 menit saja sudah harus selesai transaksi, dan itu versi saya, tapi kenyataannya dibutuhkan proses 20 menit untuk selesaikan transaksi itu.

2. Setting : Bengkel Otomotif. Kondisinya begini : dengan waktu yang terbatas, hanya 1 jam saja, saya harus bereskan semua urusan klaim kendaraan dengan pihak bengkel dan asuransi. Dan again, saya harus menunggu lagi, dan melihat gerak-gerik penjaga bengkel yang pelan dan lambat, duh caranya menekan tombol telpon begitu pelan, ya ampun, iya sih itu bapak sekitar 40 tahunan. Awalnya, saya bertahan saja untuk sabar, sambil sesekali melihat ke arah jam dinding. Masih ada 30 menit lagi. Tik tak tik tuk...waktu berlalu, sudah hampir 40 menit saya menunggu, tapi bukti klaim masih belum jadi juga. Waktu ujian ”kesabaran” pun dimulai. Saya bangkit dari duduk, menghampiri petugas bengkel. Udahan belum pak? (dan ini 4 kali saya bertanya seperti ini). Bentar bentar bentar... Ok..saya tunggu. Belum juga. Dan waktu sudah molor 30 menit dari perkiraan saya dan sudahlah, rencana berantakan. Respon terakhir : kok lama sih, Pak, biasanya kalau sama bapak yang ”itu” cepett...! Ups. Bablas juga deh, dan skor kesabaran saya kali ini, lagi-lagi : C, tapi C polos. Owalah. Sumber masalahnya pun sama, apa yang membuat saya kewalahan menyelesaikan ujian kesabaran adalah waktu. Ketika kepepet waktu, ketika memasang dateline, tanpa sadar, sulit untuk tenang dan sabar. Padahal semuanya kan butuh proses. Selamat. Saya dapat C untuk soal nomor 2 ini.

3. Setting : Mobil, dalam perjalanan tol panjang. Sabtu lalu pertama kalinya saya ke daerah Pamulang, butuh hampir 2,5 jam untuk kesana, dari arah Mangga Dua. Karena sedikit buta jalan, dari Mangga Dua, saya menuju ke arah Senen, eh tembusnya ke Kelapa Gading, dan masuk pintu tol, lalu lewati lagi Mangga Dua (Woof...sumpeh deh, insting memilih arah jalan mendadak jadi tumpul banget). Lalu hujan deras di Slipi, lurus terus menuju arah BSD City. Cukup lancar, dengan tanya beberapa orang di jalan, akhirnya sampai juga di lokasi yang saya tuju, Villa Dago Pamulang. Dan waktu itu sudah Pk 13.30. Di hari itu saya memperkirakan Pk 15.00 sudah bisa pulang ke rumah, tapi molor. Dan Pk 16.00 baru bisa ke arah balik. Teman saya sudah menelpon saya kapan siap pergi untuk hangout... dan saya belum kabari. Perjalanan pulang pun dimulai. Dari Pamulang menuju arah Mangga Dua. Kiri atau kanan? Ok Kiri. Eh ternyata macet!! Puter balik ke kanan. Lalu saya masuk pintu tol, dan keluar di Fatmawati untuk drop satu rekan. Macet banget menuju pintu tol selanjutnya, tapi tenang, bisa sambil nelpon. Saya pun nelpon dengan santai dan kejadian lagi, mustinya ke arah Bogor Ciawi dan saya kebablasan ke arah Bandung. Saat itu bawaannya sih mau nyalahkan suasana, coba gue nggak nelpon! Tapi sudahlah udah kejadian. Dan keluarlah saya di pintu tol Tanjung Priok. Hm...tenang, ga jauh lagi sampai Mangga Dua. Kok kanan kiri semuanya truk tenker yang besar-besar. Dan udah bisa tebak : saya salah arah dan itu menuju pelabuhan barang Tanjung Priok dan menuju arah Cilincing. Duh puter lagi, macet banget. Puter sana sini tibalah di satu jalan namanya Jl. TIPAR CAKUNG. Macet sekali, nggak berkutik. Saya telpon kawan saya yang rumahnya dekat situ, dan dia bilang, harusnya saya puter balik. Ya udah lurus terus dan cari jalan dan ketemulah Kelapa Gading yang macet padat. Dari situ langsung masuk tol lagi menuju Mangga Dua. Hmm tenang lah saya. Dikit lagi sampai. Tapi belum sampai disitu, ketika sudah menuju pintu gerbang, ternyata pintunya ditutup dan harus puter balik lagi sekitar 1 km, puter lagi. Dan emosi sudah bergejolak. Saat itu sudah Pk 19.30. Dan bubarlah semua rencana awal saya untuk bisa pergi dengan teman saya Pk 18.00. Saya baru sampai di rumah Pk 20 kurang. Walah walah, ujian kesabaran kali ini, paling ngaco, karena belum belajar sungguh-sungguh, karena kurang tidur, kurang konsentrasi, dan karena asal-asalan aja mencari jawaban dan solusi. Bisa dibilang skor untuk ujian di setting ini adalah D. Dan ini harus ngulang lagi, supaya bisa lebih menguasai.

