Wednesday, October 04, 2006

December 2004

Desember 2004, Zhuji, China

We had those memories together. Our laughter. Kami pernah tertawa sampai hampir terkencing-kencing, tidak tahan dengan kejadian lucu yang baru saja terjadi. Tepatnya di bulan Desember 2004 lalu, kami diminta untuk pentas di sebuah pesta Natal murid-murid SD di China tempat kami belajar bahasa. Ketika tiba giliran kami pentas, kami pun masuk ke panggung dengan dada terbusung penuh keyakinan. Woof, kerennya diri gue! Mungkin itu yang terdengar di suara hati kami semua. Musik pengiring lagu yang akan kami nyanyikan pun mulai mengalun, rekaman cd yang kami yakin masih bagus dan baik-baik saja. Di detik ke 35, mulai terasa keganjilan, nadanya berulang-ulang terus dan ada yang aneh, bait yang seharusnya hanya 1 kali dinyanyikan, sudah 3 kali kami nyanyikan. Hahahahaha. Tebak saja pasti sudah ketahuan. Cd nya rusak, ada yang lecet sepertinya, sehingga musik tidak bisa diputar lagi. Lucu? Hahahaha. Banget!

Ada sekitar 500 orang murid SD melihat kami dengan terpesona. How amazing this giant people! Ah, tidak heran, mereka pasti lupa lirik lagunya. Kan bukan lagu dalam bahasa mereka. Dan pastinya banyak pertanyaan muncul dalam benak anak-anak itu. Tidak sopan! Seorang pria China, dengan nada kesal dan kasar menyuruh kami untuk segera turun dari panggung, sedikit ngedumel, kesal, kenapa kami mengacaukan acara pentas yang seharusnya sempurna itu. Kami pun memberikan salam hormat ke penonton-penonton cilik kami dan turun dari panggung itu.

Sampai sekarang kenangan itu masih teringat jelas dalam memori ini, perasaan yang waktu itu muncul pun masih bisa terasa jelas sekali. Rasa ingin tertawa dan rasa malu luar biasa. 3 bulan sebelumnya, kami pentas pertama kali di depan sejumlah murid SMA

China dan kami dianggap sukses menyanyikan lagu bahasa Mandarin, secara kami adalah orang Indonesia, weow, they gave us three thumbs up, probably. Lalu, gaungan pujian tersebar kemana-mana, betapa hebatnya kami, betapa lancarnya kami bernyanyi. Memang yah, tidak ada yang sempurna dalam hidup. Popularitas kami hancur sekejap karena rusaknya CD dan gagalnya pentas kami waktu itu. Untungnya, anak-anak SD yang nonton kami. Hahahaha.

Ada banyak kisah lucu yang pernah terjadi, tetapi tidak semuanya tersimpan dan terekam rapih dalam pikiran ini. Terlalu banyak. Sudah tersebar di sudut memori yang penuh ingatan-ingatan lain. Masih teringat jelas betapa stress dan tegangnya kami sebelum giliran pentas tiba, kami menghafal lirik lagu, sambil sesekali melihat apakah sudah waktunya giliran kami keluar panggung. Dan yang lucunya, ketika kami kembali lagi ke balik panggung, applaus penonton masih menggelegar, tanda bahwa kami telah memberikan hiburan dan pentas yang memuaskan. Selesai acara, banyak mata memandang kami, ada yang berbisik-bisik lalu tertawa-tawa. Ada juga yang mencuri-curi pandang untuk melihat mahluk-mahluk dari planet mana lagi, mereka melihat ke arah kami. Kami yang terlihat tenang. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal saat itu kami sedang sumpah serapah dalam bahasa Indonesia, yang mereka semua (orang China) tidak mengerti apa yang sedang kami bicarakan. Dari pentas malam itu, aku yakin, para penonton cilik kami itu menganggap memang begitulah pentas yang ingin kami berikan, hanya setor muka, lalu ada bait yang diulang-ulang, lalu wajah kami mulai tegang, melihat ke arah sound system apakah ada yang salah, mungkin? Dan kami pun melihat lagi ke arah penonton untuk memberikan salam hormat tanda pentas kami sudah selesai.