Ketiga soal ini masih soal ringan dalam mata kuliah ”kesabaran” sebelum menuju semester yang lebih tinggi lagi, untuk bisa lulus jadi sarjana ”sabar”.

Conclusion : Mata kuliah ”kesabaran” ini melatih siswa untuk terbiasa menunggu, dan terbiasa melewati proses-proses kehidupan. Dari bayi hingga dewasa, butuh proses bertahun-tahun. Lalu dalam hal karir, untuk bisa sukses, ada proses-proses yang harus dilewati, nggak mungkin hanya dalam hitungan jentikkan jari langsung jadi orang besar, nggak mungkin hanya dengan berdoa lalu langsung jadi raja. Dalam hal cinta, juga sama, nggak mungkin, hanya dalam hitungan singkat, langsung bisa menghasilkan kualitas cinta yang tinggi dan dewasa. Banyak proses yang harus dilewati untuk bisa membentuk cinta yang berkualitas, cinta itu harus diuji, Bung! Ungkap seorang pujangga cinta. Yang terakhir, tak kalah pentingnya, kualitas iman beragama pun membutuhkan proses yang harus terus berkesinambungan. Dibutuhkan latihan dan soal-soal dan ujian nyata untuk makin meningkatkan kualitas keyakinan dan iman kita, dalam segala ajaran agama, selalu diingatkan, nggak mungkin kalau hidup itu bebas dari kesulitan dan masalah. Banyak yang berbondong-bondong jadi rajin beragama karena satu alasan : mau bebas dari masalah hidup. Yang terjadi, bukan begitu! Karena beragama bukan itu tujuan utamanya. Kalau semua yang beragama, dengan hanya berdoa terus lalu langsung bebas dari masalah dan hidupnya langsung sempurna tanpa sedikitpun kesulitan hidup, saya yakin, berani yakin, tempat ibadah sepi! Tapi, bukan berarti kalau kita berdoa, masalah hidup nggak selesai yah. Kita sering berdoa : semoga saya menjadi orang yang lebih tegar dan kuat menghadapi hidup ini, dan menjadi orang yang sabar dan semakin berkualitas baik. Jawabannya : tiba-tiba muncul masalah bertubi-tubi. Refleks kita bertanya : kok doa saya malah seperti ini, kenapa malah banyak masalah setelah berdoa. Loh, inilah jawabannya, kalau mau jadi manusia yang makin tegar dan kuat, harus mengalami masalah dan kesulitan hidup dulu, supaya iman bisa terlatih dan supaya jiwa bisa makin tahan banting. Dulu, saya berdoa : semoga saya bebas dari masalah, donk.... Dan yang terjadi : masalah masih tetap ada dan nggak mungkin saya lari dari masalah. Lalu saya pun diajarkan untuk mengganti isi doa saya menjadi : semoga saya mampu tegar dan kuat menghadapi masalah hidup saya dan semoga saya bisa lebih bahagia lagi dan bisa membagikan kebahagiaan saya pada orang banyak nantinya. Doa itu bukan hanya untuk diri sendiri saja, ternyata! Tapi juga untuk orang lain. Related to topik ”kesabaran”, untuk bisa menjadi orang yang makin sabar, memang harus dan musti berhadapan dengan banyak rintangan dulu, supaya bisa teruji sampai di mana kesabaran itu. Di hidup keseharian ini, begitu banyak orang yang tidak sabaran dan tidak menikmati proses, dan setiap hari ada ladang untuk melatih kesabaran. Mau jadi orang yang lebih sabar? Nikmatilah kemacetan kota Jakarta dan ruwetnya lalu lintas yang makin menggila saja. Kalau bisa sabar menghadapi kondisi macet dan tetap tenang walaupun sudah 2 jam terjebak di jalan tol yang tidak bergerak, pastinya skor kesabaran meningkat. Tapi kalau masih keluar makian-makian dari kasar sampai lembut, berarti masih harus belajar ulang dan latihan lebih banyak lagi, supaya bisa makin meningkat kualitas kesabarannya. Ok, untuk pembahasan kali ini, kira-kira ini dulu yah, saya udah nggak ”sabar” nih mau isi perut yang kelaparan (kalau soal kebutuhan primer makan seperti ini, bukan ujian kesabaran lagi, kan?)

Regards,
Maeya
Maerose11@yahoo.com

Thursday, March 13, 2008

Nikahin/Nggak Nikahin #3

VACANCY POSITION : KAUM LELAKI

Syarat Utama :

Kuat + Bebas + Suci + Tenang

1. Baik Hati
2. Berkomitmen dan tanggung jawab
3. Tidak pernah dan tidak berniat untuk poligami
4. Kuat, Tegar, dan Tahan Banting
5. Berpengalaman mengendalikan hawa nafsu marah, serakah, dan birahi (minimal 10 tahun pengalaman)
6. No Drugs, No Alcohol, No Whore.
7. Bisa menjadi suami yang setia dan baik hati.
8. Bisa menjadi bapak dan pemimpin keluarga yang mengayomi

In Walk Interview Date : Sepanjang Masa
Kirim ke : bahagiabumi@dunia.com

Menulis harus didasari rasa sayang, bukan didasari rasa benci atau marah. Hm…iya sih berarti saya selayaknya menuliskan kata-kata yang bisa membangkitkan rasa cinta, bukannya marah. Termasuk soal : poligami, soal perselingkuhan, kekerasan perempuan, bukannya mengajak orang untuk marah sama kondisi tapi untuk menyadari dan kemudian merasakan dan menikmati kondisi itu apa adanya (halah…denial!). Menjadi perempuan yang lebih penuh kelembutan dan cinta kasih. Wuf dalam dan teoritis. Elo kate gampang apa jadi manusia sempurna!

LSM perempuan berjamur dimana-mana, menyuarakan hak perempuan dan menyindir perilaku kekerasan kaum lelaki. Dimanakah lelaki, dimana jati diri lelaki, kaum lelaki mulai kehilangan jati diri untuk mengembangkan potensi diri? Ups. Ini negara patrialistik dan kaum lelaki punya banyak kesempatan untuk memimpin, karena secara fisik dan kestabilan emosi kaum lelaki memang unggul. The truth is, sayang sekali, sosok lelaki yang heroic mulai redup, saatnya kaum lelaki bangkit, bukan dengan kekerasan dan keradikalan, tapi dengan karismatik kebapakan yang mengayomi dan bertanggung jawab.

Saya rindu sosok seorang bapak sejati, sosok seorang lelaki baik yang menuntun dan membimbing, bukan sosok lelaki yang sekedar mengandalkan kodrat lelaki dan power lelakinya. No. Bukan itu. Lelaki akan jadi “imam” dalam satu keluarga, jika memang begitu, buktikan, lelaki harus kuat dan tegar, memiliki komitmen tinggi untuk melindungi perempuan dan anak-anaknya, bukan lelaki lemah yang – untuk mengendalikan dirinya sendiri saja – sulit dan seringkali gagal. Hawa nafsu contohnya! Come on, emangnya hanya lelaki yang punya hawa nafsu itu, udah lah yah, to the point aja, hawa nafsu seks maksudnya, perempuan pun punya. Tapi beribu-ribu tahun perempuan belajar, diajar, untuk selalu kuat dan tegar dan mampu mengendalikan dirinya : mengendalikan rasa marah, rasa benci, dan rasa dendamnya, ditambah dengan rasa serakahnya. Mau jadi apa negara ini kalau perempuan tidak seperti itu soalnya.

Memang sih dari abad-abad dulu, moyang-moyang yang sudah memulai jalur itu, para kaisar kerajaan yang punya banyak selir, karena punya power untuk mendapatkan apa saja yang dia mau, para pembesar yang diperbolehkan memuaskan segala kebutuhan dan hawa nafsunya tanpa batas, karena itu sudah dianggap berkah dan kurnia dan kodrat dari seorang lelaki. Andai saya bisa ke masa abad-abad lalu dan dinasti lalu, saya mau tanya : kenapa sih seorang raja boleh punya istri lebih dari satu? Dan kenapa sih seorang perempuan harus selalu menunduk dan menyembah suaminya? Back to topic, bukan nostalgia beginian yang kita butuhkan saat ini. Sekarang fokus dengan sekarang aja deh.

Mari kita list apa saja masalah yang sering muncul dan membuat kaum lelaki kehilangan jati diri dan mulai kehilangan image ”karismatik positifnya”?

SUKARNO : karismatik, kebapakan, pintar, tenang, bisa memimpin, namun punya istri lebih dari satu, tidak mampu menahan rasa dan gejolak ketika melihat kecantikan perempuan.

AA GYM : kebapakan, sayang anak, begitu sempurna, memberikan petuah yang menenangkan jiwa, namun ketahuan juga punya istri kedua, walau dengan dalih ”memiliki tugas” untuk menjaga manusia yang lemah dan membutuhkan. Lah wong kalau mau bantu, ya ga usah dikawinin toh, Pak, ini jadi bikin rancu soale. Dan memberikan efek ada yang kagum dengan AA GYM dan mau ikutin sama persis seperti AA GYM.

SUHARTO : karismatik, kebapakan banget, selalu berdampingan dengan istrinya, ideal banget sebagai seorang pemimpin, then 32 tahun kemudian, terbongkar, ga mampu menahan nafsu untuk korupsi dan jadi orang kaya.

Tiga tokoh lelaki ini pernah menjadi tokoh yang saya anggap bisa menjadi sosok lelaki ideal, oh yah, minta maaf jika ada yang keliru dari penilaian harafiah saya soal ketiga tokoh lelaki ini. Yah, hanya bermodal referensi tayangan berita TV dan headline koran saja, maklum, saya lebih suka berita infotainment ketimbang politik J ...

Lalu masalah lain yang membuat hilangnya kesejatian sosok lelaki adalah :

LELAKI selayaknya kuat dan melindungi dan bertangung jawab à beberapa kenyataannya adalah ada LELAKI yang mudah putus asa ketika gagal dalam usaha bisnisnya, lari dari tanggung jawab sebagai suami, bapak, dan pemberi nafkah, LELAKI yang memilih untuk lari dari masalahnya dengan MEROKOK gila-gilaan, minum alkohol sampai mabok, ke diskotik melihat striptease atau perempuan malam, dengan harapan bisa mengurangi kepenatan pikiran dan stress setelah kerja.

Hey, bukan berarti semua LELAKI itu buruk lah. No! Ada sih yang bilang, there`s only two kind of guy di dunia ini : 1. a bastard. 2. a gay. Tapi nggak lah yah, itu sangat subyektif hehehe. Buktinya, banyak lelaki yang patut dikagumi dan dicontoh hingga kini : LELAKI yang berkomitmen untuk menjaga perasaan orang lain, berjanji untuk tidak menyakiti orang lain, apalagi menyakiti perasaan perempuan dan mahluk-mahluk lemah lainnya. Ada juga LELAKI yang selalu setia dan nggak berpikir untuk lari dari masalah dan akibat yang sudah diperbuatnya dan nggak lari dari nasib!

Ada yang bertanya, kenapa saya mendadak concern soal masalah perempuan dan lelaki ini? Dan seolah jadi mau mengajak atau mempengaruhi teman-teman untuk mengganyang lelaki-lelaki berperilaku disfungsional di bumi ini. Hehehe. Sorry to say, kalau berpikir seperti itu, salah besar! Karena saya masih sangat-sangat butuh dan kagum dengan lelaki. Masalahnya begini, beberapa bulan ini, bulan yang mengejutkan bagi saya, ada seorang lelaki yang sudah lama saya kagumi sebagai sosok bapak idaman, ternyata khilaf juga dan terbongkar kalau beliau terlibat affair dengan perempuan lain. Dan saya tak berkutik ketika anak-anaknya yang masih ABG mengalami syok berat dengan kondisi itu. Apa yang bisa saya perbuat? Itu bukan masalah yang bisa saya kutak katik, itu rumah tangga orang lain. Selalu ada alasan dari segala hal, dan selalu ada alasan mengapa bisa terjadi hal yang tidak diinginkan. Well, saya mencoba meresapi ungkapan itu. Ada lagi quote di film ”LOVE” karya TITIEN WATIMENNA : ”Berani hidup berarti berani mencintai, berani mencintai berarti berani kehilangan”...

The last untuk episode kali ini, kalau ada kesempatan ingin deh, mau request 2 hal ke pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, requestnya ini nih :

1. Boleh ga kalau diskotik, pusat prostitusi, club malam, ditiadakan saja. Itu teh selain pusat mesum yang berbahaya bagi mental dan badan, itu juga jadi pusat pengedaran narkoba dan minuman keras, dan kalau suatu saat kita semua punya anak-anak, nggak pingin kan kalau setiap hari bawa rantang ke penjara atau ke pusat rehab untuk temani anak-anak itu. (Oh yah, apa yah strategi untuk meniadakan tempat-tempat seperti ini? Ada di pusat kota pula, halah-halah, di dekat rumah saya, dan ada satu hotel mesum yang bersebelahan tepat dengan satu tempat ibadah – keren kan – Kalau untuk meniadakan tempat seperti ini, caranya : bakar-bakaran atau demo-demo atau penggrebekkan, nggak ngefek, udah kebanyakan organisasi coba pake cara ini, toh ga efek kan, dan hati kecil saya bertanya, apa yang melakukan tindakan penggebrekan itu udah tau apa sebenernya yang mereka lakukan. OK, ini biar dibahas lain waktu aja).

2. Poligami ditiadakan, yuk? (setuju? Setuju? Kalau ada perempuan yang nggak setuju tapi menikmati dipoligamiin, hm, penasaran aja, apa iyah, tidurnya tenang tiap hari? – waktu nulis topik ini, saya sadar, ini sensitif banget, tapi anyway, bolak balik pada bahas begituan sih, liatin aja di TV ono-ono aja kan yang dibahas, sinetron lah, gosip lah. Film ”PEREMPUAN PUNYA CERITA” dan ”BERBAGI SUAMI” karya Nia Dinata bisa jadi inspirasi banget soal masalah ini).

Tuesday, March 11, 2008

Nikahin/ Nggak Nikahin #2

Nikahin/ Nggak Nikahin #2
Jakarta, 12 Maret 2008
“Mae, ngeri amat sih, abis baca artikel elo, gue jadi takut kawin!”

Ups. Siapa sangka tulisan pertama saya soal ”nikahin/ nggak nikahin” mengundang banyak kontroversial sana sini, walau via email saja. Sekedar review ulang, di tulisan sebelumnya saya pernah menuturkan betapa masalah financial akan menjadi sumber masalah dalam pernikahan. Pertanyaan pun muncul : kapan gue kawin dong kalau mau nungguin bisa beli rumah yang minimal 100 jutaan atau biaya pesta nikah yang 100 jutaan juga, kalau hanya mengandalkan hasil kerja keras pribadi tanpa sumbangan dari orang tua atau keluarga gue?

Bukan soal uangnya, tapi uang itu salah satu elemen kesiapan menuju pernikahan. Ada orang yang dengan mudah, nggak pikir panjang, pokoknya gue mau nikah!!! Emang udah punya tabungan?, tanya bapaknya. ”Bodo amat! Pokoknya mau nikah!” Owalah, cah bagus, kerja dulu baru mikir nikah, kilah bapaknya lagi. ”Pokoknya, Pak, aku mau nikah dulu, baru nanti cari kerja!..titik!!!” Hah, kok begitu caranya. Dan it truelly happened, dan waktu saya mendengar kisah ini, saya bengong nggak percaya, seorang lelaki yah usianya 30 an ke atas, menghabiskan hari-harinya dengan main PS dan tidur siang plus nonton televisi, tapi setiap hari bilang ke bapaknya : kalau dia sungguh mau menikah. Ini mau nikah atau Cuma mau ”nikahnya” aja yah, dalam hati saya.

Ok deh back to topic. Beberapa teman komplain kenapa sih menuliskan hal-hal yang nakut-nakutin aja soal nikah, please deh May. Walah hualam, niat saya nggak neko-neko kok, Cuma mau sama-sama buka pikiran, buka hati, dan buka kesadaran. Jangan main-main loh dengan niat menikah. Berawal dari niat segalanya memang bisa terjadi, tapi berawal dari niat yang tujuannya rendah, segala keburukan pun mungkin terjadi. Saya hanya kuatir, ketika seseorang : saya/ Anda/ mereka/ kita belum siap menikah tapi maksa menikah hanya demi status dan demi mengisi kekosongan beberapa kebutuhan. Ada yang nikah karena nggak tahan dengan omongan orang yang terus bertanya “kapan kawin?” dan jawaban ”may be yes may be no” seolah menjadi jawaban basi yang sudah nggak manjur lagi.

Ada yang nikah karena udah nggak tahan untuk mengendalikan hawa nafsu birahi (ya ini manusiawi lah yah), tapi anehnya banyak yang setelah menikah malah sudah jarang melakukan hubungan birahi itu dan sebagian memilih tidur dengan anak saja supaya bisa nahan dan nggak nambah anak lagi. Ada yang nikah karena takut kehilangan pacar yang dia sayang itu. Ada yang nikah karena disuruh orang tua yang sudah ngebet punya cucu. Ada yang nikah karena sudah tidak ada teman seperjuangan lagi, alias teman-temannya sudah nikah semua. Ada yang nikah karena udah nggak sabar pingin gendong anak dan punya anak, walau pada kenyataan ada sebagian ibu muda yang nggak tahan menghadapi kebadungan anaknya, dan tercetus kata “nggak heran kenapa ada ibu bisa bunuh anak!” Dan ada segudang alasan mengapa orang mau nikah. Siapa bilang nggak boleh nikah? Siapa bilang nikah harus ditakuti? Bukan itu pointnya, honey. Pointnya adalah kalau memang mau nikah, itu mirip seperti mau ujian nasional, siapin dulu perlengkapan – peralatan – persiapan – latihan-latihan – dan tau dulu medan “perangnya”. Udah siap belum?

Bukan hal aneh mendengar kasus perceraian dan itu menjadi aneh bagi saya! Di negara ini kini perceraian dianggap biasa. Berawal dari pengaruh-pengaruh infotainment yang menggiring pola berpikir publik, berbagai artis heboh dengan kasus sidang perceraiannya, yang nggak penting untuk ditonton tapi mendongkrak rating TV! Berita perceraian artis lebih menarik ketimbang berita anak jalanan yang nggak pernah diurus sama ibunya. Saya pun korban infotainment. Bertahun-tahun menikmati tayangan gosip, memang asyik, tapi sempat pada satu titik puncak, anjrit, setiap malam mimpi saya : mimpi infotainment, mulai Ahmad Dhani, Bambang Halimah, busyet. Ini alarm bagi saya, sudah saatnya kurangi konsumsi gosip artis. Bukan hanya artis saja yang mengalami kasus perceraian, orang biasa yang jauh dari riuh duniawi glamour pun ada yang berbondong-bondong mengajukan kasus perceraian. Entah dipicu berita maraknya perceraian artis atau itu memang keinginan terdalam mereka. Dalam budaya di sekitar saya, perceraian dianggap sebagai hal yang tabu, dan kalau perlu di nomorterakhir kan saja! Walau sudah ditinggal suami, walau sudah disiksa suami, nggak apa, daripada harus cerai. Tapi zaman berubah.

Pentas monolog ”Perempuan Menuntut Malam” hari Sabtu 8 Maret 2008 kemarin pun menjawab semua kegelisahan kaum perempuan khususnya. Masih seputar membuka wacana, belum ada solusi pasti. Ada kisah perempuan yang pusing karena putrinya disiksa suami tapi masih belum juga mau cerai, karena alasan : tidak percaya diri kalau harus hidup sendiri, padahal perempuan ini adalah wanita karir sukses. Alhasil putrinya memutuskan untuk bercerai juga, pesan pentingnya : bukannya soal cerainya loh, tapi kalau perempuan harus percaya diri dan menghargai dirinya. Bertahun-tahun banyak perempuan membiarkan dirinya menjadi korban karena takut tidak bisa melanjutkan hidup jika meninggalkan suami yang melecehkannya. Kisah kedua soal perempuan dan politik, keren banget! Rieke Dyah Pitaloka memang jago! Berbagai sindiran nan lembut dituturkan dalam monolog yang lugas dan cerdas, bahwa perempuan selalu saja dinomorduakan. Ketika wartawan politik telpon, pertanyaan pertama adalah : Bu, gimana cara membagi waktu berpolitik dan berumah tangga? Tapi mana pernah ada pertanyaan : Pak, gimana cara bagi waktu kerja dengan berkeluarga? Lalu ketika perempuan belum menikah dan sibuk berpolitik, akan ditanya : kok nggak kawin kawin sih, Jeng. Ketika sudah menikah dan belum punya anak, muncul lagi tanya : kok nggak brojol-brojol sih, Mbak. Dan ketika sudah punya anak dan sibuk berpolitik, tetangga bergunjing : ih kok tega yah ninggalin anak seperti itu, kasihan deh. Dan sindirian lain soal poligami. Ini bagian yang menarik banget! Celetukan Rieke ”nendang” banget. ”Hah, poligami ada di kitab suci?”, tanya seseorang.

Lalu dijawablah ”Eh, udah bisa ngeja kitab sucinya belum! Jangan sembarangan ambil-ambil kesimpulan dong, Mas”

Bahas soal poligami pun mengingatkan saya soal film terbaru ”Ayat-Ayat Cinta” karya Hanung Bramityo. Ada dua hal yang saya debat dengan sesama penonton : soal poligami dan yang kedua, soal ”perempuan boleh dipukul”. Tanpa ada maksud menyindir ajaran agama apapun, tapi di film itu dibahas, kalau ada kitab suci yang memperbolehkan perempuan untuk dipukul oleh suaminya, ketika melakukan kesalahan. Tapi, tokoh lelaki utama di film itu menjelaskan, perempuan boleh dipukul, ketika sudah diperingatkan dan diingatkan terlebih dahulu, tapi ketika masih saja khilaf, bolehlah dia dipukul. Pertanyaan lagi, Mas : ada ga kitab suci yang menuliskan ”kalau lelaki boleh dipukul kalau ternyata dia tidur dengan perempuan lain yang bukan istrinya?”.

Ini bukan masalah gender. Ini bukan gerakan feminis. Dan saya bukan aktivis LSM perlindungan hak perempuan. Ini hanya curahan dan pergumulan pikiran, owalah, perempuan – nikah – kekerasan – bla bla bla bla... Sedih sekali jika mendengar kasus baru soal pernikahan yang siap retak, sedih sekali jika membayangkan ada berjuta anak-anak yang harus menangis di malam hari mendengar pertengkaran kedua orang tuanya dan melerai dua manusia dewasa yang saling pukul-pukulan, dan sedih sekali jika mengetahui ada yang tanpa pikir panjang nggak peduli tanggung jawab – tapi memutuskan untuk nikah. Simple saja, kalau memang sudah siap nikah, berarti siap untuk menjaga komitmen untuk memenuhi kebutuhan nyawa-nyawa baru (anak-anak) – kalau memang ingin punya keturunan – dan berarti siap untuk menjaga komitmen untuk menikah 1 kali saja seumur hidup. Kalau memang belum bisa janji untuk sekali seumur hidup saja, dan masih terbersit motto ”kalau nggak cocok yah cerai ajah”, mending nggak usah nikah dulu deh! Kasihan anak-anak nanti, bro/ bra...! * (Bro = brother, Bra = lawannya Bro)

Anak-anak butuh kasih sayang. Dan penelitian menunjukkan luka masa kanak-kanak akan berpengaruh besar hingga dewasa nanti. Kita pun semua membawa kenangan masa kanak-kanak, luka-luka yang terpendam, dan tanpa sadar kita akan melampiaskannya pada orang lain yang tak terduga, biasanya orang terdekat kita, salah satunya anak-anak kita nantinya. Ada satu tips berharga banget, saya dapet dari salah satu buku berjudul ”How Can I Forgive You” by Janis Abrahms Spring : bagi siapa saja yang pernah mengalami luka di masa kanak-kanak, segeralah sadari dan temukan itu dan sembuhkan luka itu, dan kalau memang bisa, sebelum memutuskan untuk menikah dan punya anak, luka masa kanak-kanak itu sudah disembuhkan atau at least disadari, supaya luka itu tidak dilampiaskan dan ditularkan ke nyawa-nyawa yang tidak berdosa. Apakah sudah cukup merasa bahagia? Kalau belum, gimana kalau bahagiakan diri sendiri dulu, lalu menebarkan rasa bahagia itu ke orang-orang di sekeliling...anyway, semoga tulisan ini bermanfaat, dan semakin banyak teman-teman menjalani hidup ini dengan perasaan cinta dan syukur tiap harinya.

Regards,

Maeya

Maerose11@yahoo.com

Sunday, March 09, 2008

Jangan Lupakan Aku

JANGAN LUPAKAN – NIDJI

Kuberjalan terus tanpa henti

Dan dia pun kini telah pergi

Kuberdoa di tengah indah dunia

Kuberdoa untuk dia yang kurindukan

Memohon untuk tetap tinggal

Dan jangan engkau pergi lagi

Berselimut di tengah dingin dunia

Berselimut dengan dia yang kurindukan

Would it be nice to hold you

Would it be nice to take you home

Would it be nice to kiss you

Kumohon untuk tetap tinggal

Dan jangan engkau pergi lagi

Bernyanyilah nananana oh…

Menyanyilah untuk dia yang kurindukan…

Jangan pernah lupakan aku jangan hilangkan diriku

Jangan pernah lupakan aku jangan hilangkan diriku

Jangan pernah lupakan aku jangan hilangkan diriku

Jangan pergi dari aku…